25 radar bogor

Tempat Wisata dan Hiburan di Bogor bakal Ditutup, Ini Penjelasannya..

Bima-Arya
Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Bima-Arya
Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto.

RADAR BOGOR – Pemerintah Kota Bogor bakal menutup tempat-tempat hiburan dan wisata selama penyekatan arus mudik. Itu jika pengunjung dari wilayah aglomerasi membeludak. Opsi itu dikemukakan Wali Kota Bogor, Bima Arya dalam kunjungannya ke Graha Pena Bogor, Jalan KH Abdullah Bin Nuh, kemarin (6/5).

Menurutnya, banyak warga Jabodetabek yang menjadikan Kota Hujan sebagai lokasi berlibur. Alasannya: lokasi dekat, akses mudah dan bisa ditempuh hanya dalam hitungan kurang lebih satu jam.

“Bogor kan tidak bisa terlepas dari Jakarta. Yang kita khawatirkan jika di Bogor berhasil dibendung (kasusnya). Tetapi Jakarta dan sekitarnya kemudian tidak seperti itu. Dan mereka masuk ke Kota Bogor,” ungkap Bima.

Orang nomor satu Kota Bogor ini mencemaskan, orang-orang yang tidak bisa berlibur ke wilayah lain seperti Bandung, memilih alternatif lain di Jabodetabek. Seperti diketahui, warga Jabodetabek diperbolehkan melakukan “mudik lokal” di masa larangan mudik (6 Mei-17 Mei).

Peminat plesir ke Kota Bogor menurutnya terbilang tinggi. Ia mencontohkan, sejumlah tempat wisata yang kerap menjadi pilihan yakni Kebun Raya Bogor dan The Jungle Waterpark. Hal itulah yang akan berpotensi menimbulkan penumpukan selama masa liburan selepas lebaran. “Nah ini yang menjadi concern utama. Kami khawatir penularan  masif terjadi di saat kita tidak mengantisipasinya,” cetus suami Yane Ardian ini.

Opsi itu, kata Bima, masih menunggu perkembangan dari kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah DKI Jakarta. Jika tempat-tempat hiburan dan wisata di kota itu ditutup pemerintah selama masa libur, Kota Bogor perlu mengantisipasinya dengan melakukan hal yang sama. Ia tak ingin mobilitas warga yang berlibur dari ibukota  justru membanjiri kotanya.

Kalaupun tidak, Pemkot Bogor telah mengantisipasi kunjungan wisata itu dengan menerapkan swab antigen. Satgas Covid-19 Kota Bogor masih menyisakan sekitar 30 ribu alat swab antigen. Tes itu bakal menyasar para wisatawan atau pendatang dari luar Kota Bogor.

Selain itu, opsi untuk kembali menerapkan kebijakan Ganjil-Genap juga terus mengemuka. Pihaknya masih melakukan koordinasi dengan seluruh unsur terkait. Kebijakan itu bisa dimodifikasi kembali.

Sebelumnya, kebijakan itu telah diaplikasikan terbatas di jalur Sistem Satu Arah (SSA) Kota Bogor. Dua jam menjelang buka puasa, dua hari di masa akhir pekan (weekend).

“Sangat terbuka kemungkinan kita menerapkan kebijakan itu apabila tren itu (potensi kasus Covid-19 melonjak) ada. Kondisi ini (landainya kasus di Kota Bogor) sangat bergantung atas kemampuan kita mengantisipasi mobilitas dan kerumunan,” tegas lelaki yang menjabat dua periode ini.

Penyekatan arus mudik juga tetap menjadi fokus utama Bima. Simulasi hingga tingkat RT/ RW telah dilakukan di Kota Bogor. Mereka melibatkan seluruh unsur terkai untuk mengawasi para pendatang di lingkungan-lingkungan terkecil.

“Kita lakukan penguatan posko-posko disana. Kalau ada yang lolos masuk disana, kita juga lakukan swab antigen. Kalau terbukti positif, kita isolasi di Gadog (pusat isolasi Pusdiklatwas BPKP). Kalau negatif, tetap harus karantina mandiri di wilayahnya. Jadi, tidak dipulangkan,” jelas Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) ini.

Kekhawatiran Bima sebenarnya cukup beralasan. Pasalnya larangan mudik yang ditetapkan pemerintah tidak menyurutkan keinginan sebagian masyarakat untuk pulang ke kampung halaman.

Hal itu tergambar dari fakta di lapangan, bahwa ada 1.192 kendaraan pemudik yang hendak masuk ke Bogor di hari pertama larangan mudik, kemarin (6/5). Itupun didukung hasil survei yang dilakukan Rekode Research Center (RRC).

Survei RRC i dilakukan pada 26 April – 5 Mei 2021 dengan total responden 1.200 orang. Hasilnya, angka masyarakat yang ngotot mudik cukup tinggi. “Ada 27,1 persen warga yang akan mudik meskipun telah ada larangan,” ujar Project Manager RRC Lisdiana Putri dalam rilis hasil survei secara virtual, kemarin (6/5). Angka tersebut setara dengan 6,2  juta warga yang jika total pemudik mencapai 25 juta orang.

Lidia menjelaskan, masih tingginya angka masyarakat yang tetap ingin mudik sejalan dengan sikapnya terhadap kebijakan tersebut. RRC mencatat, sebanyak 54,6 persen responden menyatakan tidak setuju dengan kebijakan itu dan hanya 44 persen yang setuju. “Mengingat jumlah responden yang tidak setuju lebih banyak, ada sejumlah warga yang akan tetap nekat mudik,” imbuhnya.

Hasil survei juga menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan warga masih ingin tetap mudik. Salah satu faktornya yang signifikan adalah masyarakat tidak yakin kebijakan pelarangan mudik akan diterapkan secara ketat di lapangan. “53,1 persen responden tidak yakin larangan mudik itu akan diikuti dengan penegakan aturan,” tuturnya. Selain itu, publik juga tidak yakin jika kebijakan mudik bisa berdampak signifikan pada penularan Covid-19.

Dari hasil survei tersebut, dia menilai pemerintah perlu menyiapkan antisipasi. Khususnya terhadap pihak yang tetap ngotot mudik. Meski minoritas, Lidia menyebut 27 persen atau sekitar 6,2 juta sebagai angka yang besar. “Apalagi pergerakan warga yang nekat mudik terjadi di tengah masuknya varian baru Covid-19 dari Afrika, India,” ungkapnya. Salah satu hal yang dinilai perlu dipersiapkan adalah fasilitas kesehatan mengantisipasi potensi kenaikan COVID-19 pasca lebaran.

Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, bahwa Satgas telah banyak menerima laporan di lapangan adanya penumpukan masyarakat yang  memanfaatkan transportasi umum kemudian terlantar di pintu-pintu penyekatan akibat dari tidak memenuhi syarat perjalanan. “Penumpukan ini menimbulkan kerumunan. Beberapa orang juga terlihat tidak memakai masker,” katanya.

Wiku mengatakan, bahwa para pemilik angkutan umum harus bertanggung jawab dan segera mengembalikan para penumpang tersebut ke wilayah asal keberangkatan. “Untuk petugas, mohon tidak ragu untuk melakukan penindakan sesuai hukum yang berlaku,” katanya.

saat ini untuk memecah kebingungan masyarakat terkait kebijakan pelarangan mudik, ia menegaskan bahwa mudik tetap dilarang. Baik itu antar wilayah, maupun dalam satu kabupaten/wilayah aglomerasi. “Dengan urgensi mencegah maksimal kontak fisik yang menjadi media utama penularan virus,” katanya.

Namun kegiatna lain selain mudik di dalam satu agrlomerasi sektor2 esensial akan tetap beroperasi tanpa penyekatan apapun demi melancarakan kegiatan sosial ekonomi daerah. ”Tidak perlu khawatir dengan persebaran Covid-19 di satu wilayah ini. Karena operasionalnya telah diatur dalam program PPKM kabupaten/kota,” jelasnya. (mam/jpg/d)