25 radar bogor

Enam Menteri Ini Dapat Rapor Merah dari BEM UI, Siapa Saja?

Ilustrasi reshuffle kabinet
Ilustrasi reshuffle kabinet

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sudah memasuki periode kedua. Banyak catatan dalam pemerintahan tersebut, salah satunya menteri yang mendapatkan rapor merah. Hal itu disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI).

Mahasiswa Minta Jokowi Mengundurkan Diri, Pakar: Itu Konstitusional

Khususnya soal kepemimpinan para Menteri Kabinet Indonesia Maju 2019–2024. Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengatakan, salah satu menteri yang gagal adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

Kata dia, terdapat masalah terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat. Padahal sejatinya, hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak yang dijamin dan dilindungi pelaksanaannya dalam sejumlah instrumen hukum.

Sayangnya, jaminan dan perlindungan atas hak kebebasan berekspresi dan berpendapat nampak hanya tertuang pada selembar kertas. Pada kenyataannya, pembungkaman terhadap hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat masih kerap ditemukan.

Fenomena penghapusan mural dan serangkaian tindakan represif yang dilakukan aparat dalam penanganan massa aksi, seperti penarikan secara paksa yang disertai pemukulan pada aksi hari buruh dan hari pendidikan, menjadi bukti nyata bagaimana kebebasan berekspresi dan berpendapat dikerdilkan di negara yang berlandaskan hukum demokrasi.

Lalu juga janji politik yang gema disuarakan pasangan calon Jokowi-Ma’ruf pada masa kampanye presiden 2019 untuk memberikan perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga dinilai tidak ada buktinya. Tak ada penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus Munir.

”Hal ini menunjukkan kegagalan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly dalam memberikan jaminan dan perlindungan hukum atas hak kebebasan berekspresi dan berpendapat,” tulis Leon Alvinda Putra dikutip JawaPos.com, Minggu (24/10).

Permasalahan lainnya dapat ditemukan dalam bidang lingkungan hidup. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mendapatkan rapor merah BEM UI dalam mengatasi degradasi lingkungan.

Padahal janji Jokowi-Ma’ruf dalam masa kampanyenya adalah untuk mewujudkan prinsip hijau dan keberlanjutan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Namun, itu bertolak belakang ketika Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) beserta peraturan turunannya yang disahkan.

Pengesahan kedua produk hukum itu merupakan sebuah karpet merah untuk oligarki melalui pelonggaran dan deregulasi yang jelas merampas hak warga atas lingkungan yang bersih dan sehat.

Terbukti, adanya konflik kepentingan antara oligarki, pemerintah, dan masyarakat sipil telah mengakibatkan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan lingkungan.

”Dengan demikian, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar beserta Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sudah seharusnya bertanggung jawab atas degradasi lingkungan dan realita perlindungan lingkungan hidup yang semakin melemah selama 2 tahun berjalannya rezim Jokowi-Ma’ruf,” tutur Leon Alvinda Putra.

Selanjutnya, bidang pendidikan pun tidak luput menjadi sektor bermasalah selama dua tahun Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

Pada Hari Pendidikan Nasional 2021, Jokowi bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan bahwa Pendidikan harus memiliki tujuan memerdekakan kehidupan bangsa.

Nyatanya, ucapan tersebut bertolak belakang dengan realitas yang terjadi bila melihat absennya pemerintah menanggapi serangan terhadap kebebasan akademik yang semakin marak dalam dua tahun ke belakang.

Serangan-serangan itu berupa penjatuhan sanksi akademik (drop out atau skors), kriminalisasi, pembubaran diskusi mahasiswa, ancaman atau intimidasi, dan bentuk represi lain, seperti imbauan untuk tidak mengikuti demonstrasi.

Akan tetapi , pemerintah, khususnya Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek, sama sekali tidak menggubris aspirasi yang disampaikan mahasiswa.

”Dukungan pendidikan yang dijanjikan Jokowi nyatanya tidak meliputi dukungan terhadap hak atas pendidikan rakyatnya serta hak atas kebebasan berpendapat di lingkungan kampus sebagai manifestasi dari hak atas pendidikan tersebut,” papar Leon.

Terakhir, menteri yang dinilai masih memiliki kekurangan adalah Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Menurut dia, implementasi tracing melalui aplikasi PeduliLindungi masih bermasalah karena ketiadaan verifikasi pemilik kartu vaksin ataupun sertifikat elektronik.

”Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, masih harus melakukan banyak perbaikan dalam penanganan pandemi Covid-19 agar kolapsnya sistem kesehatan pada saat gelombang kedua tidak terulang kembali,” ucap Leon Alvinda Putra. (jpg)