25 radar bogor

Masalah Pemindahan Perpustakaan Kebun Raya, Kepala-kepala LIPI yang Dulu Dipertanyakan

Masalah Pemindahan Perpustakaan Kebun Raya, Kepala-kepala LIPI yang Dulu Dipertanyakan
Masalah Pemindahan Perpustakaan Kebun Raya, Kepala-kepala LIPI yang Dulu Dipertanyakan

BOGOR-RADAR BOGOR, Direktur Revenue PT Mitra Natura Raya (MNR) perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola Kebun Raya Bogor (KRB), Bayu Sumarjito balik mempertanyakan keberadaan mantan Ketua Kebun Raya Bogor Indonesia yang mempersoalkan pemindahan Perpustakaan di kebun botani yang memiliki luas 87 hektare itu.

Bima Arya: Pengembangan Kebun Raya Bogor Harus Sesuai Prinsip Konservasi

Bayu berpandangan, persoalan pemindahan Perpustakaan itu seharusnya tidak perlu dipersoalkan.

Karena, diklaim sebagai langkah tepat yang dilakukan Badan Riset Nasional (BRIN).

“Kalau soal perpustakaan yang saya tau, mereka (para mantan Ketua Kebun Raya Bogor) itu terlalu terburu-buru dan tidak mengetahui plannya dari BRIN seperti apa. Karena BRIN bahkan menyiapkan sebuah perpustakaan yang jauh lebih bagus dari pada dulu,” kata Bayu.

“Kalo bapak-bapak pernah ke perpustakaan LIPI dulu, saya juga sedih melihatnya. Jadi coba cek fakta-faktanya, coba lihat zoologi, betapa ketinggalan zamannya itu mungkin terakhir dipugar ga tau tahun 1980an dan sangat tertinggal,” sambungnya.

Untuk itu, Bayu Sumarjito mempertanyakan bagaimana Perpustakaan Kebun Raya mau mengunggah anak-anak muda dan orang-orang Indonesia untuk mau memajukan penelitian dan mendapatkan informasi tentang cagar budaya, alam dan konservasi. Apabila penyajian yang diberikan masih terbengkalai.

“Kalau pola penyajiannya (masih seperti dulu) itu masih sangat terbengkalai. Dan mohon maaf kepala-kepala LIPI (Kebun Raya Bogor) yang dulu ada di mana?” tanyanya.

Disinggung mengenai lokasi perpustakaan Kebun Raya yang baru, Bayu Sumarjito mengaku tidak bisa memberitahukan hal tersebut.

Sebab, perpustakaan itu bagian dari aset negara yang akan dikelola oleh BRIN.

“Akan dipersiapkan baru, nanti BRIN yg akan bisa jawab,” ujar pria berkacama tersebut.

Diketahui, rencana komersialisasi Kebun Raya Bogor menuai polemik. Setelah surat terbuka yang dibuat dari mantan petinggi Kebun Raya Bogor (KRB), muncul petisi meminta menyelamatkan kawasan konservasi dan cagar budaya KRB.

Petisi yang muncul di situs change.org dan telah mendapat lebih dari 5 ribu lebih tanda tangan.

Surat terbuka dengan judul ‘Menjaga Marwah Kebun Raya’ digagas mantan kepala Kebun Raya Bogor Indonesia, yang terdiri dari Prof. Dr. Made Sri Prana, Prof. Dr. Usep Soetisna, Dr. Ir. Suhirman, Prof. Dr. Dedy Darnaedi, dan Dr. Irawati.

Mantan pimpinan KRB itu mengkritisi penyelewengan tugas pokok dan fungsi Kebun Raya Bogor. Yang dianggap sudah melenceng jauh dari marwahnya sebagai tempat edukasi dan konservasi.

“Berdasarkan pengamatan kami, dan adanya masukan dan keluhan melalui media sosial dari berbagai lapisan masyarakat, kami merasa berkewajiban untuk meneruskannya kepada pimpinan yang secara struktur erat dengan tata kelola Kebun Raya Indonesia saat ini,” tulis dalam surat terbuka tersebut, Senin (27/9/2021).

Hingga kini, konsep KRB masih mengusung lima tugas dan fungsi penting. Pertama sebagai tempat konservasi tumbuhan; penelitian; pendidikan; wisata Ilmiah, dan terakhir jasa lingkungan.

Ketiga fungsi pertama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dan menjadi acuan bersama seluruh Kebun Raya di dunia (Jackson, P.W, 1999).

Karena itu, berbagai kegiatan dan program yang dikembangkan di Kebun Raya Indonesia selalu berpegang pada kelima Tugas dan Fungsi Kebun Raya tersebut. Yang sekaligus sebagai Marwah Kebun Raya.

Salah satu point dalam surat terbuka itu, keberadaan perpustakaan Kebun Raya dengan berbagai buku tua “antiquarium” merupakan napas penting peneliti, yang sekarang dipindahkan ke gedung lain yang jauh dari Kebun Raya.

Hal ini sangat mungkin mengganggu kegiatan peneliti dan kunjungan mahasiswa, dan peneliti luar yang perlu akses ke buku-buku dan informasi penting Kebun Raya.

“Menjauhkan buku dan sumber informasi dari keseharian peneliti Kebun Raya adalah kebijakan yang tidak mendorong meningkatnya riset, sekaligus menjauhkan munculnya inovasi kreatif para peneliti,” ucapnya.

“Banyak hal lain, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Namun secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan itu kami nilai sudah ke luar dari Tupoksi Kebun Raya, dan semakin jauh dari marwah Kebun Raya,” sambungnya.(ded)

Editor: Rany