25 radar bogor

Peringati May Day, 50 Ribu Pekerja Siap Gelar Demo

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal ikut menjadi orang yang dipanggil polisi dalam kasus 'drama hoax' Ratna Sarumpaet. (jpnn/jawapos.com)
Presiden KSPI, Said Iqbal.

RADAR BOGOR – Pandemi Covid-19 tak menyurutkan semangat pekerja/buruh memperingati Hari Buruh Internasional (May Day). Rencananya, puluhan pekerja/buruh bakal turun ke jalan menyuarakan sejumlah tuntutan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, peringatan May Day yang jatuh 1 Mei 2021 akan diikuti sekurang-kurangnya 50 ribu buruh dari berbagai element.

Jumlah tersebut tersebar di 200 kabupaten/kota, 24 provinsi, dan 3 ribu perusahaan/pabrik. Di Jakarta sendiri, aksi akan dipusatkan di Istana dan Mahkamah Konstitusi.

”Ada dua isu utama yang akan kami usung dalam May Day tahun ini,” ujarnya dalam temu media secara daring.

Isu pertama, buruh/pekerja akan tetap meminta agar pemerintah membatalkan Undang-undang Cipta Kerja. Sedangkan yang kedua, meminta pemerintah untuk memberlakukan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2021.

Sebagaimana diketahui, saat ini KSPI sedang melakukan uji formil dan uji materiil terhadap omnibus law UU Cipta Kerja. Berkaitan dengan itu, kaum buruh meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan apa yang disampaikan kaum buruh dalam May Day.

”Penolakan kaum buruh terhadap omnibus law bukan tanpa alasan. Bagi kami, UU Cipta Kerja menghilangkan kepastian kerja (job security), kepastian pendapatan (income security), dan jaminan sosial (social security),” paparnya, Selasa (27/4).

Terkait dengan tidak adanya kepastian kerja, lanjut dia, tercermin dari dibebaskannya penggunaan outsourcing untuk semua jenis pekerjaan.

Sehingga, bisa saja seluruh buruh yang dipekerjakan oleh pengusaha adalah buruh outsourcing. Begitu pun dengan buruh kontrak, yang saat ini tidak ada lagi batasan periode kontrak. Sehingga buruh bisa dikontrak berulang-ulang hingga puluhan kali.

Mengenai tidak adanya kepastian pendapatan, menurut dia, terlihat dari dihilangkannya upah minimum sektoral.

Kemudian, ditambahkannya klausa bahwa upah minimum kabupaten/kota “dapat” ditetapkan.

”Kata dapat di sini artinya, UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Jika tidak ditetapkan, maka akan terjadi penurunan daya beli buruh yang signifikan,” keluhnya.

Begitu pun dengan tidak adanya jaminan sosial. Keberadaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dinilai belum mampu memberikan proteksi kepada buruh yang kehilangan pekerjaan.

Selain buruh kontrak dan outsourcing akan sulit mengakses JKP. Apalagi terkait syarat wajib bayar iuran enam bulan berturut-turut. Jika perusahaan lalai, maka dipastikan pekerja hanya akan gigit jari.

”Dana JKP pun diambil dari dana JKK (Jaminan kecelakaan kerja) dan jaminan kematian (JKM). Sehingga ke depan dikhawatirkan akan terjadi gagal bayar,” ungkap Said.

Terkait aksi turun ke jalan nanti, KSPI sudah berkoordinasi dengan Gerakan mahasiswa seperti BEM SI, KAMMI, dan beberapa BEM di kampus besar terkait.

Dipastikan, mahasiswa dan buruh akan bersatu dan turun jalan bersama untuk menyuarakan penolakan terhadap omnibus law.

”Karena masalah omnibus law bukan hanya masalah kami yang saat ini sedang bekerja. Tetapi juga generasi muda yang nanti akan memasuki pasar kerja,” pungkasnya. (mia)