25 radar bogor

Vaksinasi Kini Terkoneksi Database Kependudukan

Antusias warga menerima vaksinasi dosis kedua di Pakansari, Cibinong. Pemkab Bogor menerima kembali vaksin COVID-19 dari pemerintah pusat sebanyak 99.625 vial. Foto Hendi/Radar Bogor
Ilustrasi Vaksinasi

RADAR BOGOR – Pemerintah kini mengikutsertakan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dalam program vaksinasi.

Hal itu dilakukan setelah muncul kasus indikasi penyalahgunaan nomor induk kependudukan (NIK) warga demi mendapatkan akses vaksinasi.

Kasus NIK itu muncul di beberapa tempat. Di Bekasi, misalnya, seorang warga bernama Wasit Ridwan mengalami masalah saat hendak mengikuti vaksinasi.

Sebab, NIK yang bersangkutan sudah digunakan warga negara asing (WNA) yang menetap di Indonesia. Karena itu, statusnya dianggap sudah menjalani vaksinasi. Kasus serupa dialami warga Jakarta Selatan.

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya sudah menggelar rapat koordinasi dengan berbagai stakeholder.

Yakni, Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, BPJS Kesehatan, serta Telkom. Pihaknya tidak ingin kasus yang sama terulang. Hasil koordinasi menyepakati dukcapil akan dilibatkan. ”Kita semua sepakat data vaksinasi harus bersumber dari NIK dukcapil,” ujarnya kemarin (4/8).

Sebelumnya, sejak program vaksinasi dilaksanakan awal 2021, dukcapil tidak dilibatkan. Karena itu, data warga yang menjalani vaksinasi tidak tersambung dengan sistem kependudukan untuk mengecek validitasnya.

Namun, mulai akhir pekan nanti, database dukcapil akan tersambung. Rencananya, Jumat besok (6/8) dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan PeduliLindungi Kominfo, P-Care Kemenkes, dan BPJS Kesehatan. ”Untuk integrasi data dengan NIK dukcapil,” imbuhnya.

Dengan mekanisme tersebut, penyalahgunaan bisa diminimalkan. Sebab, database dukcapil dapat mendeteksi identitas seperti wajah dan sidik jari.

Terkait dengan kasus di Bekasi, Zudan menyebut telah dilakukan pengecekan. Hasilnya, NIK benar milik warga bernama Wasit Ridwan. Soal WNA yang menggunakan NIK yang sama, dia menyebut sedang ditangani Kemenkes. ”Kemenkes nanti yang melacak penyalahgunaan NIK tersebut di tempat vaksinasi,” tuturnya.

Namun, Zudan menduga kesalahan itu belum tentu penyalahgunaan. Sebab, setelah dicek, NIK Wasit Ridwan dengan WNA memang mirip dan hanya berbeda satu angka. ”Bisa jadi salah ketik juga petugasnya,” kata dia.

Zudan menegaskan, WNA yang memiliki NIK bukan hal baru. Selama memenuhi syarat tinggal yang diatur dalam UU Adminduk, WNA dapat memiliki NIK dan KTP sebatas untuk keperluan administrasi.

Terpisah, pengamat kebijakan dan pelayanan publik Universitas Indonesia Lina Miftahul Jannah mengatakan, kasus penyalahgunaan selalu terbuka dalam setiap pelaksanaan kebijakan.

Dalam konteks data vaksinasi, Lina mempertanyakan alasan dukcapil baru dilibatkan setelah sekian lama program berjalan. ”Saya bingung setelah hampir satu tahun baru dilakukan (pelibatan dukcapil) pasca kejadian ini,” imbuhnya.

Padahal, selama ini pemerintah kerap menyampaikan komitmen penggunaan sistem pemerintahan berbasis elektronik. ”Satu data harusnya dari awal sudah melakukan itu.

Jadi, bukan lagi ini bidang kesehatan, ini bidang keamanan. Harusnya bicara koordinasi,” tuturnya.

Selain itu, dia meminta pemerintah untuk membangun sistem yang baik di lapangan. Terkait dengan penggunaan NIK, misalnya, validitasnya harus dipantau secara serius.

”Betulkah NIK yang digunakan sesuai KTP. Artinya, bener gak pelaksana di lapangan dilakukan dengan detail,” ungkapnya. (far/c19/bay)