25 radar bogor

Dasar Hukumnya Tak Jelas, Komisi II Desak Permendikbudristek 30/2021 Dicabut

Permendikbudristek
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 dicabut.
Permendikbudristek
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 dicabut.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus melayangkan kritikan pada Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Baca Juga : Rancangan Permendikbud Baru Akan Permudah Pelaporan Kekerasan Seksual

Dirinya menilai, Permendikbudristek tersebut mengadopsi draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sebelumnya ditolak masyarakat luas pada periode 2014-2019 lalu.

Selain itu, dasar hukum dari terbitnya aturan tersebut juga tidak jelas, karena undang-undang yang menjadi cantolan hukumnya saja belum ada.

“Padahal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat 2 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa, Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi,” ujar dia, Senin (8/11/2021).

Permen tersebut melampaui kewenangan yang ada. Terlebih, Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat ini masih membahas tentang RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

Artinya, Permendikbudristek ini melangkahi undang-undang serta tidak memiliki cantolan yuridis yang jelas dan spesifik.

“Jadi, apa dasar hukum yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan tersebut,” imbuh dia.

Anggota Badan Legislasi DPR RI itu juga menambahkan, betapa banyak terjadi hubungan seks di luar nikah yang diawali dengan persetujuan alias suka sama suka. Begitu pula bermunculannya perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang kian merebak di masyarakat.

Padahal perilaku seks di luar nikah ataupun LGBT tidaklah dibenarkan dalam norma agama. Tak hanya itu, Permendikbudristek itu seolah mengesampingkan proses hukum bila terjadi suatu kasus.

Pasalnya, cenderung berfokus pada pengadilan internal dengan keberadaan satuan tugas (Satgas) di lingkungan kampus.

“Oleh karena bermasalah dari segi yuridis maupun filosofis, beleid yang ditandatangani Mas Menteri Nadiem pada 31 Agustus 2021 itu sebaiknya dicabut dan dibatalkan karena berpotensi menjadi masalah dan memantik polemik di tengah masyarakat dalam implementasinya kedepan,” pungkasnya.

Sebelumnya, diberitakan sebanyak 13 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut Permendikbudristek 30/2021. Sebab, hal ini karena dinilai peraturan tersebut telah meresahkan umat Islam. (jpg)