25 radar bogor

Catat, Pemerintah Pungut Pajak Dari Sekolah-sekolah Ini

Ilustrasi
Ilustrasi

RADAR BOGOR – Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk lembaga pendidikan disebut-sebut diterapkan secara selektif.

Diantaranya, menyasar sekolah-sekolah dengan biaya pendidikan yang mahal. Meskipun begitu sejumlah pihak meminta rencana tersebut untuk ditunda terlebih dahulu.

Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Saur Panjaitan XIII menyampaikan mereka sangat terkejut, terganggu, prihatin, kecewa, dan khawatir dengan rencana PPN untuk jasa pendidikan itu. ’’BMPS secara resmi mengusulkan agar pembahasan rancangan UU tersebut ditunda,’’ katanya, kemarin.

Dia menuturkan saat ini sedang melakukan kajian lebih mendalam soal rancangan perubahan UU yang mengatur soal PPN lembaga pendidikan itu.

Dia berharap hasil kajian dari BMPS yang menaungi sejumlah yayasan pemilik sekolah tersebut didengar oleh pemerintah.

Menurut Saur biaya pendidikan di sekolah swasta sangat beragam. Secara umum dia mengatakan biaya pendidikan di sekolah swasta relatif kecil.

’’Akan tetapi BMPS tidak menutup mata aad segelintir sekolah yang memungut biaya besar dan mungkin sangat tinggi sekali. Selangit,’’ jelasnya.

Nah apakah sekolah dengan biaya pendidikan yang selangit tersebut layak untuk dikenai pajak layanan pendidikan, dia menegaskan pemerintah sebaiknya menahan diri dahulu. Sampai ada kesempatan untuk bersama-sama membahasnya bersama pihak-pihak terkait.

Saur menuturkan respon negatif dari banyak pihak atas rencana PPN lembaga pendidikan itu sangat wajar. Sebab saat ini sekolah swasta mengalami situasi yang menjerit karena pemasukan SPP berkurang. Akibatnya mengganggu dana operasional sekolah.

Dia menjelaskan selama ini dana operasional sekolah swasta sangat bergantung dengan jumlah siswa. Tahun ini sekolah-sekolah swasta sedang mengatur strategi supaya tetap mendapatkan siswa maksimal.

’’Sekolah swasta berjuang untuk mendapatkan murid memperebutkan sisa kuota sekolah negeri,’’ tuturnya. Saur tidak ingin kebijakan PPN untuk layanan pendidikan tersebut berdampak adanya angka putus sekolah.

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo meminta Kementerian Keuangan membatalkan rencana mengenakan pajak PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan.

Mantan Ketua DPR RI itu menjelaskan, di tengah masih rendahnya kualitas pendidikan di berbagai institusi pendidikan negeri, pemerintah seharusnya berterima kasih kepada organisasi masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, serta berbagai organisasi masyarakat yang telah membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyiapkan institusi pendidikan berkualitas bagi masyarakat.

Pengenaan PPN terhadap pendidikan, sama saja menegasikan peran NU, Muhammadiyah, dan berbagai organisasi masyarakat yang memiliki perhatian terhadap pendidikan.

Untuk itu, kata Bamsoet, dalam membuat kebijakan, Kementerian Keuangan seharusnya tidak hanya pandai dalam mengolah angka. “Namun juga harus pandai mengolah rasa. Harus ada kepekaan sensitivitas terhadap kondisi rakyat,” jelas Bamsoet.

Pada kesempatan lain Dubes Indonesia untuk Singapura Suryopratomo mengatakan tantangan pendidikan di Indonesia saat ini adalah meningkatkan lama bersekolah.

Menurut dia saat ini lama bersekolah di Indonesia rata-ratanya masih 6,7 tahun. Ini artinya rata-rata tidak tamat SMP.

’’Jika bisa ditingkatkan, Indonesia menjadi kekuatan besar,’’ katanya dalam upacara penyerahan ijazah (UPI) 17 mahasiswa Universitas Terbuka (UT) Singapura kemarin.

Menurut Suryopratomo untuk menaikkan lama bersekolah tersebut bukan hanya tugas pemerintah. Tetapi juga perlu dukungan dari masyarakat untuk berkomitmen bersekolah setinggi-tingginya. (wan/lum)