25 radar bogor

Tegas! PAN Tolak Presiden 3 Periode, Ini Alasannya

Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengatakan, dengan ditambahnya masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode bertentangan dengan UUD 1945. (dok JawaPos.com)
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay. (dok JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Sejumlah relawan pendukun Jokowi mengusulkan supaya presiden bisa menjabat selam tiga periode. Bahkan meski pilpres masih tiga tahun lagi, mereka sudah mendorong Jokowi agar berduet dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Menanggapi itu, Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengatakan, dengan ditambahnya masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode bertentangan dengan UUD 1945. Sebab dalam undang-undang dasar masa jabatan presiden hanya dua periode.

“Wacana pengusulan itu bertentangan dengan UUD 1945. Sesuatu yang bertentangan dengan UUD itu tidak boleh dibesar-besarkan, itu bisa bikin gaduh, polemik sehingga harus segera dihentikan,” ujar Saleh, Selasa (22/6).

Oleh sebab itu, PAN dengan tegas menolak wacana yang diinginkan oleh relawan Jokowi atau pihak-pihak lainnya. Sikap PAN tegak lurus dengan konstitusi Indonesia.

“Kami dari fraksi PAN menolak gagasan tiga periode itu karena kami taat konstitusi. Karena konstitusi saat ini jabatan presiden bisa diperpanjang 5 tahun kemudian untuk satu masa bakti atau periode. Jadi maksimal hanya dua periode,” katanya.

Lebih lanjut Saleh menuturkan, Jokowi juga sudah dengan tegas menolak usulan jabatana kepala negara tiga periode. Sehingga hal itu semestinya menjadi perhatian dari banyak pihak.

“Dan karena itu tentu beliau tidak ingin menjadi presiden ketiga kali, ia tidak mau mengingkari amanat reformasi,” ungkapnya.

Sebelumnya, Penasihat Jokpro, M Qodari mengatakan muncul ide menjadikan Jokowi dan Prabowo Subianto berpasangan di Pilpres 2024 karena dirinya bersama dengan relawan lainnya tidak ingin adanya polarisasi di masyarakat.

Dia mencontohkan, pada Pilpres 2014-2019 terjadi polariasi di masyarakat. Bahkan di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu juga mengalami hal yang sama. Masyarakat dengan yang lainnya saling menghujat demi membela yang didukungnya.

“Tujuannya apa karena akan ada satu calon saja, dan Jokowi-Prabowo lawannya kotak kosong. Saya antisipasi bahwa polarisasi ini makin menggeras menuju 2024. Maka Jokowi-Prabowo gabung saja,” ujar Qodari.

Direktur Eksekutif Indo Barometer ini menambahkan dengan adanya satu calon dan Jokowi-Prabowo melawan kotak kosong. Maka akan mencegah terjadinya polarisasi di Pilpres 2024 mendatang.

“Jadi kondisi ancaman polarisasi itu jadi sangat turun kalau dua orang ini bergabung maka akan ada kekuatan politik besar,” katanya.

Qodari menyadari memang wacana ini mengundang polemik. Sebab dalam UUD 1945 kepala negara hanya boleh menjabat dua periode. Artinya supaya Jokowi bisa maju di Pilpres 2024 maka melakukan amandemen UUD 1945.

Namun bagi Qodari, masyarakat juga punya aspirasi bahwa masih banyak yang menginginkan Jokowi kembali menjadi kepala negara di periode ketiga.

Sumber: JawaPos.Com
Editor: Alpin