25 radar bogor

Baru Sebatas Uji In Vitro, Ivermectin Obat Cacing

ILUSTRASI: Ivermectin (REUTERS)

RADAR BOGOR – Di tengah kasus Covid-19 yang semakin menanjak, publik dihebohkan dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa Ivermectin digunakan sebagai terapi pasien Covid-19. Padahal ivermectin adalah obat cacing dan belum pernah menjalani uji klinis untuk pasien Covid-19 di tanah air.

Guru besar farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati mengatakan Ivermectin adalah obat generik. ’’Ini obat lama. Tahun 1975 ditemukan oleh orang Jepang. Digunakan sebagai obat antiparasit mulai 1981,’’ katanya kemarin.

Zullies mengatakan Ivermectin ramai disebut sebagai obat Covid-19 setelah keluar publikasi dari tim peneliti di Australia awal 2021 lalu.

Perempuan yang menjabat sebagai Ketua Program S3 Ilmu Farmasi UGM itu menjelaskan penelitian yang dilakukan di Australia itu baru sebatas pengujian in vitro.

Pengujian in vitro adalah pengujian obat yang dilakukan di luar tubuh manusia. Jadi publikasi tersebut bukan berbasis kegiatan penelitian berbasis uji klinis pada manusia.

Ketika dalam pengujian in vitro obat Ivermectin tersebut bisa membunuh virus Covid-19, tidak serta merta bisa diterapkan di manusia.

Sebab ketika diujikan di manusia, harus dikaji aspek efek sampingnya. Kemudian juga ketentuan dosis yang efektif untuk membunuh virus Covid-19 di tubuh manusia.

Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada kegiatan uji klinis kepada manusia atau pasien Covid-19 untuk obat ivermectin tersebut.

Dia mengaku sempat kaget beredar berita bahwa Ivermectin adalah obat terapi pasien Covid-19. Sepengetahuannya negara yang sudah menjalankan uji klinis obat Ivermectin untuk pasien Covid-19 adalah India.

’’Saat ini uji klinis (Ivermectin untuk pasien Covid-19 di Indonesia, Red) baru akan diusulkan oleh Balitbangkes Kemenkes. Dan ini nanti memerlukan sponsor,’’ tuturnya.

Zullies lantas menjelaskan bahwa surat izin yang dikeluarkan BPOM kepada PT Indofarma Tbk itu adalah Ivermectin sebagai obat cacing.

Dia menceritakan semua paten obat ini dipegang oleh Merck. Setelah sekian tahun, paten tersebut lepas. Sehingga perusahaan farmasi lain boleh memproduksi obat Ivermectin tersebut.

’’Kita harus bangga karena perusahaan farmasi lokal mendapatkan izin dari BPOM. Sehingga tidak perlu impor,’’ katanya.

Namun sekali lagi Zullies menegaskan bahwa izin yang dikeluarkan BPOM tersebut adalah Ivermectin sebagai obat cacing. Bukan untuk obat pasien Covid-19.

Meskipun begitu, dia mengatakan seorang dokter boleh saja menggunakan obat Ivermectin kepada pasiennya yang terserang Covid-19.

’’Asalkan dokternya tanggung jawab. Namanya off label atau di luar indikasi resmi,’’ jelasnya. Dia juga mengingatkan Ivermectin masuk kategori obat keras sehingga harus dari resep dokter.

Dia menjelaskan masyarakat sebaiknya menunggu saja analisis dan manfaat obat Ivermectin dari BPOM. Zullies menjelaskan pihak manapun jangan ada yang mendahului BPOM. BPOM harus bekerja dengan independen dan tanpa tekanan.

Dia mendengar di Jawa Tengah ada dokter yang mendapatkan kiriman obat Ivermectin dari Jakarta. Tetapi tidak bersedia menggunakannya untuk pasien Covid-19 yang mereka rawat.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanggapi terkait isu Ivermectin digunakan sebagai obat Covid-19. BPOM membenarkan jika pihaknya memberikan izin edar, tapi bukan untuk pengobatan Covid-19.

Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan bahwa izin edar yang diberikan lembaganya digunakan untuk obat cacing.

“Obat ini adalah obat berbahan kimia,” ujarnya kemarin. Bahan kimia ini menimbulkan efek samping.

Dia menyatakan kalau obat dapat menyembuhkan Covid-19, harus melalui uji klinis. Meski demikian, dengan resep dokter obat ini bisa digunakan untuk pengobatan Covid-19. Hal ini terkait senyawa yang dapat timbul sebagai efek samping.

Dia menjelaskan keputusan Invermectin bisa digunakan sebagai obat Covid-19 atas kewenangan asosiasi profesi dan Kementerian Kesehatan. “Bukan di BPOM,” ucapnya. (wan/lyn)