25 radar bogor

Soroti Aksi Kudeta Myanmar, Fadli Zon : Coreng Citra Demokrasi

Fadli Zon soal sistem pemilu tetap proporsional terbuka.
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon mengapresiasi keputusan MK yang mentapkan sistem pemilu tetapa proporsional terbuka.
Fadli-Zon
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon

JAKARTA-RADAR BOGOR, Kudeta yang dilakukan oleh militer Myanmar pada 1 Februari 2021 kemarin, telah memancing keprihatinan dunia.

Salah satunya dari Politisi Gerindra, Fadli Zon. Menurutnya, semua pihak menganggap pengambilalihan kekuasaan dari pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi yang baru saja terpilih secara demokratis itu, adalah kabar buruk bagi masa depan demokrasi di negara tersebut.

Seperti diketahui, sejumlah pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, beserta sejumlah pejabat negara dan tokoh politik lainnya, telah ditangkapi dan ditahan oleh pihak militer pada Senin (1/2/2021) dini hari kemarin.

Fadli Zon menilai, kudeta di Negeri Pagoda Emas itu sebagai kemunduran demokrasi. BKSAP (Badan Kerjasama Antar-Parlemen) DPR RI sangat prihatin terhadap peristiwa tersebut.

“Kejadian itu bukan hanya kemunduran bagi proses demokrasi Myanmar, tapi juga bisa mempengaruhi persepsi dunia terhadap praktik demokrasi di ASEAN. Saya berharap pihak-pihak yang berseteru menggunakan penyelesaian hukum dan konstitusi, bukan pendekatan militer,” ungkapnya.

Sebagai anggota parlemen, ia juga sangat prihatin, sebab kudeta itu dilakukan saat parlemen baru Myanmar hasil Pemilu 2020 akan memulai persidangan.

Pengambilalihan kekuasaan oleh militer Myanmar itu telah menghilangkan peran parlemen sebagai alat kontrol kekuasaan. “Ini buruk bagi demokrasi. Kejadian ini perlu segera direspon oleh AIPA (ASEAN Inter-Parliamentary Assembly), yang merupakan organisasi parlemen negara-negara ASEAN,” tuturnya.

Hingga 2011 silam, Myanmar memang diperintah oleh angkatan bersenjata. Namun, sesudah itu mereka melakukan reformasi demokrasi dan mengakhiri kekuasaan militer. Kudeta militer yang terjadi kemarin telah menarik mundur proses demokrasi yang sudah berjalan. Dan itu amat disayangkan.

“Saya juga mencemaskan krisis politik di Myanmar ini akan menghambat penyelesaian tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya,” katanya.

Sebagai catatan, sejak 2017 silam ratusan ribu etnis Rohingya terusir dan telah mengungsi ke berbagai negara, termasuk Indonesia, karena tindakan keras militer Myanmar. Tindakan militer Myanmar ini jelas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara brutal.

Pada akhir 2017, ia telah melihat langsung kamp pengungsian di Cox Bazaar, perbatasan Bangladesh, yang dihuni ratusan ribu warga Rohingya. Mereka adalah korban yang selamat dari penyiksaan dan penindasan militer Myanmar.

“Bahkan saya telah bertemu langsung di Jenewa dengan Mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan yang menginisiasi investigasi melalui Annan Report. Annan sangat prihatin atas dominasi militer dalam formasi pemerintahan sipil Myanmar,” ujarnya.

Di era kepemimpinan sipil saja masalah Rohingya tak bisa diselesaikan dengan baik, karena pemimpin sipilnya takut kepada militer. Sekarang, dengan kudeta militer dan krisis politik, kasus Rohingya akan semakin diabaikan pemerintah Myanmar. “Itu sebabnya saya mendesak agar semua pihak yang terlibat konflik di Myanmar menahan diri,” pungkas Fadli Zon.

Selain itu, ia juga mendorong agar ASEAN melakukan tindakan progresif dalam menyikapi persoalan yang terjadi di Myanmar.

Menurutnya, ASEAN perlu mendorong terjadinya dialog, dan mungkin juga power sharing antarfaksi yang terlibat konflik. Sebab, selama ini ASEAN sangat lamban dan tak banyak berfungsi dalam mengatasi persoalan-persoalan semacam itu. ASEAN kelihatan tak berdaya dalam menangani masalah Rohingya apalagi kini ada kudeta.

ASEAN dituntut harus bisa menafsirkan asas non-interference secara lebih progresif. Sebab, selama ini prinsip tersebut telah membelenggu ASEAN untuk melakukan tindakan berarti jika ada konflik yang terjadi di negara anggotanya.

“Kita memang harus menghormati kedaulatan negara lain. Namun, asas non-interference seharusnya tak dimaknai bahwa ASEAN bersikap pasif atas situasi di Myanmar. Saya mendorong agar pemerintah Indonesia bisa menginisiasi dialog tersebut. Tentu DPR akan sangat mendukung langkah tersebut sebagai wujud komitmen terhadap demokrasi dan HAM,” tegasnya. (*/ysp)

Editor : Yosep