25 radar bogor

Rasio Utang Luar Negeri Hampir 40 Persen, Wakil Ketua MPR Pertanyakan Komitmen Pemerintah

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan (Istimewa)
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan (Istimewa)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan menyayangkan semakin meningkatnya utang luar negeri Indonesia dan mempertanyakan komitmen pemerintah untuk tidak bergantung pada utang.

Pasalnya, posisi utang luar negeri Indonesia sangat tinggi hingga mencapai USD 417,5 Miliar atau sekitar Rp 5940 Triliun pada akhir tahun 2020. Ingat saat Kampaye Pilpres salah satu janji Jokowi adalah APBN tidak akan mengandalkan Utang Luar Negeri.

Inilah data posisi Utang RI yang dirilis Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal IV-2020 tercatat sebesar USD 417,5 miliar atau tumbuh 3,5 persen (YoY).

Jumlah ini meningkat tajam dari utang luar negeri pada kuartal III-2020 yang tercatat sebesar USD 408,5 Miliar. Dan kini tahun 2021 Pemerintah akan meningkatkan lagi belanja anggaran Infrastruktur dengan Utang Baru.

Pertanyaannya kenapa di tengah-tengah pandemi Covid-19 yang semakin meningkat dan ekonomi Rakyat bangkrut, kemiskinan naik menjadi 27.5 juta orang, Pemerintah lebih mengutamakan pembangnan Infrastruktur dibandinglan mengatasi Covid dan ekonomi Rakyat?

Kita amati rilis bertajuk International Debt Statistics (IDS) 2021, Bank Dunia juga memasukkan Indonesia ke dalam daftar 10 negara berpendapatan kecil dan menengah dengan utang luar negeri terbesar di dunia. Sangat disayangkan, Indonesia menempati urutan ke-6 di dunia.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan pun mengingatkan pemerintah terkait rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto yang hampir mencapai 40 persen.

“Rasio ULN terhadap PDB yang mencapai 39,4 persen dan mendekati 40 persen,namun justru Utang negara-negara lain menjadikan andalan utama alasan bahwa negara-negara lain Debt rationya masih jauh lebih tinggi dari Indonesia,” ujarnya.

Namun, Pemerintah lupa bahwa negara-negara tersebut Income per capita nya jauh lebih tinggi dari Indonesia dan Rakyat nya yang miskin jumlahnya sangat kecil, serta kemampuan membayar Utang-utang nya sangat tinggi.

Ia juga mendorong Indonesia belajar dari negara lain yang lebih mapan dalam mengelola ULN. Karena itu, Indonesia harus bisa belajar dari Korea Selatan yang memiliki ULN hanya 28 persen dari PDB, padahal SDA dan SDM mereka lebih sedikit.

“Hal tersebut disebabkan karena Korsel fokus pada pengembangan industri yang berkontribusi pada perekonomian, bukan hanya sekedar perhatian utama kepada infrastruktur keras,” ungkap Syarief Hasan.

Syarief Hasan menilai bahwa besarnya utang negeri yang dimiliki Indonesia harusnya menjadi prioritas utama pemerintah untuk dikelola dengan baik dengan mengurangi anggaran belanja infrastruktur saat ini.

Utang luar negeri yang semakin membludak akan semakin membebani keuangan negara di tengah Pandemi Covid-19 dan akan menimbulkan banyak masalah di bidang ekonomi dikemudian hari.

Apalagi, dari keseluruhan ULN tersebut masih didominasi utang luar negeri jangka panjang senilai kurang lebih USD 353,56 Miliar.

“Utang luar negeri yang didominasi utang jangka panjang sangat berbahaya dan membebani anak cucu kita yang menjadi pelanjut estafet kepemimpinan di masa depan.artinya meninggalkan masalah besar bagi pemimpin baru kedepan,” ungkap Syarief Hasan.

Syarief  jugamendorong Pemerintah untuk mengevaluasi kembali sektor-sektor yang paling menyedot ULN. Sebab pemerintah juga harus mampu melihat sektor UMKM sebagai skala prioritas dalam pemulihan ekonomi, bukan hanya sektor-sektor industri besar dan infrastruktur yang banyak menyedot ULN namun kurang berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi nasional.

Ia juga menegaskan, agar Pemerintah berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri. Karena semakin membludaknya utang luar negeri menunjukkan semakin buruknya pengelolaan ULN Indonesia yang berdampak pada kemampuan membayar utang.

“Pemerintah harus menghentikan ketergantungan terhadap utang luar negeri dan pengeluaran negara difokuskan pada sektor yang memberikan dampak langsung kepada ekonomi Rakyat, dan menyelesaikan pandemi Covid-19,” pungkasnya. (*)

Sumber : jawapos.com
Editor : Yosep