25 radar bogor

Kurikulum Pancasila dan Praktek Nyata Penyelenggara Negara

Fahmy Alaydroes menyoroti soal pereturan menteri
Fahmy Alaydroes menyoroti soal pereturan menteri
Dr. Fahmy Alaydroes, MM, MEd, anggota Komisi X DPR-RI Fraksi PKS

BADAN Pembinaan Ideologi Pancasila ( BPIP) mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) untuk memasukan Pancasila sebagai mata pelajaran tersendiri pada kurikulum mendatang. BPIP memandang Pancasila memiliki arti penting dalam pendidikan dan pembentukan karakter siswa.

Permintaan yang agak berlebihan, karena selama ini kurikulum Pancasila ada di dalam mata pelajaran PPKN (Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan), sesuai perintah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Entah maunya seperti apa, yang pasti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga memperkenalkan istilah profil Pelajar Pancasila yang bermuatan: Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis dan mandiri.

Sesungguhnya issue pelajaran dan penerapan nilai-nilai Pancasila sudah sejak zaman dahulu kala, sejak zaman Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (dikenal dengan sebutan P4) di zaman orde baru.

Semua kalangan, pelajar, mahasiswa, pegawai negeri dan juga kalangan artis dan para pejabat berlomba-lomba melaksanakan penataran P-4, baik karena kemauan sendiri ataupun terpaksa. Kesertaan ikut penataran P-4 bahkan menjadi semacam tanda ataau ukuran seseorang itu berkarakter Pancasila.

Namun semuanya nampak tidak efektif, dan belum berhasil membumikan karakter Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Masih ‘jauh panggang dari api’. Mengapa?, karena sesungguhnya pilar utama keberhasilan penerapan karakter Pancasila oleh pejabat dan masyarakat itu adalah keteladanan.

Sulit mengajarkan Pancasila kepada pelajar dan mahasiswa karena mereka melihat banyak perilaku para pemimpin dan pejabat negara justeru mempertontonkan sikap dan perilaku yang bertentangan dengan Pancasila itu sendiri.

Korupsi kakap yang melibatkan para Menteri, Tindakan hukum yang tajam ke bawah dan ke pihak tertentu saja tapi tumpul ke atas dan ke pihak lainnya, keserakahan usaha hutan dan tambang yang membawa bencana, tindakan keras oleh aparat negara, jurang si kaya dan si miskin yang semakin menganga, keterpecahbelahan masyarakat dengan segala ujaran kebencian dan pemusuhan yang tak berkesudahan adalah sikap dan perilaku nyata dan nampak di depan mata kita.

Sehebat apapun Kurikulum Pancasila, selama tidak diiringi dengan contoh dan teladan dari para penyelengara negara, dan praktek nyata dari kebijakan yang sesuai dengan nilai Pancasila, maka pelajaran Pancasila di sekolah-sekolah akan menjadi bahan olok-olok semata.

Kehidupan agama yang relijius dari para pimpinan dan pejabat negara/daerah, tindakan hukum yang adil dan menjaga harkat, martabat dan hak setiap warga, berbagai upaya menyatukan bangsa, kehidupan demokrasi yang sehat, dan tumbuhnya rasa keadilan sosial yang merata di seluruh lapisan masyarakat adalah lahan dan iklim subur penghayatan dan pengamalan Pancasila.

Jadi bukan persoalan bahwa Pancasila itu mesti jadi mata pelajaran sendiri, melainkan praktek nyata dari bapak/ibu pimpinan negara yang bertugas menajdi Pembina idiologi Pancasila !. (*)

Fahmy Alaydroes
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS