25 radar bogor

Berhasil OTT Gubernur Sulsel, Mahfud MD Beri Nasehat KPK Soal Upaya Pelemahan

Menko Polhukam Mahfud MD
Menko Polhukam Mahfud MD
Menko Polhukam Mahfud MD
Menko Polhukam Mahfud MD

JAKARTA-RADAR BOGOR, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh goyah diombang-ambing oleh opini. Menurutnya, KPK harus membuktikan kinerjanya kepada masyarakat.

“KPK harus tetap berpijak pada statement pimpinan. Biar dituding lemah atau tidak baik, tapi kami akan berusaha berbuat baik,” kata Mahfud dalam keterangannya, Minggu (28/2).

Mahfud menuturkan, KPK tidak perlu menjawab apapun penilaian masyarakat. “Mau dinilai lebih baik atau lebih jelek tak perlu dijawab. Bicara saja dengan fakta dan data,” ujar Mahfud.

Mahfud tak memungkiri, upaya pelemahan KPK selalu terjadi pada tiap periode. Tapi buktinya, lembaga antirasuah bisa tetap tegar menghadapi hal itu. Terlebih, kini terdapat Dewas KPK yang mengawasi setiap kinerjanya.

“Upaya untuk lemahkan KPK selalu terjadi tiap periode tapi KPK tetap tegar. Karena sistem dan mekanisme KPK kuat. Saat ini, selain ada Dewas KPK yang kredibel Pemerintah juga sudah membekali KPK dengan Perpres untuk melakukan supervisi (termasuk ambil alih) kasus dari kejagung dan Polri jika perlu,” tandas Mahfud.

Mahfud melontarkan hal ini usai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada Jumat (26/2/2021). Dia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Sulsel.

KPK menduga, Nurdin menerima suap dan gratifikasi total Rp 5,4 miliar. Adapun rincian suap dan gratifikasi itu antara lain, Nurdin menerima uang melalui Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulsel Edy Rahmat dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto pada Jumat, 26 Februari 2021. Suap itu merupakan fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung.

Selain itu, Nurdin juga pada akhir 2020 lalu pernah menerima uang senilai Rp 200 juta. Penerimaan uang itu diduga diterima Nurdin dari kontraktor lain. Kemudian pada pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui Samsul Bahri (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021, Nurdin Abdullah juga melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.

Sebagai penerima Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi Agung Sucipto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*)

Sumber : jawapos.com
Editor : Yosep