25 radar bogor

Si Coklat Pecinta Senja

Riri Nurwulandari
Riri Nurwulandari

Judul ini terbersit begitu saja ketika sedang melihat file foto saya sedang berpose membelakangi kamera dengan latar lembayung senja di sebuah lapangan yang dikelilingi kebun teh. Tempat itu bernama Pondok 10. Tempat yang biasa saya pakai untuk membina anak-anak manis di luar, lembut di dalam. Lho seperti coklat? Yummy… yaah memang begitulah anak Pramuka.

Tulisan ini ditulis bulan Agustus, tepatnya tanggal 14 tahun 2020, tapi baru saya beranikan publish sekarang, kenapa? Awalnya saya menatap (tidak sengaja) setelan seragam saya… lho kok seragam? Ya seragam kebanggaan saya, warnanya coklat muda dan coklat tua. Sudah pasti tahu doong apa itu. Ups maaf salah kalau ada yang menebak itu seragam aparat keamanan, yang saya tatap itu adalah seragam Pramuka. Ya, seragam Pramuka, biar saya kasih gambaran yang bikin semua aktivis Pramuka senang.

Organisasi ini tidak mengenal pensiun. Percaya tidak bahwa saya yang menulis tulisan ini masih dipanggil kakak lho. Jarang kan ada emak-emak dipanggil kakak. Bikin baper pokoknya dan tentunya tidak akan lupa memakai seragam coklat itu setiap hari Kamis dan tentunya tanggal 14 Agustus setiap tahunnya lho. Oh ralat, tidak setiap tahun, buktinya tahun sekarang tidak, sedih.. pasti… kecewa? Tidak juga, atau senang? Hmm… perlu diragukan pengabdiannya kalau ada aktivis Pramuka yang senang tidak pakai seragam Pramuka-nya tanggal 14 Agustus tahun ini..

Nah… saya lanjutkan kaitannya dengan judul di atas. Biasanya tanggal 14 Agustus itu upacara kan. Malam sebelumnya ada ucap ulang janji, janji untuk meresapi dan mengamalkan Tri Satya dan Dasa Dharma. Sampai di sini saya berkaca-kaca dan menahan air mata untuk tidak jatuh (hmm mulai deeh). Hari ini kenyataannya kegiatan upacara itu ditiadakan, Anda semua mungkin juga sudah bisa menduga apa penyebabnya, tapi supaya kita terhindar dari buruk sangka, mari kita melayang dulu angan kita ke beberapa bulan yang lalu.

Tepatnya tanggal 16 Maret 2020, saya masih ingat tanggal itu adalah hari Senin. Dengan semangat tinggi saya datang ke tempat saya mengabdi. Datang pagi sekali untuk mengawasi ujian siswa. Tiba-tiba saya merasa aneh, karena jalanan menuju lokasi kok sepi sih (eits… intonasinya jangan teringat sebuah acara televisi yang ada joget viralnya ya..) tidak ada siswa yang lari-lari kecil layaknya mau ujian. Saya panik dong, kenapa panik? Karena saya berpikir saya sudah sangat terlambat. Wah bisa gagal dapat kursi strategis nih di ruang pengawas yang jauh dari panitia tapi dekat dengan meja konsumsi (sst… jangan buruk sangka lagi… ini Senin lho, biasanya pasangannya Kamis, tahu kan? Hehe..).

Pas sampai di ruangan pengawas… astagfirullah …eeh alhamdulilah… belum ada seorang pun yang datang… haaah? Yakin nih belum ada yang datang? Senang campur aneh, senang karena… yess bisa milih tempat strategis, aneh.. karena ini sudah jam 7 teng… apa? Jam 7 hanya aku sendiri? Please deh.. ini mimpi atau apa? Ya Allah, semakin berdesir pikiran aneh… tiba-tiba datanglah salah satu panitia ujian urusan logistik, hmm… bawa konsumsi nih… saya pikir demikian, tapi saya lebih terkejut lagi ternyata bukan konsumsi yang dia bawa. Aapa coba? Hufft, ternyata dia bawa suara keras tawa terbahak-bahak sambil berkata, “Mau apa bu kesini? Mau ngawas tuyul? Hahahaha…” Kau pikir lucu? (suara hati saya itu kalau di sinetron terdengar lho oleh pemirsaah).

Saya diam mematung, ada apakah gerangan dengan mimpi ini. Dan ternyata (alhamdulilah) ada peserta ujian yang terheran-heran juga terhadap saya dan terhadap dirinya sendiri, lho kok bisa? Ngenes… dia sampai mengusap wajah dan keringat belum menyadari apa yang sebenarnya telah terjadi. Mungkin dia berpikir hari ini hari Minggu atau ujian dibatalkan dan bersorak dalam hati. Kami berdua bernasib sama, tidak tahu pengumuman bahwa hari ini ujian dibatalkan karena sesuatu sedang terjadi bukan hanya di tempat kami, tapi di seluruh dunia. Penyebabnya karena benda kecil yang disebut virus. Oke… sampai di sini saya tidak akan bahas virus karena bikin enek, tapi akan kembali ke awal tulisan tentang si coklat yang kalau makanan sih katanya menenangkan.

Sejak saat itu saya belum pernah lagi memakai seragam coklat itu, seragam kebanggaan saya, seragam Pramuka untuk dipakai bahkan hanya sekedar untuk latihan rutin, upacara yang kami idamkan akan gelar pasukan dan gelar kekuatan ambalan tidak pernah terpikirkan tahun ini tidak dilaksanakan. Semoga hanya tahun ini semua kegiatan luar ruangan tidak terlaksana. Saya, mungkin juga Anda pembaca yang pernah merasakan serunya kegiatan luar ruagan pasti sangat merindukan hal itu. Obat mumet yang bikin hati berdesir kala bertemu senior, malu sekaligus takut menatap mata pembina yang galak tapi ngangenin (woow). Malas latihan karena sering apel, upacara, nyanyi, yel-yel, blusukan, bikin kode rahasia, bikin kusut tali sepatu, eh tali temali, ngisengin senior cantik pura- pura ingin pipis padahal kabooor…. dan masih banyak lagi keseruan latihan Pramuka di SMA yang intinya waktu itu kalau hari Kamis kami ingin segera pulang (padahal tidak pulang) tapi saya merindukan semuanya itu. Rindu jaga pos supaya tidak ada anggota yang diam-diam ngeloyor pulang, ngabsen anggota sambil teriak-teriak karena mereka berisik sekali panggil-panggil kakaaaak persis anak TK. Aaaah… Wulan Merindu.

Salam Pramuka!

Oleh: Riri Nurwulandari