25 radar bogor

Pemerintah Diminta Tegas Tindak Perusahaan Penimbun Gula

Gula rafinasi. Salah seorang pedagang saat menakar gula di Pasar Beras Bendul Merisi Surabaya. Dimana Pengusaha Jatim minta pemerintah pusat cabut Permenperin 3 2021 tentang gula rafinasi. Mereka menilai aturan tersebut justru menjauhkan Indonesia dari roadmap swasembada gula. Rabu 07/04. (Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos)
Gula rafinasi. Salah seorang pedagang saat menakar gula di Pasar Beras Bendul Merisi Surabaya. Dimana Pengusaha Jatim minta pemerintah pusat cabut Permenperin 3 2021 tentang gula rafinasi. Mereka menilai aturan tersebut justru menjauhkan Indonesia dari roadmap swasembada gula. Rabu 07/04. (Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira meminta pemerintah menindak tegas perusahaan yang akan menimbun gula. Apalagi penimbunan ini terjadi saat kebutuhan gula meningkat pada Ramadan dan jelang Lebaran.

Hal ini menyusul adanya temuan 15 ribu ton gula rafinasi dan 22 ribu ton gula kristal di gudang PT Kebun Tebu Mas (KTM) Lamongan oleh Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polda Jawa Timur (Jatim). Bhima mengatakan, aksi dugaan penimbunan ini merupakan kejahatan kemanusiaan karena menimbun gula untuk mencari rente keuntungan maksimal di tengah daya beli yang sedang lemah.

“Solusi bukan sekadar penindakan tapi juga pencegahan. Misalnya dalam pemberian izin impor gula harus dicek dulu apakah stok gula di dalam negeri memang terbatas,” ujarnya dalam keterangannya, Selasa (4/5/2021).

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga bisa memaksa impotir, produsen maupun distributor gula untuk memberikan data akurat terkait produksi dan stok gula yang dimiliki. Hal ini dinilai penting agar stok gula ada saat dibutuhkan dan tidak berlebihan sehingga merugikan petani tebu lokal.

“Kemudian juga transparansi terkait stok yang dimiliki oleh gudang dan importir. Selama ini masalahnya adalah pendataan yang lemah sehingga bisa dimanfaatkan oleh rente impor gula,” ungkap dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid yang mengatakan kuota impor raw sugar yang diberikan kepada PG seharusnya seimbang dengan penyerapan tebu petani yang mampu dilakukan oleh PG tersebut. Sehingga, tebu petani juga bisa terserap dengan baik. Sehingga petani tidak merasa terancam setiap kali ada gula mentah (raw sugar) impor masuk ke Indonesia.

“Harusnya alokasi kuota disesuaikan dengan jumlah seberapa besar dia menyerap tebu petani. Sehingga petani menjadi tertarik dan semangat untuk budidaya tebu, karena secara ekonomis menjanjikan. Faktanya sekarang banyak pabrik yang hanya menyerap tebu petani 2 persen dari kuota impor yang diperoleh. Ini sungguh terlalu,” jelas dia.

Ia menambahkan, untuk memberikan efek jera kepada importir dan perusahaan yang berani melakukan penimbunan, pemerintah harus segera menghentikan proses dan izin impor dari perusahaan tersebut. Ini agar menjadi pelajaran bagi importir lain agar tidak bermain-main dengan kuota impor yang diberikan oleh pemerintah.

“Supaya ada efek jera. Sebaiknya izin impornya dibatalkan. Supaya tidak dilakukan yang lain,” pungkasnya. (*)

Sumber: jawapos.com
Editor: Lucky