25 radar bogor

Perpanjangan PPKM Hari Ini Berakhir, Kasus Positif Masih di Atas 40 Ribu

Penyekatan di Kota Bogor masih tetap berlangsung. Salah satunya di Simpang Salabenda, Kamis (15/7). Imam/Radar Bogor
Petugas memeriksa pengendara dari luar kota. Imam/Radar Bogor

RADAR BOGOR – Masa perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hari ini berakhir. Jika perkembangan kasus Covid-19 dinilai membaik, pelonggaran PPKM diberlakukan mulai besok (26/7).

Namun, hingga kemarin belum ada patokan yang jelas tentang membaiknya kondisi pandemi ini. Sempat disebut angka ideal adalah kasus yang turun di bawah 10 ribu per hari. Namun, hal itu sulit terwujud karena sampai kemarin (24/7) pertambahan kasus positif masih berada di angka yang stabil tinggi selama tiga hari terakhir, yakni lebih dari 40 ribuan per hari.

Kemarin Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan 45.416 kasus positif baru. Dengan rating pertumbuhan kasus setinggi itu, sangat sulit mengatakan bahwa situasi sudah membaik.

Kemudian, dari segi tingkat kepositifan atau positivity rate, jika memakai standar WHO, tingkat kepositifan harus ditekan sampai setara atau di bawah 5 persen.

Sampai kemarin, jumlah testing per hari Indonesia masih berjibaku di angka 150 ribu–200 ribu orang per hari dengan tingkat kepositifan yang masih cukup tinggi, yakni 25,24 persen.

Memang angka tersebut lebih baik daripada beberapa hari lalu yang sempat tercatat lebih dari 30 persen.

Namun, tetap saja angka itu lima kali lebih besar daripada standar WHO tersebut. Beberapa ahli menyampaikan bahwa minimal testing harus mencapai 300, bahkan 400 ribuan orang per hari, agar para pengidap Covid-19 bisa segera ditemukan, diisolasi, dan diobati untuk mengerem laju transmisi.

Dari segi vaksinasi, Indonesia belum mampu memenuhi target 1 juta orang tervaksin per hari seperti yang diperintahkan presiden sebelumnya.

Bahkan, beberapa hari terakhir, jumlah vaksinasi drop lagi ke angka 600 ribu–800 ribu orang per hari. Padahal, Agustus yang menjadi bulan vaksinasi bisa 2 juta per hari semakin dekat. Hingga kemarin, pemerintah belum memberikan komentar tentang kelanjutan PPKM. Apakah diperpanjang lagi atau dilonggarkan.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandara Yoga Aditama mengatakan, pemerintah sebenarnya bisa mengambil beberapa langkah kompromi dalam hal pelonggaran PPKM.

Yoga menyatakan, perlu dipertimbangkan secara matang dampak pelonggaran jika kondisi pandemi belum membaik. Setidaknya ada tiga risiko.

Pertama, ada kemungkinan pasien meninggal bertambah. Kemudian, beban rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) bakal semakin berat.

Ketiga, kasus yang naik pada akhirnya akan tetap berdampak terhadap roda ekonomi.

”Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi, lalu situasi epidemiologi memburuk, maka dampak ekonominya malah bukan tidak mungkin jadi lebih berat lagi,” kata Yoga.

Namun, beberapa penyesuaian bisa saja dilakukan. Misalnya, sektor formal yang karyawannya menerima gaji bulanan tetap diminta bekerja dari rumah dulu selama dua minggu ke depan.

Sementara itu, sektor informal seperti pedagang kecil, UMKM, buruh, dan pekerja harian bisa mulai dilonggarkan.

”Asal dijaga jangan ada yang kontak dekat langsung dengan pelanggan atau menimbulkan kerumunan,” jelasnya.

Selain itu, sangat penting memberikan bantuan sosial pada sektor yang paling terdampak pandemi. Pemerintah juga bisa mencari penyesuaian-penyesuaian lain yang tidak mengorbankan sisi pengendalian pandemi.

Yoga mengingatkan bahwa angka kematian terus tinggi dan bahkan meningkat. Sudah lebih dari 1.500 orang sehari dengan PPKM sekarang ini. Tentu perlu diantisipasi kemungkinan kenaikan angka kematian lagi kalau PPKM dilonggarkan.

Selain itu, dia menyebut angka kepositifan dalam beberapa hari terakhir masih sekitar 25 persen. Bahkan, jika berdasar PCR, angkanya bisa lebih dari 40 persen.

”Kita juga berhadapan dengan varian Delta yang angka reproduksinya dapat sampai 5,0–8,0. Artinya, potensi penularan di masyarakat masih amat tinggi sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan,” ucapnya. (tau/syn/c19/oni)