JAKARTA-RADAR BOGOR, Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terdampak pandemi Covid-19 sejak tahun lalu. Data pemerintah menyebutkan, hanya sekitar 5,9 persen yang mampu bertahan dan tumbuh. Belakangan, seiring menggeliatnya kinerja ekspor, bisnis UMKM juga mulai bergerak.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengungkapkan, mayoritas pelaku UMKM terpuruk karena pandemi. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan World Bank menyebutkan, mayoritas pelaku UMKM kesulitan melunasi pinjaman. Juga, membayar tagihan listrik, gas, dan gaji karyawan.
Pembatasan mobilitas oleh pemerintah juga membuat pasokan bahan baku untuk UMKM terbatas. Selain itu, sebagian besar pelaku UMKM masih mengalami kesulitan permodalan. Itu menghambat kelancaran produksi dan distribusi. Pada akhirnya, konsumsi masyarakat pun menurun.
“Makanya, pemerintah menyediakan sejumlah stimulus melalui kebijakan restrukturisasi pinjaman, tambahan bantuan modal, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan dukungan pembiayaan lainnya,” terang Susiwijono kemarin (29/4/2021).
Per Maret 2021, porsi kredit UMKM dari total kredit perbankan hanya 20,59 persen. Angka tersebut turun jika dibandingkan Februari yang mencapai 20,80 persen.
Sementara itu, sejumlah pelaku UMKM dari Jawa Timur (Jatim) mulai merambah ekspor di tengah pandemi. Jalian Setiarsa, misalnya. Pengusaha biskuit dari Sidoarjo itu mengatakan, akses menuju negara-negara tujuan ekspor sudah terbuka.
“Sebenarnya, kami rencana untuk melakukan ekspor perdana tahun lalu. Tapi, akhirnya semua buyer minta ditunda,” ungkapnya kepada Jawa Pos.
Kepala Kantor Layanan Teknis Badan Standarisasi Nasional (KLT BSN) Surabaya Yuniar Wahyudi menyatakan, pelaku UMKM perlu beradaptasi dengan standar internasional untuk bisa memperbesar ekspor. Salah satunya adalah mengantongi sertifikat hazard analysis critical control point (HACCP). (*)
Sumber: jawapos.com
Editor: Lucky
