25 radar bogor

Upaya Vaksinasi Covid-19 di Perkampungan Baduy, Antisipasi dengan Air Jahe-Gula Merah

PEGANG KUAT ADAT ISTIADAT: Seorang wanita Baduy berjalan melewati rumah adat masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Lebak, Kamis (19/8).
PEGANG KUAT ADAT ISTIADAT: Seorang wanita Baduy berjalan melewati rumah adat masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Lebak, Kamis (19/8).

RADAR BOGOR – Hoaks bahwa vaksin berbahaya menjadi salah satu penyebab banyaknya warga Baduy yang menolak divaksin. Padahal, untuk imunisasi anak-anak, tak pernah ada kendala.

Vaksin Sinovac di tempat pendingin yang mirip stoples itu tak kunjung dikeluarkan. Sampai siang itu, hanya lima orang yang dapat divaksin.

Itu pun semuanya masyarakat non-Urang Kanekes atau yang selama ini dikenal sebagai suku Baduy. Tapi, tim vaksinator dari Puskesmas Cisimeut, Kabupaten Lebak, Banten, tak putus asa.

Jumat keesokan harinya (20/8) mereka balik ke Desa Kanekes yang wilayahnya terdiri atas Baduy Luar dan Baduy Dalam. Selama pandemi Covid-19, Baduy Dalam benar-benar tertutup bagi warga non-Kanekes.

Kali ini tim tak hanya duduk di rumah Kepala Desa Jaro Saija. Mereka juga masuk ke perkampungan. Jaraknya sekitar 2 km dari rumah Jaro.

Jalan yang dilalui tidak mulus. Jalan setapak yang masih tanah mereka susuri. Puluhan anak tangga membantu mereka ketika melewati jalan tanah yang menanjak.

Vaksinator laki-laki bertugas membawa cooler, sedangkan yang perempuan menenteng dokumen. Mereka masih berseragam kuning.

Tidak jauh beda dengan sebelumnya, cooler hanya dibuka sekali. Sebab, ada dua orang yang mendatangi untuk minta vaksin Covid-19. Sementara warga yang didatangi memilih menutup pintu rumah.

Jika ada yang tak bisa menghindar atau tertangkap basah mengintip tenaga kesehatan Puskesmas Cisimeut, mereka memilih untuk mendengarkan sebentar. Tapi, kemudian tetap menolak vaksin.

Sampai Jumat lalu itu, hanya belasan warga Kanekes yang sudah divaksin. Ketua Tim Vaksinator Puskesmas Cisimeut Bidan Siti Solohat hanya tersenyum getir saat ditanya soal penolakan tersebut. Menurut dia, risiko itu sudah diperhitungkan sebelum tim mengunjungi Kanekes.

Sejak awal vaksinasi ada di puskesmas tersebut, tidak ada masyarakat Baduy yang datang. ”Juli lalu mau ada vaksinasi, tapi batal juga,” katanya kepada Jawa Pos.

Dalam dua hari kunjungan ke Baduy, sebenarnya tim vaksinator hanya menargetkan 60 orang per hari. Meski dari awal tahu masyarakat Kanekes enggan divaksin, mereka tetap mencoba.

Sosialisasi juga tak henti dilakukan. Salah satunya mengganti kata vaksinasi dengan disuntik kesehatan. Vaksinator menyamakan vaksinasi itu seperti saat pemberian imunisasi rutin kepada anak-anak.

Untuk imunisasi kepada anak, Urang Kanekes tidak menolak. Mereka rutin datang bersama buah hati ke puskesmas.

Kepala Puskesmas Cisimeut dr Maytri Nurmaningsih menuturkan bahwa vaksinator tidak bisa memaksa masyarakat untuk divaksin. Masalah lainnya adalah tidak semua masyarakat Kanekes memiliki KTP.

AJAKAN VAKSINASI: Tenaga vaksinator Puskesmas Cisimeut saat mendatangi permukiman warga Baduy di Desa Ciboleger, Lebak, Jumat (20/8).

”Padahal, KTP ini diperlukan untuk kami lapor ke pusat data,” ungkapnya kepada Jawa Pos.

Untuk urusan KTP, sebelumnya Kementerian Kesehatan mengumumkan bahwa warga yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK) tetap dapat divaksin Covid-19. Itu bertujuan untuk mempercepat ketercapaian cakupan vaksinasi.

Dengan adanya surat edaran nomor HK.02.02/III/154242/221 itu, diharapkan dinas kesehatan provinsi atau kabupaten/kota dapat berkoordinasi dengan perangkat yang berwenang dalam urusan data kependudukan ketika akan melaksanakan vaksinasi. ”Kalau semua diserahkan ke puskesmas, ya tidak bisa. Tugas kami banyak, sementara orangnya sedikit,” ucap Maytri.

Bukan hanya vaksinasi, masyarakat Kanekes juga enggan dites. Padahal, sebelumnya ditemukan dua orang positif Covid-19 pada Juli lalu.

Dua kasus itu ditemukan ketika ada ibu melahirkan yang periksa ke puskesmas dan menunjukkan gejala. Awalnya mereka juga menolak dites. Seminggu berselang, kondisi keduanya masih sama.

Petugas Puskesmas Cisimeut kemudian melakukan PCR dan terbukti dua ibu hamil itu positif Covid-19. ”Kondisinya seperti flu. Tidak ada perburukan,” ungkap Maytri.

Namun, tracing tidak dapat dilakukan lagi. Sebab, terjadi penolakan.

Sejauh ini, masyarakat Kanekes menolak karena ada informasi palsu yang beredar bahwa vaksin Covid-19 berbahaya. Hoaks yang telanjur menyebar itu membuat mereka takut. Meski perangkat desanya sudah divaksin, masyarakat lebih mengandalkan ramuan yang dimiliki.

Jaro Saija yang ditemui di rumahnya mengatakan tak bisa memaksa warganya untuk mau divaksin. Dia sebenarnya telah mengajak, tapi tetap banyak yang menolak.

Salah satu alasannya adalah hoaks bahwa vaksinasi bisa mengakibatkan orang meninggal. Warganya memilih mengantisipasi Covid-19 dengan air dan 20 ramuan tradisional. Di antaranya, air jahe dan air gula merah. Sebelum pandemi, sebenarnya warga juga rutin mengonsumsi minuman tersebut.

Jawa Pos sempat menanyakan alasan warga Baduy enggan divaksin Covid-19. Arif, warga Marengo, salah satu kampung di Kanekes, mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada yang menderita Covid-19. Karena itu, dia merasa tidak perlu melakukannya.

Naik turun bukit dan hidup yang sehat, menurut dia, sudah bisa menangkal masuknya virus itu. ”Kami juga jarang ketemu orang,” ujarnya.

Risikonya, Arif tidak bisa menikmati fasilitas publik. Dia yang memiliki pekerjaan distribusi barang khas Kanekes tidak bisa bepergian dengan menggunakan KRL. Karena itu, saat mengantarkan dagangan, dia harus naik kendaraan pribadi. Ongkosnya tentu lebih mahal. ”Kalau mau ke Cakung, saya sewa mobil. Berangkat pagi, lalu pulang malam,” ceritanya.

Ayu, warga lainnya, yang berjualan makanan di Terminal Cibolegar, Luewidamar, Lebak, juga belum pernah mendapatkan vaksin Covid-19. ”Kami minum jamu saja,” ujarnya.

Meski demikian, dia memercayai adanya Covid-19. Namun, dia menambahkan, Covid-19 hanya terjadi di kota besar. Di kampungnya masih aman.

Selain soal vaksinasi, 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) juga tidak dilakukan. Saat Jawa Pos tiba, yang terlihat memakai masker hanya pelayan minimarket nirlaba. Juga patung anak-anak di terminal.

Pengunjung mulai banyak menjelang akhir pekan. Momen seperti itulah yang membuat dokter Maytri khawatir. Karena itu, dia berharap pengunjung yang datang mematuhi protokol kesehatan. ”Tolong bantu kami untuk menyukseskan vaksinasi Covid-19,” katanya. (*/c19/ttg)