25 radar bogor

Beda Pendapat Pemkot-DPRD, Pembahasan Perda P4S Deadlock

DPRD
Rapat Raperda P4S di DPRD Kota Bogor, Kamis (22/4/2021)
DPRD
Rapat Raperda P4S di DPRD Kota Bogor, Kamis (22/4/2021)

BOGOR-RADAR BOGOR, Penyusunan draft tentang rancangan peraturan daerah (Raperda) Pencegahan dan Penanggulan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S) antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan Pansus DPRD Kota Bogor, menemui kebuntuan atau deadlock.

Kebuntuan itu terjadi saat Pansus Raperda P4S ketika masuk pada pembahasan mengenai sanksi.

Dalam Rapat Raperda P4S itu, anggota pansus meminta masukan mengenai sanksi yang diberikan untuk para pelaku pelanggar perda.

Dari panitia Pansus mengusulkan adanya sanksi administratif ada pula yang mengusulkan sanksi sosial.

Namun pandangan lain diberikan Pemkot Bogor, pihakmya memberikan masukan bahwa pengusulan sanksi administratif sebaiknya tidak dimasukan dalam draf Raperda tersebut, karena khawatir pemberian sanksi akan melanggar Hak Asasi Manusia.

Karena dalam pemberian sanksi atau penerapan aturan juga perlu menimbangkan asas-asas HAM.

Dalam kesempatan itu Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta juga menjelaskan bahwa setiap prilaku melanggar hukum juga sudah diatur dalam KUHP.

Sehingga pelanggar P4S ini juga bisa dikenakan dalam undang-undang yang sudah berlaku pada aturan yang lebih tinggi.

Pembahasan mengenai sanksi itu pun bergulir cukup panjang, hingga akhirnya disepakati rapat ditunda dan akan dilanjutkan pada jadwal yang sudah ditentukan.

Alma Wiranta mengatakan, Pemkot Bogor bahwa dalam rapat tersebut mengakomodir beberapa hal yang diatur di dalam perda.
Semangat perda itu, kata Alma untuk perlindungan warga atau masyarakat Kota Bogor.

“Perda ini yang kami bahas tentunya dari sisi pembinaan evaluasi dan monitoring nanti seperti apa, jadi di lapangannya pengawasannya seperti apa semua yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga harkat dan martabat. Jadi ada beberapa prilaku prilaku yang sangat bisa mengganggu,” kata Alma, Kamis (22/4/2021).

Dalam pembahasan itu, kata Alma masukan dari Pemkot Bogor ataupun dari DPRD Kota Bogor dibahas untuk diakomodir di dalam perda.

Pada rapat itu Pemkot yang diwakili oleh Bagian Hukum Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak mempadukan dari beberapa pengetahun dengan tolak ukurnya dari asas asas yang berlaku.

“Asas-asas itu yang kami tuangkan dalam perda menuju tahap akhir jadi pembahasan ini kurang lebih 26 pasal semua tinggal menunggu persetujuan saja dari dewan pansus seperti apa,” katanya.

Dirinya tak menampik pembahasan sempat ramai ketika masuk kepada bab pemberian sanksi diantaranya adalah sanksi sosial.
Diketahui, Pemkot Bogor juga sudah memiliki perda Keteriban Umum yang baru saja disahkan Februari 2021.

“Diperda trantibum terdapat tertib asusila jadi tertib terhadap pembuatan kesusilaan, nah ini tinggal memadukan saja normanya ada di dalam perda pengaturan pencegahan dan pembinaan nanti kita larikan keharusan yang ada diperda trantibum jadi tidak ada tumpang tindah, malah justru memperkuat,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pansus Devie P Sultani menjelaskan, ada sekitar tiga bab yang akan diselesaikan untuk merampungkan pembahasan Raperda P4S.

“Untuk final pembahasan setiap bab, kita akomodir dari dinas-dinas terkait masukan masukannya agar memberikan masukan yang betul-betul memiliki manfaat untuk warga Bogor,” katanya.

Salah satu yang dibahas kata Devie adalah mengenai sanksi yang akan dimasukan terkait pelanggaran Raperda P4S.

“Iya jadi apa yang mau kita rumuskan, sanksi apakah yang akan kita berikan, kemudian bagaiaman lebih kepada pencegahannya,” katanya.

Karena kata Devie salah satu akibat dari penyakit masyarkat ini juga menimbulkan keresahan dan kesehatan yang bisa juga membahayakan masyarakat lainnya.

“Penyimpangan seksual ini juga kan melanggar norma beragama, juga norma kemanusian sudah pasti itu kita larang untuk bisa tumbuh di Kota Bogor komunitas apapun itu yang berbau LGBT tadi,” tukasnya.(ded)

Reporter : Dede Supriadi
Editor : Yosep