25 radar bogor

Efektivitas DKPP Mulai Dipertanyakan

Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi
Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Yusfitriadi

RADAR BOGOR – Keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mulai dipertanyakan. Sebab, sejumlah putusannya dibatalkan setelah kalah di pengadilan tata usaha negara (PTUN). Hal itu dinilai sebagai preseden buruk penegakan etik bagi penyelenggara pemilu.

Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti mengatakan, tidak mudah mendudukkan posisi DKPP saat ini. ”Apakah DKPP dipertahankan atau tidak?,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ”DKPP di Ujung Tanduk?” yang digelar secara virtual, Minggu (18/7).

Menurut Ray, DKPP menangani pelanggaran etik, bukan pidana. Misalnya, ketika ada anggota KPU bertemu salah satu pasangan calon (paslon), dari sisi hukum dia tidak melanggar. Tapi, dari sisi etik hal itu bermasalah. Jadi, DKPP dibentuk demi menegakkan etik penyelenggara pemilu.

Namun, terang Ray, yang menjadi persoalan sekarang adalah putusan DKPP tidak efektif. Banyak putusan lembaga tersebut yang dipersoalkan dan dibawa ke pengadilan. Substansi putusan DKPP digugat ke PTUN. Hasilnya, ada sejumlah gugatan yang diterima sehingga putusan yang dikeluarkan DKPP tidak berlaku. ”Itu yang saya maksud tidak efektif,” ucap dia.

Sebenarnya yang digugat ke PTUN bukan putusan DKPP secara langsung, melainkan SK presiden atau SK KPU RI. Namun, landasan dua SK itu adalah putusan DKPP, yang merekomendasikan pemecatan. Misalnya putusan DKPP yang memberhentikan Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik.

Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan keppres pemberhentian Evi. Setelah itu Evi menggugat keppres tersebut ke PTUN. Hasilnya, keppres dibatalkan dan Evi kembali menjadi komisioner KPU.

Selain itu, ada empat komisioner KPU Provinsi Papua yang dipecat DKPP. KPU RI menerbitkan surat pemberhentian. Mereka pun mengajukan gugatan surat KPU RI ke PTUN.

Hasilnya, gugatan mereka dikabulkan. Tiga orang dari mereka dilantik kembali jadi komisioner KPU daerah, sedangkan satu orang lainnya tidak melanjutkan gugatan sehingga tidak dilantik kembali.

Menurut Ray, fenomena gugatan itu akan makin menjadi tren. Putusan DKPP pun tidak jelas maknanya. Padahal, dalam UU Pemilu disebutkan, putusan DKPP final dan mengikat. ”Karena akan menjadi tren, kami mempertanyakan apa alasan yang cukup kuat untuk mempertahankan DKPP,” ucapnya.

Direktur DEEP Indonesia, Yusfitriadi menambahkan, dengan banyaknya substansi putusan DKPP yang digugat, akhirnya muncul anggapan bahwa DKPP tidak ada gunanya.

Sebab, kata dia, putusannya tidak ada yang final dan mengikat. Menurut dia, hal itu akan menjadi preseden yang bakal diikuti kasus berikutnya. Sebab, masih akan ada pilkada dan pemilu selanjutnya. ”Kalau itu terus terjadi, akan makin mempertegas ambiguitas DKPP,” tuturnya.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menyatakan, nasib DKPP juga berhubungan dengan KPU dan Bawaslu RI. Sebab, dua lembaga itu merupakan ex officio DKPP. Jadi, KPU dan Bawaslu bagian dari DKPP.

Dia menganjurkan KPU dan Bawaslu memberikan masukan kepada DKPP. ”Jangan malu-malu, jujur saja demi perbaikan ke depan. Jangan merasa enggan memberikan masukan. Jangan diam kalau masih ada problem,” cetus dia.

Sebelumnya DKPP menegaskan, tidak ada upaya hukum setelah adanya putusan etik. Ketua DKPP Muhammad dalam beberapa kesempatan menandaskan bahwa putusan lembaganya bersifat final dan mengikat. (lum/c9/bay)

 

Putusan DKPP yang Dibatalkan

  1. Pemecatan Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik

 

Kronologi Kasus:

– Evi dipecat DKPP karena dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, terkait kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Pemilu 2019.

– Presiden Joko Widodo mengeluarkan keppres pemecatan Evi.

– Evi mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.

– Gugatannya dikabulkan, Evi kembali menjadi komisioner KPU RI.

 

  1. Pemecatan Empat Komisioner KPU Provinsi Papua

Kronologi Kasus:

– DKPP memecat empat komisioner KPU Provinsi Papua, yakni Theodorus Kossay, Zufri Abubakar, Fransiskus Antonius Letsoin, dan Melkianus Kambu, terkait kasus penetapan paslon pilkada Boven Digoel.

– KPU RI mengeluarkan surat pemecatan empat orang itu.

– Mereka menggugat surat KPU RI ke PTUN Jakarta.  

– Zufri Abubakar, salah seorang penggugat, mencabut gugatannya.

– Gugatan dikabulkan PTUN Jakarta.

– Theodorus Kossay, Fransiskus Antonius Letsoin, dan Melkianus Kambu dilantik kembali menjadi anggota KPU Provinsi Papua.

** Diolah dari berbagai sumber