25 radar bogor

Tak Ingin Kecolongan Lagi, KPK Terus Pelototi Proses Pengadaan Vaksin

Ilustrasi-Vaksin
Ilustrasi-Vaksin
Ilustrasi-Vaksin
Ilustrasi-Vaksin

JAKARTA-RADAR BOGOR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mengawal proses pengadaan vaksin Covid-19. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya praktek korupsi, seperti pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

“Kalau sudah ditemukan ada vaksinnya, tentu KPK akan mendampingi bagaimana agar kemudian vaksin ini bisa efektif meyembuhkan Covid-19, tetapi juga efsisen tidak kemudian menimbulkan kerugian-kerugian negara,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dikonfirmasi, Selasa (22/12/2020).

Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini menuturkan, pihaknya sudah melakukan pemantauan anggaran penanganan Covid-19. Bahkan, KPK sudah mengerahkan 10 tim dalam Satgas Covid-19, mulai dari pengadaan alat kesehatan hingga munculnya vaksin.

“Itu semua KPK akan melakukan pendampingan mulai dari rumusan kebijakan sampai ke pelaksanaan, itu yg akan kami lakukan. Sekali lagi demi sehatnya masyarakat, tapi juga demi tidak terkorupnya dana Covid-19,” ujar Ghufron.

Menurutnya, dalam pengawalan penanganan Covid-19, lembaga antirasuah menemukan adanya dugaan suap dalam pengadaan bansos untuk wilayah Jabodetabek. Kasus ini menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos sebagai tersangka penerima suap. KPK menetapkan Aardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta yang merupakan tersangka pemberi suap.

KPK menduga, Juliari menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.

Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.

Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Pihak pemberi AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (jpg)