25 radar bogor

Asesmen TWK Dinilai Hanya Alat Singkirkan Novel Baswedan dari KPK

Novel Baswedan (Muhammad Ridwan/JawaPos.com)
Novel Baswedan (Muhammad Ridwan/JawaPos.com)
Novel Baswedan (Muhammad Ridwan/JawaPos.com)
Novel Baswedan (Muhammad Ridwan/JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) mengada-ada. Asesmen TWK dinilai menjadi alat cuci tangan Ketua KPK Firli Bahuri untuk menyingkirkan penyidik senior Novel Baswedan dan rekan-rekannya.

“Jadi menurut saya, ini hanya cuci tangan dari Firli Bahuri ketika ingin memecat Novel dan kawan-kawan, agar beban politiknya di mata publik tidak terlalu berat gitu,” kata Zaenur dalam keterangannya, Kamis (6/5).

Zaenur menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN tidak disebutkan adanya TWK sebagai syarat peralihan status pegawai menjadi ASN. Menurutnya, asesmen TWK hanya tercantum dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.

“Memang nasibnya 75 pegawai KPK berada di tangan Firli Bahuri ya. Kenapa? Karena memang sejak awal mengada-ada dengan membuat tes wawasan kebangsaan melalui Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021,” cetus Zaenur.

Pelaksanaan asesmen TWK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dia memandang, seharusnya tidak perlu melibatkan lembaga lain. Dia menyebut, pelibatan BKN dalam proses peralihan status pegawai KPK hanya sekadar melempar bola panas.

“Karena mungkin dari sisi politik resikonya terlalu tinggi di mata publik, sehingga Firli perlu membagi beban itu yang seakan-akan minta saran kepada Kemenpan RB dan BKN,” ungkap Zaenur.

Zaenur mengungkapkan, alih status pegawai yang berujung polemik ini sejak awal memang sudah diperdebatkan. Karena UU 19/2019 tentang KPK memang sudah bermasalah. “Revisi UU itu sudah bermasalah dengan membuka peluang pengaturan pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN tanpa adanya kejelasan norma,” pungkas Zaenur.

Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (Sekjen KPK) Cahya Harefa membantah bahwa sebanyak 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) bakal dipecat.

Dia memastikan, tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang tidak lolos TWK tersebut. Status 75 pegawai itu akan dikoordinasikan ke Kemenpan RB dan Badan Kepegawain Negara (BKN).

“KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPANRB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan Tidak memenuhi syarat,” kata Cahya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (5/5).

Terpisah, Menpan RB Tjahjo Kumolo mempertanyakan, pernyataan Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (Sekjen KPK) Cahya Harefa yang menyebut akan koordinasi terkait 75 pegawai tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK).

Dia menyebut, 75 pegawai itu bukan urusan instansinya. “Saya tidak tahu (KPK mau koordinasi). Sejak awal kan ini masalah internal KPK,” ucap Tjahjo.

Politikus PDI Perjuangan ini menyebut, kegagalan 75 pegawai saat mengikuti TWK bukan urusan Kemenpan RB. Tjahjo menegaskan, tidak bisa membantu jika KPK mau berkoordinasi.

“Kerjasama KPK dengan BKN, keputusan dari tim wawancara tes, hasilnya diserahkan KPK pimpinan KPK. Ya sudah selesai kok dikembalikan ke Kemenpan RB? Dasar hukumnya apa? ini kan internal rumah tangga KPK,” pungkas Tjahjo.

Sumber: JawaPos.Com
Editor: Alpin