25 radar bogor

Peringati Tragedi Kudatuli, Sekjen PDI Perjuangan Ingatkan Demokrasi yang Dibungkam

Jajaran PDIP melakukan upacara secara virtual, memperingati Tragedi 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai Kudatuli. (istimewa)
Jajaran PDIP melakukan upacara secara virtual, memperingati Tragedi 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai Kudatuli. (istimewa)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri bersama seluruh jajaran partainya dari tingkat pusat hingga ranting, melakukan upacara secara virtual, memperingati Tragedi 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai Kudatuli.

Kali ini, mayoritas peserta acara tersebut mengenakan baju serba hitam. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mengingatkan seluruh kadernya untuk merenungi tragedi kudatuli yang memakan korban jiwa ratusan orang itu. Bahwa untuk memperjuangkan keadilan butuh pengorbanan yang sangat berat.

Acara renungan Tragedi Kudatuli itu diselenggarakan secara virtual. Dari Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat, hadir Sekjen Hasto Kristiyanto, Wasekjen Sadarestuwati, serta dua Ketua DPP, yakni Eriko Sotarduga dan Djarot Saiful Hidayat.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hadir secara virtual dari kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Elite partai berlambang banteng moncong putih juga hadir virtual, di antaranya Prananda Prabowo, Puan Maharani, Olly Dondokambey, Rudianto Tjen, Utut Adianto, Komaruddin Watubun, Ahmad Basarah, dan Mindo Sianipar.

Ada juga Wiryanti Sukamdani, Nusyirwan Sudjono, Made Urip, Bambang Wuryanto, Rokhmin Dahuri, Sri Rahayu, Said Abdullah, dan Ribka Tjiptaning. Kader dan pengurus daerah PDIP dari seluruh Indonesia turut mengikuti acara secara daring.

Hasto mengatakan, PDIP berakar sejak Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Bung Karno pada tahun 1927. Partai yang mengadopsi gagasan, ide, dan pemikiran Bung Karno itu juga pernah diluluhlantakkan saat rezim Orde Baru.

Partai yang masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI), pada 27 Juli 1996, mendapat tekanan. “Kantor DPP ini menjadi saksi bagaimana demokrasi mencoba dibungkam oleh kekuasaan,” kata Hasto.

Hasto juga menjelaskan, di Kantor DPP ini, mimbar demokrasi dibangun untuk menyuarakan perjuangan demi menegakan demokrasi bersama dengan Megawati Soekarnoputri. Namun, kantornya itu diserang.

“Kita tahu begitu banyak korban atas peristiwa tersebut dan ini menjadi menjadi momentum demokrasi yang sangat penting di dalam rekam jejak demokrasi Indonesia,” katanya.

“Karena itulah, pada hari ini, kami memperingati Peristiwa Kudatuli tersebut secara khusus, sekaligus oleh Ibu Megawati Soekarnoputri kami diminta untuk mengkhidmati, untuk merenungkan agar seluruh spirit perjuangan membawa kemajuan bagi Indonesia Raya yang telah diperjuangkan tidak mudah, penuh pengorbanan khususnya oleh Bung Karno dapat terus kami lanjutkan,” tambahnya.

Politikus asal Yogyakarta itu juga menyampaikan keinginan Megawati agar dibangun Monumen 27 Juli di Kantor DPP PDIP sebagai pengingat bahwa kekuatan partai itu berasal rakyat itu sendiri. Monumen juga ditujukan agar setiap kader PDIP tidak lupa sejarah Tragedi Kudatuli.

Dalam acara ini, para kader juga diminta merenung dan mendoakan para korban.
“Tidak hanya mendoakan arwah korban 27 Juli, tetapi juga bagi kemajuan bangsa Indonesia, agar seluruh perjuangan para pahlawan tersebut tidak sia-sia,” jelasnya.

Doa lalu dipanjatkan yang dipimpin oleh Ketua DPP PDIP Hamka Haq, yang juga Ketua Umum DPP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi).

Sumber: JawaPos.Com
Editor: Alpin