25 radar bogor

Gagal Pilkada jadi Titik Balik, Hidupkan Tanaman Hias Nusantara ke Mancanegara

Geliat tanaman hias di Kota Bogor semakin tumbuh dan merajalela di tengah pandemi. FOTO: SOFYANSYAH/ RADAR BOGOR
Geliat tanaman hias di Kota Bogor semakin tumbuh dan merajalela di tengah pandemi. FOTO: SOFYANSYAH/ RADAR BOGOR

BOGOR-RADAR BOGOR, Indonesia merupakan negari dengan sumber daya alam yang melimpah. Layaknya surga, potensi dari plasma nutfah itu yang berusaha disebarkan Ade Wardhana Adinata menjadi ladang oksigen sekaligus pundi-pundi rupiah baginya.

Geliat tanaman hias di Kota Bogor semakin tumbuh dan merajalela di tengah pandemi. Tak sedikit warga yang akhirnya banting setir menjadi petani maupun pedagangnya. Padahal, kiprah tanaman hias sudah ada sejak dulu. Sayangnya, potensi itu hanya berjalan ala kadarnya tanpa membentuk ekosistem secara masif.

Ekosistem itulah yang kemudian dibangun Minaqu Home Nature, yang kini telah merajai pasar ekspor tanaman hias. Belum genap dua tahun, perusahaan yang dibangun Ade Wardhana itu sudah bisa menghasilkan omzet dengan angka menyentuh miliaran rupiah per bulan. Tak peduli, pandemi sedang menerjang dunia secara global termasuk Indonesia.

“Sebenarnya kan tanaman hias ini tidak begitu terpengaruh pandemi. Cuma karena ada switching habit (pergantian kebiasaan) masyarakat Eropa, dari tanaman florist ke pot plant (tanaman di dalam pot). Beruntungnya, mereka pun mencari tanaman hias ke negara-negara tropis termasuk Indonesia,” paparnya, saat ditemui Radar Bogor di kawasan BNR, kemarin.

Bisa dibilang, ia membangun bisnis tanaman hias hingga merambah mancanegara itu dari nol. Ade yang sempat mencalonkan diri dalam kontestasi politik Pilkada mengalami kebangkrutan, 2019 silam. Usahanya yang bergerak di bidang properti tak diteruskannya lagi.

Ade bercerita, pernah menjajal ide bisnis kuliner. Mulai dari jenis sate hingga soto khas Bogor. Sayangnya, ia yang berusaha mempraktikkan resep-resep kuliner itu tak membuahkan hasil. Ia semakin yakin memang tak berbakat dalam bisnis kuliner yang sensitif dengan rasa dan lidah.

“Dulu saya tidak memiliki ketertarikan tanaman hias. Cuma memang saya berpikir bahwa pot plant di Indonesia ada banyak sumbernya. Negara-negara yang beda iklim, kita yang suplai kan. Ke Belanda lah pertama kalinya, dengan dibantu teman saya yang juga menekuni ekspor ikan hias,” papar lelaki beranak tiga ini.

Ade juga lebih fokus untuk memperkenalkan tanaman hias asli Indonesia ke luar negeri. Mulai dari jenis alokasi, aglaonema, hingga scindapsus. Potensi khasanah asli Indonesia itu yang menjadi sedikit ciri khas Minaqu dibanding eksportir lainnya. Dalam waktu singkat, perkeonomian Ade pulih dan semakin meningkat.

“Modal uang saya itu Rp500 ribu untuk membangun bisnis ini. Tapi kan punya semangat untuk bermanfaat bagi masyarakata, yang selalu ada dalam diri saya. Nah, sebenarnya potensi ini sudah ada. Saya juga sebenarnya tidak kreatif, hanya memaksimalkan potensi yang ada yang selama ini diabaikan. Ternyata hasilnya memang korelasi positif terhadap masyarakat,” terang lelaki kelahiran 1983 ini.

Ia mulai menjajal potensi tanaman hias itu dari pekarangan rumahnya yang seluas 8×4 meter. Ade ingat betul, tanaman hias yang pertama kali berhasil dijualnya tembus ke mancanegara yakni Aglaonema Pictum Tricolor dengan harga USD35. Harga itu masih terbilang murah karena masih menyasar para pedagang tanaman hias di luar negeri.

Lambat laun, ia harus memasok tanaman hias asli Indonesia lebih banyak. Permintaan yang semakin banyak membuatnya mesti menggandeng mitra dari para petani lainnya. Ia sekaligus memberdayakan mereka agar bisa merasai “surga” yang sama.

Jebolan magister manajemen ini menganggap, bisnis tanaman hias memang sangat menggiurkan. Hanya butuh waktu setahun untuk bisnisnya bisa menggeliat dan menghidupi banyak orang. Bahkan, pandemi dunia justru mendongkrak permintaan ekspor ke negara-negara tertentu.

Ia sampai harus menambah mitra dari kabupaten dan kota lainnya. Beruntung, Ade juga menjadi salah satu ujung tombak program Gerakan Tiga Kali Ekspor yang diluncurkan Kementerian Pertanian (Kementan), bulan lalu.

“Dalam melakukan sebuah kegiatan bisnis, sebenarnya tidak tidak perlu kreativitas. Kadang kita punya banyak potensi di sekitar kita. Nah, lebih sederhananya bagaimana memaksimalkan potensi itu,” tandas suami dari Yasmin Sanad ini.

Ade pun menegaskan, kunci kesukseskan Minaqu terpusat pada hubungannya dengan para pelaku atau petani tanaman hias. Mereka berupaya menghilangkan bias monopoli terhadap satu bisnis. Sebaliknya, bisnis itu diubah menjadi suatu ekosistem yang bisa melibatkan banyak pihak di dalamnya.

Salah satunya, inisiasi pasar tanaman hias yang telah dibangun di lokasi Jungle Fest BNR. Rencananya, Minaqu pun bakal ekspansi pasar serupa di kabupaten lainnya.

“Saya lebih nyaman di bisnis ini. Karena filosofinya begini, sama saja kita sedekah oksigen. Hari ini, bagaimana supaya tanaman hias bisa diimplementasikan di dunia pendidikan atau rumah tangga. Awareness terhadap tanaman hias itu tidak hanya sedekah oksigen bagi orang-orang di sekitarnya. Kalau produktif dan bisa dijual, tentu bernilai ekonomi dan sangat membantu selama masa pandemi,” pungkasnya. (mam)

Reporter: Imam Rahmanto
Editor: Alpin