25 radar bogor

Kemenag Tak Keluarkan Sertifikat Halal untuk Vaksin Astrazeneca

omicron
Subvarian Omicron semakin beragam, mulai dari BA.2, BA.4 dan BA.5, kini muncul lagi subvarian BA.2.75 atau dikenal dengan Centaurus. Sehingga muncul desakan agar populasi berisiko harus divaksinasi 4 dosis, atau booster 2 kali.
Ilustrasi

JAKARTA–RADAR BOGOR, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag tidak akan mengeluarkan sertifikat halal untuk produk vaksin Covid-19 keluaran Astrazeneca. Sebagai gantinya mereka bakal menerbitkan surat keterangan tidak halal.

Kepastian tersebut disampaikan Plt Kepala BPJPH Kemenag Mastuki saat dihubungi Minggu (21/3/2021). ’’Tidak dikeluarkan sertifikat halalnya. Karena sesuai namanya, sertifikat halal diterbitkan BPJPH bagi produk yang telah ditetapkan kehalalalnnya oleh MUI,’’ terangnya.

Dia menegaskan sesuai kesepakatan dengan Komisi Fatwa MUI dan berdasarkan penetapan kehalalan yang sudah keluar, BPJPH Kemenag tidak akan mengeluarkan sertifikat halal untuk vaksin Covid-19 Astrazeneca.

Mastuki juga menegaskan tidak ada mekanisme atau kesempatan sanggah dari pengaju atau produsen. Sebab penetapan halal itu sifatnya final.

Dia menjelaskan sebelum ditetapkan kehalalan oleh MUI, sudah ada kesempatan komunikasi antara auditor halal dengan pelaku usaha.

Dalam proses ini sudah ada komunikasi terkait keterangan dokumen, bahan, serta proses produksi dan segala kaitan audit produk. Setelah auditor halal bekerja, hasilnya disampaikan ke MUI untuk dibuatkan fatwanya.

Ketua MUI Cholil Nafis mengatakan setelah mereka mengumumkan fatwa vaksin Astrazeneca, banyak masyarakat menanyakan soal hukumnya. ’’Kok haram tapi boleh. Itulah istilah fiqih Islam, bahwa halal itu beda dengan istilah boleh,’’ katanya.

Dia menuturkan kalau halal itu artinya secara ketentuan syara’ tidak ada unsur yang diharamkan sama sekali. Sementara boleh itu belum tentu halal,tetapi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan kadar tertentu serta tempo yang dibutuhkan.

Nafis lantas mengatakan ada pihak lain yang mengatakan vaksin Astrazeneca halal dan tidak mengandung babi. Seperti yang jadi keputusan NU Jawa Timur. ’’Mungkin metode dan pemeriksaannya berbeda dengan yang dipedomani MUI,’’ jelasnya.

Menurut dia, bagi MUI setiap produk yang ada babi dan turunannya, serta yang menggunakan unsur tubuh manusia maka hukumnya haram. Pertimbangan itu lebih karena metode yang digunakan MUI adalah kehati-hatian atau ihtiathan Imam Syafi’i.

Nafis mengatakan dari kajian LPPOM MUI memang dalam pembuatan inang virusnya, vaksin Astrazeneca menggunakan tripsin dari pankreas babi. Keterangan itu didapat dari dokumen yang disampaikan produsen.

’’Dokumen itu sudah cukup untuk tidak meneruskan audit lapangan. Sehingga memutuskan itu vaksin Astrazeneca hukumnya haram,’’ katanya.

Namun Nafis menegaskan dalam kondisi terbatasnya vaksin Sinovac, vaksin Covid-19 keluaran Astrazeneca boleh digunakan.

Untuk diketahui vaksin Sinovac yang sudah mengantongi label halal hanya dapat memenuhi 28,6 persen dari kebutuhan dosis vaksin Covid-19 di Indonesia.

Untuk itu dalam fatwanya MUI juga meminta kepada pemerintah mengupayakan yang halal bagi masyarakat muslim. (wan/tau)

Sumber : jawapos.com
Editor : Yosep