25 radar bogor

Waduh, Ada Laporan Virus Covid-19 India Lolos Tes PCR, Waspada Triple Mutant

Ilustrasi orang tanpa gejala
Ilustrasi orang tanpa gejala
India
Ilustrasi covid menggila di India.

RADAR BOGOR —Berbagai strain baru hasil mutasi virus Covid-19 bermunculan di seluruh dunia. Ilmuwan mengingatkan agar Indonesia waspada. Beberapa diantaranya disinyalir sudah bisa mempengaruhi efikasi vaksin bahkan lolos dari tes PCR.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan mantan Direktur Penyakit Menular WHO, Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa memang ada laporan bahwa beberapa spesimen di India tidak terdeteksi oleh tes molekular PCR.

“Tapi baru berupa laporan awal, masih ditunggu bukti ilmiahnya,” jelas Tjandra kepada Jawa Pos kemarin.

Apapun itu, kata Tjandra Indonesia wajib waspada karena varian-varian baru yang mengkhawatirkan atau Variant of Concern (VOC) baru terus bermunculan.

Belajar dari kasus India, merebaknya berbagai VUI menjadi satu dari sekian faktor melonjaknya kasus Covid-19 di India.

Selain itu ada tambahan ancaman berupa varian mutasi ganda atau Double Mutants yang berasal dari negeri tersebut. Bahkan, Tjandra menyebut sudah ada laporan kemunculan Triple Mutant dari Bengal di India Timur.

Tjandra menuturkan, sejak awal India memang sudah melaporkan adanya jenis “Variant of Concern” (VOC) yang sudah tersebar luas di berbagai negara. Seperti varian B.1.1.7 yang pertama kali di deteksi di Inggris pada 20 September 2020 dan kini sudah ada di 130 negara di dunia termasuk Indonesia.

Kemudian varian B.1.351 yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan pada awal Agustus 2020 dan sekarang sudah ada di lebih dari 80 negara.

“Varian ini dilaporkan mungkin mempengaruhi efikasi vaksin, termasuk Astra Zeneca yang digunakan di Indonesia,” jelas Tjandra.

Kemudian varian P 1 atau B.1.1.28.1 yang awalnya dilaporkan di Brazil dan Jepang juga masuk ke India. Varian ini sudah menyebar ke sekitar 50 negara didunia. Ketiga jenis VOC ini kata Tjandra bisa jadi salah satu penyebab kenaikan kasus di India.

Kemudian datang varian Ganda atau Double Mutant yang dilaporkan dari India. Bernama varian B.1.617. Tjandra menyebut, bahwa saat ini varian ini sudah menyebar ke lebih dari 20 negara, termasuk ke Inggris.

Lalu para pakar melaporkan mutasi lebih baru lagi, B.1.618 yang disebut sebagai Triple Mutant. Asal strain virus ini mula-mula dilaporkan dari daerah Bengal Barat sehingga disebut sebagai virus korona “Bengal strain”

Jenis ini kata Tjandra dilaporkan juga lebih mudah menular lagi. ”Juga mungkin dapat mempengaruhi efikasi vaksin, walaupun memang penelitian masih terus berjalan untuk mendapatkan informasi yang lebih pasti,” katanya.

Perkembangan mutasi virus COVID-19 di India dan mungkin nanti juga di negara lain kata Tjandara harus membuat semua pihak waspada. Bila ada pelawat dari luar negeri maka memang sebaiknya dilakukan pemeriksaan PCR ulangan setibanya di Indonesia.

”Kalau hasilnya negatif maka tetap saja harus dikarantina sesuai masa inkubasinya, dan kalau positif maka tentu haris ditangani, di isolasi dan diperiksa ’whole genome sequencing’ nya, sehingga kita dapat mengantisipasi berbagai varian dan mutan baru COVID-19,” katanya.

Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa saat ini terdapat 5 negara yang mencatatkan kasus aktif tertinggi di dunia. Yakni Amerika Serikat dengan 6,812.645 kasus dengan klasifikasi jenis transimisi penularan besar di masyarkat.

Kemudian India dengan 2.882.513 kasus dengan klasifikasi penyebaran berupa kemunculan klaster-klaster kasus. Kemudian Brazil dengan 1.099.201 kasus, Perancis 995.421 kasus, serta Turki 506.899 kasus dengan klasifikasi penularan besar di masyarakat.

Meningkatnya kasus di seluruh dunia ini kata Wiku merupakan ancaman yang dihadapi dari luar negeri. Globalisasi membuat negara2 terhubung.

Di sisi lain membuat persebaran kasus semakin tidak terkendali dan tidak mengenal batas teritorial negara. ”Dengan naiknya jumlah kasus global, potensi penularan antar negara juga semakin meningkat,” katanya.

Selain di luar negeri, Indonesia menghadapi ancaram dari dalam negeri berupa potensi mobilisasi masal penduduk pada masa Idul Fitri meskipun larangan mudik sudah ditetapkan. Wiku mengatakan pemerintah telah berusaha untuk men-dobel aparat yang berjaga.

“Satgas daerah diminta untuk menyiapkan skenario dan simulasi kebjakan untuk mengantisipasi hal ini. Jika mengalami kesulitan, harap segera menghubungi satgas pusat,” katanya.

Terkait virus varian baru ini, legislatif juga berpesan agar pengawasan ditingkatkan. Terutama di pintu-pintu masuk seperti bandara dan pelabuhan.

Jangan sampai justru terjadi pendatang yang menyogok uang ke petugas demi lolos dari karantina, seperti berita yang beredar saat ini.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan, pihaknya akan meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus WNI yang tidak dikarantina tersebut, meski baru datang dari India.

“Kami mendorong agar pihak kepolisian segera mengungkap siapa saja orang per orang maupun jaringan yang terlibat dalam hal semacam ini,” tegas Melki kemarin.

Pengawasan semacam itu bukan hanya dilakukan di Bandara Soekarno Hatta saja, tetapi juga di bandara-bandara maupun pelabuhan lain di mana WNA atau WNI rawan mendapat perlakuan khusus tanpa karantina seperti itu.

Melki khawatir jika di Jakarta saja bisa lolos, apalagi di daerah yang kemungkinan pengawasannya kurang.

Dia juga meminta agar seluruh petugas di pintu-pintu masuk tersebut, baik darat maupun udara, saling mengawasi. Tujuannya untuk menghindari adanya oknum yang tidak bertanggung jawab dan justru bisa meningkatkan risiko persebaran virus baru lebih luas.

Dari sisi warga, Melki menegaskan bahwa semua yang baru datang dari luar negeri sebaiknya patuh terhadap protokol yang sudah ditetapkan.

“Datang, kemudian diisolasi, dicek dulu melalui beberapa pengetesan, kemudian ketika lolos, baru bisa pulang,” katanya.

Sementara untuk pemerintah, Melki berharap kementerian/lembaga terkait meningkatkan koordinasi agar tidak terjadi lagi kebobolan seperti kemarin.

Kementerian Kesehatan, kementerian Hukum dan HAM, kepolisian, serta Satgas Covid-19 bisa membangun sistem yang tidak lagi memungkinkan pelanggaran karantina itu terjadi di kemudian hari.(tau/deb)