25 radar bogor

Tetap Waspada, Anak Juga Berisiko Terinfeksi Covid-19 Berat

Ilustrasi PTM
Ilustrasi PTM
Sejumlah siswa saat melakukan belajar tatap muka di SDN Pondok Labu 14 Pagi di Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (04/06/2021). (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Rencana pembelajaran tatap muka pada Juli harus dipersiapkan dengan hati-hati. Merujuk pada penelitian RSUPN dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), risiko keparahan infeksi Covid-19 juga dialami anak-anak. Terutama mereka yang memiliki penyakit bawaan (komorbid).

Dalam artikel yang dipublikasikan di International Journal of Infectious Diseases (IJID), disampaikan bahwa 40 persen pasien anak yang terkonfirmasi Covid-19 di RSCM meninggal. Penelitian itu dilakukan pada Maret–Oktober 2020.

Pada rentang waktu tersebut, sebetulnya ada 31.075 pasien dari segala usia yang datang ke UGD. Sebanyak 1.373 pasien dikonfirmasi positif Covid-19. Untuk kasus anak, tercatat 490 kasus yang dikategorikan sebagai suspect.

Rismala Dewi, salah seorang peneliti, mengatakan, mereka yang suspect dites PCR. Dari jumlah tersebut, 50 anak terkonfirmasi positif Covid-19. Di antara kasus anak yang positif itu, 20 pasien atau 40 persen meninggal.

Merujuk pada penelitian itu, disebutkan tidak ada perbedaan tingkat kematian antara laki-laki dan perempuan terhadap pasien anak positif Covid-19. ”Hanya empat pasien (meninggal, Red) yang komorbidnya satu. Enam belas lainnya komorbidnya lebih dari satu,” ujarnya dalam temu media di Jakarta kemarin (4/6).

Menurut dia, kebanyakan pasien tersebut mengalami gagal ginjal dan keganasan penyakit. Karena itu, pada penelitian tersebut belum bisa disimpulkan apakah anak-anak murni meninggal karena Covid-19 atau karena keparahan penyakit akibat komorbid. Mengingat, sebagai rumah sakit tersier, rata-rata pasien datang ke RSCM dengan komorbid dan merupakan pasien kronis.

Selain itu, kata dia, penelitian dilakukan di awal pandemi Covid-19. Saat itu ada ketakutan masyarakat terhadap Covid-19 sehingga membuat pasien yang biasa datang akhirnya menunda ke rumah sakit. Akibatnya, ketika datang ke RS, kondisinya cukup berat. ”Tentu ini tidak bisa diekstrapolasikan yang di RSCM yang pusat rujukan dengan yang di daerah atau rumah sakit nontersier,” katanya.

Kendati begitu, menurut Dekan FKUI Prof Ari Syam, data tersebut bisa menjadi warning. Yakni, risiko keganasan infeksi Covid-19 pada anak juga besar. Terutama bagi mereka yang punya komorbid.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Prof dr Menaldi Rasmin mengamini pendapat tersebut. Karena itu, dia meminta pemerintah benar-benar berhati-hati atas rencana pembelajaran tatap muka (PTM) yang akan diperluas Juli 2021.

Dia mengungkapkan, saat ini belum diketahui seberapa besar kejadian akibat mutasi varian baru. Hal itu patut dipertimbangkan ketika pemerintah menginginkan PTM terbatas. ”Kalau perkantoran masih bisa karena mudah diatur. Kalau anak-anak, remaja, perlu diperhatikan betul. Karena sekolah itu dianggap juga pergi main,” paparnya.

Selain itu, perlu digarisbawahi bahwa pada anak memang jarang diketahui sakit Covid-19, kecuali memiliki komorbid. Namun, bila orang tua sakit, harus dicurigai anak menjadi carrier. Karena itu, kalau masih ingin menerapkan PTM, aturannya harus ketat. Terutama untuk jenjang PAUD, TK, dan SD.

Sumber: JawaPos.Com
Editor: Alpin