logo-radar-bogor

Kebun Raya Bogor Ada Sejak Zaman Kerajaan Sunda, Tertua se-Asia Tenggara

Kebun Raya Bogor
Sebuah kendaraan hendak masuk ke area Kebun Raya Bogor. Nelvi/Radar Bogor

BOGOR-RADAR BOGOR, Jika anda ke Kota Bogor, pasti mengenal Kebun Raya Bogor (KRB). Rupanya, tempat ini merupakan Kebun Raya tertua se-Asia Tenggara. Usianya menginjak dua abad, tepatnya 204 tahun.

Komersialisasi Kebun Raya Bogor Jadi Sorotan, DPRD Datangi KRB

Usia kebun botani yang memiliki 87 hektare itu dihitung ketika Gubernur Jenderal Belanda, Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen, mendirikannya pada 18 Mei 1817.

Sejak dua tahun lalu, Kebun Raya Bogor masuk dalam daftar Sementara Warisan Dunia atau Tentative List Unesco World Heritage Site.

Ribuan tanaman dan tumbuhan tertanam di Kebun Raya Bogor. Saat ini, botani itu bahkan menjadi jantung dan nafas Kota Bogor karena banyaknya tanaman dan tumbuhan yang ada di Kebun Raya Bogor.

Di situs wikipedia, Kebun Raya Bogor telah ada sejak zaman Kerajaan Sunda, pada awal 1400-an. Situs itu juga menuliskan Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari ‘samida’, hutan buatan atau taman buatan, yang diperkirakan telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi, pada 1474-1513, dari Kerajaan Sunda.

Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Di samping samida itu dibuat pula samida yang serupa di perbatasan Cianjur dengan Bogor (Hutan Ciung Wanara).

Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk dari Kesultanan Banten, hingga Gubernur Jenderal van der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu sudutnya pada pertengahan abad ke-18.

Pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik.

Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun Kew Garden di London, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya sekarang.

Kemudian, pada tahun 1814 Olivia Raffles (istri dari Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles) meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Batavia.

Sebagai pengabadian, monumen untuknya didirikan di Kebun Raya Bogor. Situs wikipedia juga menuliskan ide pendirian Kebun Raya bermula dari seorang ahli biologi yaitu Abner yang menulis surat kepada Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen.

Dalam surat itu terungkap keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, tempat pendidikan guru, dan koleksi tumbuhan bagi pengembangan kebun-kebun yang lain.

Keinginan Abner rupanya sejalan dengan Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt. Ia adalah seseorang berkebangsaan Jerman yang berpindah ke Belanda dan menjadi ilmuwan botani dan kimia. Ia lalu diangkat menjadi menteri bidang pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa dan sekitarnya.

Prof Caspar tertarik menyelidiki berbagai tanaman yang digunakan untuk pengobatan. Ia memutuskan untuk mengumpulkan semua tanaman ini di sebuah kebun botani di Kota Bogor, yang saat itu disebut Buitenzorg.

Reinwardt juga menjadi perintis di bidang pembuatan herbarium. Ia kemudian dikenal sebagai seorang pendiri Herbarium Bogoriense.

Pada tahun 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama ’s Lands Plantentuin te Buitenzorg. Pendiriannya diawali dengan menancapkan ayunan cangkul pertama di bumi Pajajaran sebagai pertanda dibangunnya pembangunan kebun itu.

Pelaksanaan pembangunan cikal bakal Kebun Raya Bogor dipimpin oleh Reinwardt sendiri, dibantu oleh James Hooper dan W. Kent.

Sekitar 47 hektar tanah di sekitar Istana Gubernur Jendral dijadikan lahan untuk kebun raya. Reinwardt menjadi pengarah pertamanya dari 1817 sampai 1822.

Istana Gubernur Jendral dijadikan lahan untuk kebun raya. Reinwardt menjadi pengarah pertamanya dari 1817 sampai 1822.

Pada tahun 1822, Reinwardt meninggalkan Hindia Belanda karena diangkat sebagai guru besar di Leiden. Dr. Carl Ludwig Blume, M.D diangkat menjadi Direktur Kebun Raya menggantikan Reinwardt. Dengan latar belakang pendidikannya di bidang kedokteran, ia memberi perhatian pada masalah tanaman obat.

Blume juga melakukan investigasi tanaman koleksi Kebun Raya kemudian mendata seluruh koleksi Kebun Raya, menamai serta memberinya label identitas. Blume memimpin ‘sLands Plantentuin te Buitenzorg hingga tahun 1826 karena diangkat menjadi Direktur Herbarium Kerajaan di Leiden.

Sepeninggal Blume, tidak ada direktur yang memimpin ‘sLands Plantentuin te Buitenzorg. Baru lah pada tanggal 5 Maret 1831 Johannes Elias Teijsmann ditugaskan dan diangkat sebagai kurator Kebun Raya.

Teijsmann Bersama asistennya Hasskarl menata ulang tumbuhan koleksi Kebun Raya berdasarkan tatanan klasifikasinya, yaitu dikelompokkan berdasarkan sukunya, sesuai dengan sistem klasifikasi seorang botanis Austria, Stephan Endlicher.

Penataan ulang ini dilakukan dari tahun 1837 sampai tahun 1844. Saat Hasskarl kembali ke Belanda, Teijsmann terus mencoba untuk mencari ahli ilmu tumbuh-tumbuhan pengganti Hasskarl.

Ia mengajukan permohonan pada pemerintah untuk mencari ahli botani di Belanda. Atas usulan Dr. F.A.W. Miquel, seorang guru besar universitas di Utrecht, terpilihlah R.H.C.C. Scheffer untuk mengisi kekosongan posisi direktur Kebun Raya. Scheffer diangkat menjadi direktur Kebun Raya pada tanggal 13 Januari 1868.

Pada masa kepemimpinan Scheffer, penelitian di Kebun Raya tidak hanya sebatas bidang botani murni, namun meluas ke arah botani terapan. Scheffer juga berkonsentrasi pada aklimatisasi tumbuhan yang didatangkan dari mancanegara. Scheffer memimpin Kebun Raya selama 12 tahun, pada tahun 1880 ia meninggal karena penyakit liver.

Dr. Melchior Treub menggantikan Scheffer pada tahun 1880. Treub memberi perhatian pada pengembangan penelitian di Kebun Raya, pengelolaan perpustakaan, herbarium, hingga perbaikan taman-taman.

Treub berpendapat kemajuan penelitian diukur dengan banyaknya ilmuwan yang datang untuk melakukan penelitian, memanfaatkan fasilitas penelitian dan menyebarkan kabar tentang kegiatan dan kesempatan ilmiah di Kebun Raya.

Oleh karena itu pada tahun 1884 Treub menginisiasi sebuah Laboratorium Ilmuwan Tamu (Bezoekers Laboratorium) untuk ilmuwan dari luar negeri yang berniat untuk melakukan penelitian di Hindia Belanda. Pada masa kepemimpinan Treub, penelitian di Kebun Raya mengalami kemajuan yang pesat.

Treub memprakarsai berbagai penelitian di Kebun Raya. Pada awal tahun 1909, Treub pensiun dan kembali ke Eropa. Kepemimpinan Kebun Raya dilanjutkan oleh Koningsberger. Ia memimpin Kebun Raya hingga tahun 1918.

Kepemimpinan Kebun Raya selanjutnya dipegang oleh W.M. Docters van Leeuwen (1918 -1932). Pada masa kepemimpinan van Leeuwen, kegiatan penelitian di Kebun Raya mulai kembali memperlihatkan kemajuan.

Namun dengan terjadinya kemerosotan ekonomi kemajuan di bidang ilmu pengetahuan kembali terhambat. K.W. Dammerman, direktur Kebun Raya tahun 1932 – 1939, berusaha untuk mempertahankan posisi Kebun Raya dari krisis yang terjadi pada masa itu.

Dammerman pensiun pada bulan Februari 1939 dan digantikan oleh L.G.M. Baas Becking lalu T. H. van den Honert menjadi pimpinan pelaksana pada tahun 1940 ketika Baas Becking kembali ke Belanda.

Kekuasaan Belanda di Hindia Belanda terganggu oleh invasi Jepang. Jepang yang menjadi sekutu Jerman memulai peperangan dengan Amerika dan para sekutunya, yang dikenal dengan nama Perang Pasifik. Jepang secara mendadak menyerang dan melumpuhkan pangkalan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour.

Pada tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian seluruh wilayah jajahan Belanda berada di bawah kekuasaan Jepang.

Jepang tetap melanjutkan kegiatan lembaga penelitian yang dibangun oleh Belanda. Para ilmuwan Belanda yang tidak menjalani wajib militer tetap dapat melakukan penelitian. Pada masa itu Kebun Raya berada di bawah pimpinan direktur pelaksana, D.F. van Slooten, yang memimpin Kebun Raya dari tahun 1940 hingga tahun 1943.

Saat Jepang menginvasi Indonesia, posisi Direktur Kebun Raya kemudian diambil alih oleh Prof. Takenoshi Nakai. Tidak banyak perubahan yang dilakukan oleh pihak Jepang, hanya penyaduran nama-nama lembaga, seperti Kebun Raya yang diadaptasi ke bahasa Jepang menjadi Shokubutsuen.

Namun kekuasaan Jepang di Indonesia tidak berlangsung lama karena Jepang menyatakan menyerah pada pasukan sekutu Amerika pada bulan Agustus 1945, akibat serangan balasan dari Amerika yang meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki. Perebutan kekuasaan terus terjadi hingga mengakibatkan Agresi Militer Belanda I dan II.

Berbagai perundingan dilakukan antara Pemerintahan Belanda dan Indonesia untuk mengakhiri peperangan dan mendapatkan pengakuan atas kedaulatan Indonesia.

Hingga pada akhirnya berdasarkan hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag, Belanda, pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Belanda harus menyerahkan dan mengakui kedaulatan Indonesia.

Setelah Pemerintah Belanda menyerahkan kepemimpinan pada Pemerintah Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, pemerintah segera mengambil alih lembaga-lembaga negara.

Pada bulan Februari 1950 diterbitkan dekrit untuk menasionalisasi lembaga-lembaga ilmu pengetahuan, termasuk ‘sLands Plantentuin berganti nama menjadi Djawatan Penyelidikan Alam, yang kemudian berganti nama lagi menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LPPA).

LPPA memiliki 6 anak lembaga, dimana Kebun Raya Bogor merupakan salah satu dari anak lembaganya bersama Bibliotheca Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Laboratorium Treub, Museum Zoologicum Bogoriensis dan Laboratorium Penyelidikan Laut.

Direktur pertama LPPA adalah Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, seorang insinyur pertanian lulusan Universitas Wagenigen di Belanda. Sebelum menjabat sebagai kepala LPPA, Ir. Kusnoto merupakan wakil direktur Algemene Proefstation voor den Landbouw, sebuah lembaga pertanian di Bogor.

Ir. Kusnoto diangkat menjadi kepala LPPA pada tahun 1950. Pada tahun 1956, Sudjana Kassan ditunjuk sebagai pimpinan Kebun Raya Bogor. (*/ded)