
BOGOR-RADAR BOGOR, Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengatur sanksi penyitaan aset penunggak pajak yang tak membayarkan kewajibannya menui protes. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor, Yuno Abeta Lahaya meminta agar mengkaji ulang untuk menerapkan aturan baru terkait penagihan pajak yang ada di wilayahnya.
Salah satunya yakni mengatur terkait sanksi penyitaan aset penunggak pajak yang tidak membayarkan kewajibannya. Yuno menilai, kondisi pandemi Covid-19 saat ini sudah membuat para pelaku usaha kesusahan.
“Saya belum dengar. (Tapi) ya kalau emang gitu berarti itu bentuk ketidakpekaan Pemkot terhadap pelaku usaha,” keluh Yuno, saat dihubungi Radar Bogor, Senin (30/8/2021).
Baca Juga: 8.000 Peserta BPJS Kesehatan Penerima PBI di Kota Bogor Dihapuskan
Menurutnya, jika memang rencana tersebut benar-benar diterapkan maka Pemkot Bogor hanya mengejar target penerimaan pajak saja tanpa memikirkan kesulitan pelaku usaha yang saat ini tengah dihadapi.
Seharusnya, dijelaskan Yuno, Pemkot Bogor juga sebelum mau menerapkan aturan baru mengajak para pelaku usaha untuk duduk bersama membahas persoalan ini.
Karena, imbas pandemi Covid-19 khususnya di tengah penerapan kebijakan PPKM saja, okupansi hotel di Kota Bogor anjlok hingga di bawah 31 persen. “Walaupun sudah mulai naik dari 15,73 persen jadi 31 persen saat ini, tapi tetap angkanya belum ideal, idealnya di angka 60 persen,” imbuh Yuno.
Untuk itu, dilanjutkan dia, solusi yang saat ini tengah dilakukan pihaknya adalah meminta Bapenda Kota Bogor dapat memberikan keringanan terkait pajak bulanan bagi pengusaha hotel. “Kita minta keringanan ke Bapenda seperti pajak bulan kemarin itu tidak disetorkan bulan ini, tapi pertiga bulan ditunda seperti kebijakan tahun lalu,” ucap dia.
“Di PHRI Pusat juga sedang mencoba meminta kelonggaran tagihan listrik dan BPJS, ditunda pembayarannya, atau kalau ada kompensasi beberapa hotel yang pake rekening industri atau bisnis PLN itu paling tidak dihapuskan dulu biaya abudemennya minimalnya,” sambungnya.
Sebab, disambung Yuno, pihaknya melihat kejadian saat ini persis dengan kejadian tahun lalu dan bisa dikatakan lebih berat untuk recovernya seperti tahun kemarin.
“Apalagi, Kementerian Keuangan sudah instruksi ke pemerintah daerah untuk refocusing anggaran yang salah satunya terkait anggaran perjalanan dinas dan meeting. Makanya kita khawatir disitu sebab Kota Bogor 60-70 persen isinya dari meeting kementerian dan lembaga,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemkot Bogor tengah merancang aturan terkait penagihan pajak. Salah satunya yakni mengatur terkait sanksi penyitaan aset penunggak pajak yang tak membayarkan kewajibannya.
Kabid Penagihan Dan Pengendalian di Bapenda Kota Bogor, Anang Yusuf mengatakan, jumlah wajib pajak yang tak patuh cukup banyak. Selain itu, usulan tersebut disampaikan pihaknya lantaran penagihan pajak belum maksimal hingga saat ini.
Apalagi, selama penarikan pajak yang dilakukan, tak ada penerapan sanksi yang bisa dikenakan sehingga para wajib pajak mau membayarkan kewajibannya.
“Kita coba rancang regulasinya terlebih dulu. Sekarang ini kita ketika menagih kan belum bisa apa-apa, hanya bisa memberikan sanksi sosial berupa pemasangan plang (pemberitahuan belum membayar pajak),” kata Anang Yusuf, Minggu (29/8/2021).
Dengan begitu, Pemkot Bogor dapat memaksimalkan pendapatan pajak, termasuk wajib pajak yang saat ini masih terdaftar memiliki piutang kepada negara. “Kita saat ini kan berharap bisa mengambil tagihan itu, kalau mereka tidak punya uang disita asetnya,” sambungnya.
Dijelaskannya, aset yang dimaksud adalah barang berharga wajib pajak yang mereka miliki. Baik itu berupa kendaraan, sertifikat atau barang berharga lainnya yang senilai dengan piutang mereka. “Bisa mobil atau barang berharga lain yang senilai dengan piutang itu,” ucap dia.(ded)