25 radar bogor

Hari Nelayan Sedunia, Sejahtera Nelayannya, Terpenuhi Hak Anaknya

RADAR BOGOR – Kabupaten Bogor memang tidak memiliki bibir pantai, jadi tidak bersentuhan langsung dengan lautan. Sehingga tidak ada masyarakatnya yang berprofesi sebagai nelayan.

Namun, setiap orang pasti doyan ikan. Apalagi ikan laut segar, dibakar pasti rasanya nampol, bikin ketagian. Belum lagi ikan asinnya yang sudah menjadi santapan sehari-hari.

Segenap lapisan masyarakat. Semua kalangan menyukainya, karena ikan tidak mengenal kasta. Seperti halnya di Bogor ini, siapa sih yang tidak suka ikan laut? Mungkin kalu dipersentasekan, hanya sebagian kecil saja yang tidak makan ikan.

Sahabat, pernahkah anda berpikir bagaimana ikan itu didapat dan sampai di hadapan kita? Selama ini yang kita tau, tinggal enaknya saja, semua serba praktis. Ikan laut, baik basah maupun kering, setiap saat diantar oleh pedagang keliling, sampai ke rumah-rumah kita.

Harganya pun cukup murah bukan? Jadi, tidak setiap hari kan kita pergi ke pasar untuk beli ikan? Ya begitu mudah dan murahnya ikan tersebut. Ko bisa murah ya, apakah memang jadi nelayan itu mudah? Tentu yang tau percis hanya nelayan, bagaimana suka dukanya menangkap ikan di tengah laut lepas. Mereka bertaruh nyawa demi menghidupi keluarganya di rumah, demi mencukupi kebutuhan kita masyarakat Indonesia.

Namun di disi lain, ada hal yang memprihatinkan, sebagian nelayan banyak yang melibatkan anak-anak untuk membantunya mencari ikan di lautan. Itulah mungkin yang menjadi penyebab, mengapa kebanyakan nelayan hidup dalam garis ekonomi menengah kebawah. Anak-anak mereka yang seharusnya duduk di bangku sekolah, malaha berjibaku dengan kail dan jala di atas sampan dan perahu-perahu kecil di tengah laut.

Tentu hal demikian tidak boleh berlarut-larut tanpa solusi. Apa sih profesi nelayan itu? Nelayan adalah kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya kelautan dan perikanan yang pekerjaan pokok sehari-harinya menangkap ikan di lautan. Ada juga yang membudidayakan ikan melalui tambak-tambak, sekaligus mengolahnya sendiri secara tradisional.

Tentunya pola kehidupan ini berlangsung sepanjang tahun. Yang mereka jalani dalam keadaan suka maupun duka, karena tidak selamanya penghasilan mereka bagus dan melimpah.

Ada kalanya mereka gagal menangkap ikan karena berbagai faktor, baik musim, cuaca atau kendala lain yang menjadi penyebabnya. Sementara, kebutuhan dapur dan perut mereka tidak mengenal kata paceklik.

Sehingga tidak jarang, di antara mereka mengambil jalan pintas. Seperti berhutang kepada para juragan atau rentenir. Alhasil, efek negatifnya tentu mereka akan terlilit hutang, sehingga ini menjadi salah satu penyebab mereka tidak beranjak dari garis kemiskinan.

Karena mereka tidak mempunyai alternatif lain sebagai sumber penghasilan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Cukup miris bukan? Belum lagi untuk kebutuhan sekolah anak-anaknya.

Sehingga kaum nelayan tradisional ini bisa dikategorikan kelompok masyarakat yang sangat rentan kemiskinan. Untuk itu, keberadaan mereka butuh perhatian khusus dari pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Mengapa demikian? Karena keberadaan para nelayan punya andil besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia. Maka sangat pantas bila kesejahteraannya mendapatkan jaminan dari pemerintah, terutama bantuan berupa alat dan perlengkapan penangkap ikan yang memadai, yang terjamin standar keselamatan dan kesehatannya.

Dengan demikian, maka hasil melautnya akan melimpah, sehingga kesejahteraannya pun akan ikut meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, juga akan berdampak pada peningkatan kualitas dan tarap pendidikan putra-putrinya di kemudian hari.

Hal ini akan turut mengurangi keterlibatan mempekerjakan anak dalam menangkap ikan di lautan. Selamat hari nelayan sedunia. Sejahtera nelayanku, sejahtera Indonesiaku. (*)

 

Asep Saepudin
(Komisioner KPAD Kabupaten Bogor)