25 radar bogor

Rancang dan Pinjamkan secara Gratis Alat Penghasil Oksigen

Pembuat Oxymaker Hendra Setiawan menjukkan fungsi dan cara penggunaan Oxymaker di tokonya, Cimahi, Jawa Barat, Kamis (22/07/2021).--Foto: Imam Husein/Jawa Pos
PEDULI : Pembuat Oxymaker, Hendra Setiawan menunjukkan fungsi dan cara penggunaan Oxymaker di tokonya, Cimahi, Kamis (22/07/2021).–Foto: Imam Husein/Jawa Pos

BERBEKAL keahliannya sebagai praktisi tata udara, Hendra Setiawan menciptakan alat penghasil oksigen sederhana yang membantu banyak orang. ’’Oksigen ini kan dari Allah, masak saya dagangkan,” katanya.

 

Laporan : ZALZILATUL HIKMIA, Cimahi, Jawa Pos

 

HENDRA Setiawan kaget. Ada puluhan manusia mengular di sepanjang Jalan Amir Machmud, Cimahi.

Esoknya pun antrean di salah satu ruas jalan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tersebut masih sama. Tak berubah sampai Hendra pulang kantor.

Dia pun tergelitik untuk mencari tahu sumber antrean panjang pada awal bulan ini yang bertahan hingga sekitar dua pekan tersebut. ”Ternyata dari toko alat medis. Mereka mengantre untuk bisa mendapatkan oksigen,” ujarnya saat ditemui Jawa Pos di kantor PT Sinverho Energi Indonesia, Cimahi, Kamis pekan lalu (22/7).

Hatinya teriris. Pasalnya, sebagai praktisi tata udara di bidang air conditioning, oksigen justru dipergunakannya untuk las pipa dan lainnya. Belum lagi, mereka yang antre sejak pagi baru bisa mendapatkan oksigen sore.

”Saya pikir, kok miris sekali. Bisa dibayangkan berapa nyawa yang tidak tertolong akibat tak dapat asupan oksigen,” ungkap ketua Asosiasi Pendingin dan Tata Udara (Apitu) Jawa Barat itu.

Persoalan lainnya, di Cimahi ketika itu belum terdengar adanya pergerakan distribusi oksigen ke akar rumput. Sementara di bawah, permintaan begitu tinggi.

Alumnus Universitas Jenderal Achmad Yani itu segera putar otak untuk bisa memecah kebuntuan tersebut. Dia teringat alat oxymaker gen I yang ada di mobilnya.

Hendra meyakini, alat tersebut bisa dimodifikasi untuk menghasilkan oksigen yang tengah dibutuhkan masyarakat. ”Oxymaker gen I saya sudah produksi enam bulan lalu, tapi saya ambil hidrogennya. Oksigennya dibuang,” jelas head director di PT Sinverho Energi Indonesia tersebut.

Berbekal ilmu yang dimiliki, Hendra pun berhasil memodifikasi alat tersebut. Kerja alat diubah sehingga oksigen tak lagi dibuang, tapi disaring dan dihasilkan.

Alat itu pun, kata Hendra, sudah pernah digunakan anggota keluarga yang mengalami sesak napas. Syukur, bukan karena Covid-19.

Kendati begitu, dia belum berani meminjamkan alat tersebut kepada pihak lain karena dihasilkan dari proses kimia.

Secara sederhana, oksigen itu dihasilkan dari pemecahan molekul udara. Dia menggunakan lempengan stainless, yang katup anoda katodanya diberi arus DC untuk memecah molekul tersebut. Hingga akhirnya di katup positif dapat dihasilkan oksigen. Sementara, di negatif hidrogen. ’’Ada proses elektrolis,” paparnya.

Sadar ada risiko tersebut, dia pun berupaya untuk segera melakukan pembenahan. Selain itu, dengan gen I, pemecahan molekul butuh banyak tahapan dan waktu. Sementara di lapangan butuh cepat dalam penggunaan.

Menggunakan bahan yang sudah tersedia, seperti pipa AC, katup pneumatik, filter zeolit, hingga hepa filter, Hendra berhasil menciptakan oxymaker gen II.

Alat itu dinilainya lebih aman karena cara kerjanya dilakukan secara filtrasi. Selain itu, alat tersebut bisa digunakan beberapa orang. Beda dengan tabung oksigen yang hanya bisa dipakai satu orang.

”Jadi, oksigen di udara yang 21 persen itu saya saring untuk dikumpulkan dalam jumlah banyak. Lalu, hidrogennya saya buang,” tuturnya.

Dia mengakui, dalam proses penyempurnaan itu, dirinya benar-benar harus berkejaran dengan waktu. Belum lagi ketika purity oksigen dan zeolit tak tersedia di beberapa toko.

Akhirnya dia memutuskan membeli dari luar negeri. Padahal, harga sudah melambung tinggi. Itu yang membuatnya sempat kalang kabut. ”Kemarin kurang lebih habis Rp 7,5 juta,” ujarnya.

Semua dari kantong pribadinya. Meski begitu, tak ada niatan sedikit pun menarik biaya untuk peminjaman alat tersebut. Masyarakat cukup meninggalkan kartu tanda penduduk (KTP) untuk dapat menggunakannya.

Bahkan, untuk biaya antar alat pun, bapak dua anak itu pula yang menanggung. ”Gak papa, masyarakat juga sedang survive. Lagian oksigen ini kan dari Allah, masak saya dagangkan,” tuturnya.

Bagi warga sekitar yang membutuhkan oksigen, alat ciptaan Hendra dinilai cukup membantu. Alat itu mampu menghasilkan oksigen dengan kadar lebih dari 25 persen dan dapat dijadikan sebagai pertolongan pertama.

Kabar tersebut pun akhirnya menyebar. Nyaris setiap hari, puluhan chat masuk ke ponselnya.

Awalnya dia kaget karena tak mengira respons masyarakat bakal setinggi itu. Namun, dia menjawab satu per satu dengan telaten sesuai kondisi sebenarnya.

Meski, diakuinya agak susah memilih mana yang harus didahulukan. Sebab, semua pesan yang masuk menyebutkan kondisi mereka gawat. Sampai kemudian dia putuskan bila ada yang posisinya lebih dekat, itu yang akan dipinjami terlebih dahulu.

”Rata-rata isoman. Pernah ada yang datang, pasien saturasi 34. Bibirnya udah item,” kenangnya.

Hendra sempat kaget saat tahu. Langsung saja dia pinjamkan alat miliknya. ”Alhamdulillah, saturasi naik 54,” sambungnya. Meski, sedihnya, setelah beberapa hari dia mendapat kabar bahwa yang bersangkutan meninggal dunia karena memang ada komplikasi.

Bukan hanya itu, Hendra pernah nekat menembus zona hitam. Ada satu keluarga terinfeksi Covid-19 seluruhnya. Sementara itu, kondisi sang kepala keluarga sudah terbaring tak berdaya dengan saturasi oksigen dalam darah 60.

Karena tak ada yang bisa datang mengambil alat, dia terpaksa nekat mengantarkan alat itu sendiri. ”Gak tega, Mbak. Itu pasti sudah sesak,” katanya.

Menggunakan APD (alat pelindung diri) lengkap, dia berangkat ke daerah Cimahi Tengah. Sampai di sana, dia hanya jadi bahan tontonan warga sekitar.

Tak ada yang berani mendekat untuk membantu. Bahkan ketika ada yang berjalan menghampiri, langsung diteriaki agar membiarkan sang petugas saja yang bekerja. Padahal, Hendra bukan petugas kesehatan.

”Saya bilang. Saya bukan petugas. Minta tolong dibantuin ngangkat saja sampai depan rumah karena sangat berat. Nanti saya masuk sendiri,” ungkapnya.

Setelahnya, dia benar-benar masuk ke rumah. Menjelaskan cara kerja oxymaker gen II hingga memakaikan alat ke sang kepala keluarga. ”Waktu itu bener-bener bismilllah, lillah saja,” kenang pengurus HIPMI BPC Cimahi itu.

Ketika pulang, dia pun membuat pengakuan kepada sang istri, Priska Amalia Sandi. Dia mengatakan bahwa mereka tak bisa seruangan terlebih dahulu karena dirinya baru saja mengantarkan alat untuk keluarga isoman.

Priska langsung kaget. Dia mengiyakan meski semalaman dia menangis karena mengkhawatirkan sang suami. Belum lagi, risiko carrier yang memungkinkan menularkan kepada orang lain. Terutama, kedua anaknya. Dari situ, Hendra lebih berhati-hati dan membatasi diri. Semua peminjaman alat diantar dengan menggunakan kendaraan online.

”Tapi, dia mendukung penuh apa yang saya lakukan,” tegasnya.

Rencananya, Hendra kembali memproduksi satu alat oxymaker lagi. Mengingat, pandemi Covid-19 belum tahu kapan berakhir. ’’Banyak masyarakat yang membutuhkan alat ini,” katanya. (*/c7/ttg)