25 radar bogor

Tantangan Kemampuan Guru Mengajar Virtual di Masa Pandemi

Rudi Haryono

RADAR BOGOR – Sejak kasus pertama terpapar positif virus Covid-19 pada Maret 2020 lalu di Indonesia, maka tatanan sosial, ekonomi,dan pendidikan, berubah secara signifikan. Berdasarkan berita dari CNN Indonesia Online (19/01/2021), kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia bertambah 10.365 orang , dengan demikian, total kasus Covid-19 mencapai 927.380 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 753.948 orang dinyatakan sembuh dan 26.590 orang lainnya meninggal dunia. Data tersebut dihimpun Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Pandemi Covid 19 secara langsung juga telah sangat memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan secara umum di Indonesia. Protokol kesehatan yang menekankan 3 (tiga) kebiasaan antispatif pencegahan: cuci tangan dengan hand sanitizer, jaga jarak, dan bermasker, secara langsung juga mempengaruhi cara masyarakat dalam berinteraksi sosial dalam kehidupan sehari-hari. \

Aspek pendidikan telah mengalami pergeseran paradigma dengan lebih menekankan pembelajaran secara daring (online) daripada luring (offline), hal tersebut mengingat konsep antisipatif penyebaran virus Corona-19 dengan menjaga jarak dan mengurangi kontak fisik. Secara spesifik, guru sebagai ujung tombak pendidikan dituntut untuk memberikan pelayanan pembelajaran secara daring (online) mengingat kondisi pandemi dan berimbas kepada tidak diperbolehkannya sekolah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.

Penulis akan mengeksplorasi singkat berkaitan dengan sejauh mana tantangan dan orientasi pembelajaran daring yang dilaksanakan oleh guru yang tentu saja bersifat dunia maya (virtual).

Guru dan Pembelajaran Virtual

Guru memegang peranan sangat penting dalam proses pembelajaran. Peranan guru tersebut yaitu sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator. Guru sebagai motivator bermakna bahwa guru harus dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar lebih baik dan terpenting menjadi manusia yang lebih dewasa dan memiliki berkarakter yang baik. Peran guru sebagai fasilitator pembelajaran artinya guru harus dapat memfasilitasi proses transformasi ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar ke siswa secara efektif, efisien, produktif dan dapat menstimulus kemandirian siswa dalam belajar.

Peran guru yang tak kalah pentingnya adalah melakukan evaluasi atau assessment proses pembelajaran secara komprehensif dengan memperhatikan minat dan bakat siswa dan terus berusaha menumbuhkembangkan interests siswa dalam pembelajaran.

Dalam perspektif penulis saat ini, peran guru sebagai fasilitator harus terus ditingkatkan. Pengaruh pandemi Covid 19 telah begitu nyata merubah cara pembelajaran yang sekarang lebih dominan ke pembelajaran online dengan segala kelebihan, kelemahan dan tantangannya.

Guru ditantang untuk dapat terus memfasilitasi pembelajaran, tanpa harus dirintangi permasalahan jarak dan waktu sebagai dampak dari kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Kebijakan Kemendikbud yang masih melarang pembelajaran tatap muka hingga Januari 2021, harus disikapi serius oleh guru dengan terus memberikan pembelajaran secara online kepada siswanya.

Pendidikan digital atau virtual tidak dapat dihindari saat ini sebagai efek dari pandemi Covid 19. Masyarakat secara khususnya instansi pemerintahan dan pendidikan memasuki adaptasi kebiasaan baru atau new normal dengan semakin intensnya frekuensi penggunaan teleconference dalam setiap rapat atau meeting, tak terkecuali pembelajaran di sekolah atau kampus. Pendidikan digital atau virtual yang ditandai dengan pemanfaatan web sebagai platform yang dinamis merupakan sebuah capital social yang sangat berdampak pada seluruh level masyarakat ( (Ferlander, 2003; Rheingold, 2000; Wellman, 2001).

Menurut (Attwell, 2007) dan Cross (2007) pemanfaatan web sebagai platform dalam kehidupan secara langsung merubah bagaimana masyarakat berhubungan (connect), berinteraksi (interact), berbagi (share) dan bekerja (work). Dalam konteks pembelajaran, konsep memfasilitasi pembelajaran yang mencakup kegiatan berhubungan (connect), berinteraksi (interact), berbagi (share) dan bekerja (work), harus dapat diaplikasikan secara komprehensif oleh guru kepada siswa. Guru harus melakukan upgrading dirinya untuk menguasai pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan urgensi saat ini yang berada dalam masa pandemi.

Guru dan Literasi Digital

Literasi digital atau digital literacies dipopulerkan oleh Paul Gilster (1997) yang menjelaskan literasi digital sebagai kemampuan memanfaatkan sarana digital (digital tools) seperti blogs, wikis, social sharing dan social networking sites. Berkaitan dengan hal tersebut, guru harus terus belajar meningkatkan literasi digital (digital literaies) untuk mempelajari dan memanfaatkan platform pembelajaran baik dengan platform seperti Zoom, Google Meet, Google Classroom, Edmodo, Edpuzzle,dan platform lainnya sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan level pendidikan siswa.

Makna literasi saat ini tidak lagi dimaknai sempit sebagai kemampuan memahami atau membaca sebuah teks dan symbol, tetapi sudah luas kepada kemampuan untuk dapat memahami dan menggunakan internet of things dalam seluruh aspek kehidupan, khususnya dunia pendidikan atau pembelajaran untuk guru.

Siswa sebagai unit komunitas yang dilahirkan pada zaman yang berbeda saat ini, tentunya lebih akrab dan intens menggunakan gawai atau gadget baik dalam komunikasi formal dan informal. Penggunaan alat komunikasi handphone android dengan fasilitas platform komunikasi seperti Whatsapp, Telegram, BiP dan aplikasi lainnya. Ketidaktahuan siswa dalam menggunakan gawai untuk menunjang pembelajaran menjadi sebuah tantangan bagi guru sebagai fasilitator pembelajaran untuk dapat mengarahkan siswa kepada model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan interest siswa sebagai generasi milenial yang cepat dan instant dalam memahami dan menggunakan internet of things dengan fasilitas media social seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan media lainnya.

Assessment dalam Pembelajaran Virtual

Pembelajaran digital atau virtual secara praktisnya tentunya akan berdampak kepada bagaimana cara guru menilai atau mengevaluasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran (learning assessment). Pembelajaran sebagai sebuah kegiatan (activity) dalam perspektif Vygotsky (Zheng, et.al., 2010) dikenal dengan theory of activity. Selanjutnya konsep activity context dikembangkan oleh Zheng, et.al, (2010). Dalam activity context terdapat dua aspek yaitu learning activity dan assessment activity.

Konsep learning activity merupakan aspek pembelajaran yang bersumber dari siswa terkait dengan kegiatan yang siswa kerjakan selama pembelajaran yang meliputi learner-content interaction, peer interaction activity, dan other interactions. Sedangkan assessment activity merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam menilai kegiatan siswa dalam proses pembelajaran secara digital atau virtual. Hal tersebut meliputi resource assessment, self-assessment, dan peer assessment.

Dalam proses pembelajaran digital atau virtual yang tentu saja tidak melibatkan kontak fisik langsung atau interaksi komunikasi verbal guru dengan siswa, maka tentunya rubrik penilaian (assessment) harus disesuaikan dan berpijak pada teori yang sudah empiris.

Guru : revolusi pembelajaran, from reality to virtual

Kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia belum melandai bahkan cenderung naik grafiknya baik yang positif terpapar, sembuh dan kematian. Pembelajaran secara umum akan terus dilaksanakan secara daring (online) sebagaimana diatur oleh Kemendikbud. Pandemic yang belum diketahui sampai kapan akan berakhir dan kembali ke kondisi normal (steril) dari pandemi, akan berdampak kepada perubahan cepat atau revolusi pembelajaran yang mengarah kepada pembelajaran daring dengan menggunakan sistem teleconference atau virtual meeting, mengingat masih dilarangnya pertemuan tatap muka.

Hal tersebut berimbas kepada kebijakan pemerintah terhadap dunia pendidikan yang harus melakukan adaptasi dengan kondisi tersebut. Pemerintah perlu melakukan kajian komperensif berkaitan sejauh mana dengan efektifitas pembelajaran daring selama pandemi dan mencari solusi terbaik agar kualitas pembelajaran tidak kehilangan esensinya.

Guru sebagai garda terdepan dalam pembelajaran dituntut untuk melek digital, mampu memanfaatkan media-media pembelajaran atau platform yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan siswa. Tentunya, tetap memperhatikan panduan kurikulum dan tujuan pendidikan nasional yang masih berlaku.

Daftar Pustaka

Michael Thomas – Digital Education_ Opportunities for Social Collaboration (Digital Education and Learning) (2011, Palgrave Macmillan) – libgen.lc. (n.d.).
Zhang, X. (Xiaopeng). (2010). Entertainment for education : digital techniques and systems, 5th International Conference on E-learning and Games, Edutainment 2010, Changchun, China, August 16-18, 2010. Proceedings. Springer-Verlag.

Penulis : Rudi Haryono, S.S., M.Pd.
Dosen STKIP Muhammadiyah Bogor
email: [email protected]