25 radar bogor

Saatnya Perempuan Berpartisipasi Aktif

Siti Maelani, SM
Siti Maelani, SM

Memperingati hari perempuan internasional/International Women’s Day 8 Maret 2021, sudah saatnya perempuan ikut berpartisipasi aktif membangun bangsa dan negara melalui berbagai sektor publik salah satunya melalui jalur politik.

Secara umum dunia politik didominasi oleh kaum laki-laki, maka dari itu masih sedikit perempuan yang memutuskan terjun langsung ke dunia politik.

Untuk berkecimpung di dunia politik, mencalonkan sebagai anggota legislatif misalnya, bagi perempuan memang banyak sekali pertimbangan.

Terutama perihal keluarga, seringkali ijin dari pasangan menjadi kendala karena suatu kehawatiran tersendiri bagi seorang suami ketika mengijinkan istri berkecimpung di dunia politik.

Lebih luas lagi, trust dari masyarakat masih sangat minim. Stigma masyarakat terkait pemimpin perempuan masih harus terus diluruskan, pengaruh negatif dari pandangan budaya patriarki sangat merugikan pihak perempuan.

Karena perempuan dianggap tidak berdaya, tidak mampu memimpin karena masih diberatkan dengan beban yang disematkan di ranah domestik, dan di anggap sensitif soal perasaan yang tidak bisa dibawa ketika sudah berada di dunia politik.

Namun hal ini menjadi dobrakan atas stigma-stigma negatif yang merendahkan perempuan, serta suatu bentuk perlawanan atas ketidaksetaraan gender yang selama ini masih belum tercapai.

Kebijakan pemerintah mengenai afirmasi perempuan masih memberlakukan kuota pencalonan minimal 30% dengan zipper system 3:1. Jika dilihat tingkat keterwakilan perempuan di ranah politik cenderung terus meningkat, Pemilu 2019 menjadi capaian tertinggi sepanjang sejarah Indonesia yaitu 20,34%. Namun kembali lagi, hal ini belum mencapai kuota minimal.

Banyak hal yang harus dibenahi seperti membangun trust masyarakat terhadap pemimpin perempuan dengan cara meningkatkan kualitas diri yang mumpuni, komitmen yang tinggi, serta dukungan yang kuat dari berbagai pihak terutama sesama perempuan (Women Support Women).
Sehingga dapat meyakinkan masyarakat yang selama ini masih meragukan pemimpin perempuan.Karena pada dasarnya perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam hal aspirasi politik.

Tidak bermaksud mengancam dominasi laki-laki, tetapi untuk keseimbangan peran, kaum perempuan harus terus mengasah kemampuan di berbagai bidang sehingga pada saatnya berjuang semua sudah siap diaplikasikan.

Keterwakilan perempuan jangan sekedar untuk memenuhi kuota, namun harus didorong melalui regulasi agar komposisi perempuan bisa ikut terakomodasi di parlemen, yakni keterwakilan minimal 30% perempuan dalam legislatif.

Artinya, perempuan dalam parlemen bukan hanya soal kuantitas, kualitas perempuan sebagai politikus juga harus mumpuni dan dominan dalam pengambilan keputusan serta layak bersaing dengan politisi laki-laki.

Aturan tentang kewajiban kuota 30% bagi calon legislatif (caleg) perempuan ialah salah satu capaian penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia pascareformasi.

Aturan tersebut tertuang dalam sejumlah Undang-Undang, yakni UU No 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu 2009,dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.

Hal ini perlu penguatan dari Sumber Daya Manusia (SDM) perempuan itu sendiri untuk meningkatkan kualitas diri sehingga sudah memiliki power untuk bersaing dengan para politisi laki-laki.

Selain itu juga dukungan dari sesama perempuan sangat penting agar dapat bergerak bersama dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender melalui jalur politik.

Selain itu, tingkat keterwakilan perempuan yang tinggi diharapkan tidak hanya pada kuota pencalonan, tetapi pada kuota parlemen (reserved seat). Dengan begitu akan memudahkan perempuan dewan melahirkan kebijakan yang ramah perempuan.

Pentingnya peran perempuan dalam pengambilan keputusan juga harus segera diterima oleh laki-laki. Tak jarang perempuan memiliki kemampuan berfikir di atas rata-rata.

Jika laki-laki berfikir identik dengan logika, maka perempuan berfikir melibatkan perasaan. Logika jika dibenturkan dengan logika maka akan keras, dan perasaan dibenturkan dengan perasaan maka akan subyektif.

Disini perlunya keseimbangan pemikiran antara logika dan perasaan, antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya yang dominan. Seperti yang dikatakan bung Karno “Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor burung.

Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika patah satu dari dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali”. Maka dari itu, laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama pentingnya untuk mencapai keseimbangan tanpa ketimpangan.

Penulis: Siti Maelani, SM