25 radar bogor

Masuk Kategori Sedang, Indeks Kegemaran Membaca Indonesia Meningkat

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando (tengah) bersama jajarannya di kantor Perpusnas Jakarta. (Istimewa)
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando (tengah) bersama jajarannya di kantor Perpusnas Jakarta. (Istimewa)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Indeks kegemaran membaca di Indonesia terus menunjukkan tren kenaikan. Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengumumkan indeks kegemaran membaca di Indonesia pada 2020 berada di angka 55,74 poin atau kategori sedang.

Melihat hasil-hasil sebelumnya, terjadi peningkatan nilai indeks kegemaran membaca di Indonesia. Merujuk data Perpusnas, indeks kegemaran membaca di Indonesia pada 2016 lalu tercatat 26,5 poin atau kategori rendah. Kemudian pada 2017 naik menjadi 36,48 poin dan masih kategori rendah.

Lalu di 2018 indeks kegemaran membaca di Indonesia kembali naik menjadi 52,92 poin. Dengan skor indeks itu, posisi kegemaran membaca di Indonesia masuk ke kategori sedang. Kemudian di 2019 indeks kegemaran membaca kembali naik di angka 53,84 poin atau di posisi sedang.

Untuk topik buku yang dibaca masyarakat Indonesia, paling banyak adalah keagamaan. Kemudian disusul topik sastra, kesenian, olahraga dan hiburan. Selanjutnya buku dengan topik teknologi dan ilmu terapan, komputer dan teknologi informasi, geografi dan sejarah, bahasa, ekonomi, biologi, dan ilmu-ilmu murni.

Pada tahun 2020 rata-rata kegiatan membaca masyarakat Indonesia empat kali dalam sepekan. Dengan durasi rata-rata 1 jam lebih 36 menit per hari. Untuk jumlah buku yang dibaca rata-rata dua buku per tiga bulan.

Lebih lanjut Syarif mengatakan dari sisi hulu, sejumlah aspek perlu diperkuat. ’’Agar literasi masyarakat meningkat,’’ katanya Rabu (3/2). Perpusnas mengidentifikasi sejumlah kondisi yang perlu diperkuat untuk meningkatkan literasi.

Seperti penguatan peran peran pemerintah, peran pengarah atau penulis supaya menulis buku sesuai kebutuhan masyarakat, dan peran penerbit untuk menyiapkan buku. Lalu peran penerjemah atau penyadur mengalihbahasakan buku-buku berkualitas dunia. Kemudian perlu ada regulasi distribusi bahan bacaan sampai peningkatan anggaran belanja buku.

Dia mengatakan perlu melihat realitas di masyarakat. ’’Kalau kita hari ini bicara tentang program, apa yang kita lihat di persoalan lapangan (adalah, Red) faktanya memang gak ada buku yang tersebar di masyarakat,’’ jelasnya. Bahkan di sekolah-sekolah dasar di daerah terpencil atau terluar, sangat terbatas bahan bacaan yang tersedia. Dia mengatakan 70 persen daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) membutuhkan buku-buku cetak.

Urusan literasi juga dibahas dalam rapat antara Komisi X DPR (membidangi pendidikan) bersama Perpusnas Selasa (2/2) kemarin. Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan program literasi di Indonesia sudah baik. Namun dia menilai belum bisa mencapai apa yang dibutuhkan.

Menurut dia kegemaran membaca bisa dipicu melalui keteladanan. Dia mengusulkan pegawai negeri sipil (PNS) didorong menjadi teladan membaca minimal tiga buku setiap tahun. Buku yang dibaca itu di luar buku bacaan wajib sesuai bidang pekerjaannya. (jpc)

Editor : Rany P Sinaga
Sumber : Jawapos