25 radar bogor

Mengulas Jalan Panjang Perjuangan Hari Perempuan Internasional Mewujudkan Kesetaraan Gender Melalui Karya dan Prestasi

PENETAPAN tanggal perayaan International Women’s Day bermula pada 1908 ketika 15.000 perempuan melakukan aksi demo di New York menyuarakan hak mereka tentang peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja.

Tepat 28 Februari 1909 terjadi peristiwa deklarasi oleh Partai Sosialis Amerika yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Nasional Pertama di Amerika Serikat.

Pada tahun 1910 Pemimpin ‘Kantor Perempuan’ Clara Zetkin mengajukan sebuah gagasan untuk menetapkan International Women’s Day yang menyarankan setiap negara merayakan satu hari dalam setahun untuk mendukung aksi tuntutan perempuan.

Gagasan itu diamini Konferensi perempuan dari 17 negara yang beranggotakan 100 perempuan. Sehingga disepakati 19 Maret 1911 sebagai perayaan pertama International Women’s Day di Austria, Jerman, Denmark dan Swiss. Pergerakan perempuan di Rusia menggelar aksi damai menentang Perang Dunia I pada 8 Maret 1913.

Di era Perang Dunia II, 8 Maret pun digunakan negara-negara dari semua benua sebagai penanda momentum advokasi kesetaraan gender. Tanggal 8 Maret kemudian diakui keberadaannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1975 sebagai International Women’s Day.

Tujuan dasar dari Hari Perempuan Internasional ini adalah mencapai kesetaraan gender secara utuh oleh perempuan di seluruh dunia. Namun sampai sekarang tujuan itu belum terealisasi. Perempuan masih tidak diperlakukan setara dalam dunia bisnis dan politik juga hak sosial.

Dunia memperingati Hari Perempuan Internasional bersama-sama untuk mengakui ketimpangan gender ini dan pada saat yang sama merayakan pencapaian-pencapaian perempuan yang telah mampu mengatasi berbagai hambatan terkait dengan ketimpangan gender.

Hari Perempuan Internasional tahun ini mengusung tema #ChooseToChallenge yang dapat diartikan bahwa perempuan dapat memilih untuk melakukan penentangan terhadap kondisi yang diskriminasi gender dan marginalisasi gender, serta menyuarakan responsif gender dan keadilan gender, dimana Negara wajib memberi ruang hak dan akses yang sama kepada kaum perempuan.

Bicara tentang kesetaraan gender, sampai dengan hari ini masih menjadi topik pembahasan yang seksi di dunia, hal ini dibuktikan dengan perlawanan panjang yang dilakukan oleh perempuan masih belum cukup untuk mencapai kesetaraan gender tersebut. Terlebih budaya patriarki sebagai konstruksi sosial yang masih melekat dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya di negara kita, bahkan di seluruh dunia pun mengalami kondisi yang sama.

Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.

Sistem sosial patriarki menjadikan laki-laki memiliki hak istimewa terhadap perempuan. Banyak contoh kasus yang disebabkan oleh budaya patriarki di indonesia diantaranya, domestifikasi perempuan, pelecehan dan kekerasan seksual, krisis kepercayaan terhadap perempuan dll.

Dalam hal domestifikasi perempuan, dilingkungan sekitar kita masih banyak yang memiliki pandangan bahwa pekerjaan rumah tangga adalah kewajiban perempuan. Artinya, perempuan hanya pantas mengurusi sumur dapur kasur. Sampai muncul stigma “perempuan harus pandai masak”, padahal itu bukan hanya tugas perempuan, bahkan seperti suatu kesalahan jika pekerjaan rumah dilakukan oleh laki-laki.

Lalu bagaimana dengan perempuan yang pandai mencari uang, yang notabene mencari nafkah adalah tugas seorang laki-laki. Lebih miris lagi jika perempuan bekerja dan berpenghasilan lebih tinggi menjadi bahan gunjingan para hantu patriarki.

Jumlah kasus pelecehan dan kekerasan seksual sampai saat ini masih sangat tinggi. Kurang lebih satu tahun terakhir maraknya kekerasan berbasis gender online (KBGO). Selama masa pandemi ini, intensitas interaksi secara langsung tentu berkurang lalu beralih ke media online. namun pelecehan dan kekerasan seksual berbasis online justru marak terjadi.

Dalam dunia bisnis dan politik, posisi perempuan masih belum setara dengan laki-laki. Dimana perempuan masih dianggap tidak lebih maksimal dibandingkan laki-laki terutama dalam hal kepemimpinan. Padahal perempuan yang memiliki kapasitas yang sama tingginya dengan laki-laki layak memimpin suatu organisasi.

Hanya karena stigma domestifikasi yang sudah melekat, akhirnya perempuan sangat dirugikan akan hal ini. Dimana tidak adanya kepercayaan kepada perempuan untuk meraih puncak kesuksesan yang sama dengan laki-laki. Bahkan cenderung perempuan sukses tidak disenangi dan dianggap menyaingi laki-laki.

Hal-hal seperti ini yang perlu menjadi perhatian kita semua, terutama dalam perayaan hari besar perempuan agar menjadi highlight dalam pembahasan soal perempuan untuk segera ditindaklanjuti dengan seksama.

Dari beberapa contoh kasus tersebut, ada banyak cara untuk memecahkan permasalahan dalam merayakan hari perempuan internasional/International Womens Day.

Pertama kita harus memahami sejarah perayaan hari besar ini, makna apa yang terkandung sehingga kita dapat menuangkan nilai-nilainya pada kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan. Sampai dengan hari ini masih banyak tantangan yang dialami perempuan.

Tidak sedikit perempuan yang dicemooh, mengalami kekerasan, dan perbedaan hak sosial. Pemecahan masalah ini dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan diskusi online untuk membahas permasalahan yang ada. hal ini menjadi cara yang efektif terutama dimasa pandemi covid 19.

Cara selanjutnya adalah dengan berkarya dan atau berprestasi. Perempuan itu hebat, tidak ada kata terlambat bagi semua perempuan untuk menciptakan sebuah karya.

Seperti menulis untuk menyuarakan hak-hak perempuan, memulai usaha untuk memberdayakan perempuan dalam bidang ekonomi, bahkan berkontribusi untuk urusan negara dengan menjadi pemimpin perempuan.

Mengambil peran yang didominasi oleh laki-laki menjadi prestasi yang perlu dicatat oleh dunia, karena dengan memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada perempuan demi menyelamatkan dari ketertindasan perempuan adalah suatu hal yang besar.

Indonesia saat ini sudah memiliki banyak perempuan yang menduduki kursi dipemerintahan. Artinya sudah banyak perempuan Indonesia yang berkontribusi untuk negara. Tak lupa dari semua pencapaian itu, dapat menjadi inspirasi bagi perempuan lain yang sedang berproses untuk terus melakukan aksi nyata dalam mewujudkan kesetaraan gender.

Sebagai aktivis perempuan sudah sepatutnya menjadi penggerak untuk menyadarkan masyarakat terutama sesama perempuan tentang pentingnya memperingati hari perempuan internasional.

Dibalik masyarakat yang masih apatis terhadap hak-hak perempuan yang tidak menjadi prioritas di negara kita bahkan diseluruh dunia, bahkan perempuan yang masih mengamini budaya patriarki, dengan adanya peringatan hari besar ini dapat menjadi refleksi untuk mengingat akan pentingnya hak yang setara antara perempuan dan laki-laki, tidak ada lagi ketimpangan. karena soal perempuan adalah soal masyarakat. (*)

Siti Maelani, SM
(Wakil Ketua Bidang Kesarinahan DPC GMNI Bogor)