25 radar bogor

Diduga Terlibat Pengaturan Skor, Delapan Pebulu Tangkis Indonesia Disanksi BWF

MANTAN PELATNAS: Agripinna Putra (kiri) saat berpasangan dengan Markus Fernaldi Gideon di ajang Indonesia Open 2012. (BAY ISMOYO/AFP
MANTAN PELATNAS: Agripinna Putra (kiri) saat berpasangan dengan Markus Fernaldi Gideon di ajang Indonesia Open 2012. (BAY ISMOYO/AFP

JAKARTA-RADAR BOGOR, Bulu tangkis Indonesia tercoreng. Kemarin (8/1) Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mengumumkan ada delapan pemain badminton Indonesia yang terlibat pengaturan skor.

”Delapan pemain Indonesia yang saling mengenal dan berkompetisi di kompetisi internasional level bawah, sebagian besar di Asia hingga 2019, melanggar Peraturan Integritas BWF terkait dengan pengaturan pertandingan, manipulasi pertandingan, atau taruhan badminton,” bunyi keterangan BWF.

Nama-nama yang disebut dalam rilis BWF tersebut adalah Hendra Tandjaya (HT), Ivandi Danang (ID), Androw Yunanto (AY), Sekartaji Putri (SP), Mia Mawarti (MM), Fadilla Afni (FA), Aditiya Dwiantoro (AD), dan Agripinna Prima Rahmanto Putra (AP).

Mereka mendapat sanksi beragam. Sanksi terberat dijatuhkan kepada HT, ID, dan AY. Mereka diberi sanksi seumur hidup. Diskors dari seluruh kegiatan yang berkaitan dengan bulu tangkis (selengkapnya lihat grafis). BWF mempersilakan atlet-atlet tersebut mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) dalam waktu 21 hari sejak keputusan itu dibuat.

Berdasar keterangan BWF, perbuatan HT dimulai pada 2014 hingga 18 November 2017. Dia berhasil mengajak beberapa pemain untuk mengatur hasil pertandingan dalam 10 turnamen. HT menawarkan uang berkisar Rp 4 juta sampai Rp 14 juta untuk setiap pertandingan.

Misalnya, yang terjadi di Hongkong Open 2016, Macau Open 2016, Syed Modi International Badminton Championships 2017, Thailand Open 2017, Chinese Taipei Open 2017, New Zealand Open 2017, dan Vietnam Open 2017.

Kasus itu terkuak ketika BWF diberi tahu seorang whistleblower (WB). WB tersebut diajak HT untuk memanipulasi pertandingan pada New Zealand Open 2017. WB itu menyebut pernah ditawari hal yang sama pada turnamen Scottish Open 2015 dan US Open 2017. Namun, si WB menolak semua ajakan tersebut.

Dari laporan itu, BWF langsung bergerak. Mereka beberapa kali mewawancarai empat pemain yang terlibat. Yaitu, HT, AY, AD, dan AP pada 2017–2018. Empat orang lainnya pernah diminta untuk wawancara pada periode 2018–2019. Namun, mereka tidak pernah hadir.

Pengumuman BWF itu langsung ditanggapi PBSI. Mereka mengutuk perbuatan tercela tersebut. Tindakan delapan atlet itu mencederai sportivitas yang seharusnya dijunjung tinggi setiap atlet. PBSI membantah bahwa para pemain tersebut menjadi bagian pelatnas pada saat itu. Kasus itu terjadi pada 2014–2017.

”Bisa dipastikan, delapan pemain yang dihukum BWF tersebut bukan pemain penghuni pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur,” tegas Kepala Bidang Humas dan Media PP PBSI Broto Happy dalam keterangan resminya.

Broto mengungkapkan, AP memang sempat tercatat masuk pelatnas pada 2010 dan degradasi pada 2014. AP pernah berpasangan dengan Marcus Fernaldi Gideon pada 2011–2013. Setelah AP keluar pelatnas, memang tidak mudah bisa mengetahui sepak terjang pemain.

”Masalahnya, kalau pemain penghuni pelatnas lebih mudah menjaganya. Ini kan bicara tentang jiwa luhur seorang atlet. Mungkin kalau di pelatnas mudah,” ujar Broto.

Saat masuk pelatnas, AP berstatus pemain klub PB Jaya Raya. Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wiguna menjelaskan bahwa AP keluar dari klub sejak 2018. Kemudian, dia bergabung dengan PB Berkat Abadi.

”Setelah keluar pelatnas, memang dia (AP) beberapa kali latihan di klub. Klub tidak bisa bantu full lagi. Makanya, kami persilakan jika mau pindah klub,” kata Imelda kepada Jawa Pos.(JPG)