25 radar bogor

Pejuang Asa

Riri Nurwulandari

Beda banget sama mahasiswa yang gak ada lucu-lucunya, serius terus, debat masalah apapun, dari yang gak penting, yang penting, sampai masalah keluarga, yang sok sokan pengen kabur gak kuliah teringat masa SMA dulu.

Padahal dosen tidak peduli lagi mahasiswanya mau satu, banyak, mau kabur, mau masuk, mau bolos, yang penting nilai ujian bagus, dan absen kita yang tanda tangan lho, bukan disebut satu-satu namanya, hehe…

Pada saat itu betul-betul harus percaya diri. Woow… kata-kata itu sekarang terbukti sakti. Kepercayaan diri seorang sarjana pendidikan yang sudah jadi guru harus penuh. Tidak boleh lagi setengah-setengah apalagi minim yang pernah saya rasakan dulu ketika ujian mengajar.

Seorang guru di depan muridnya harus meyakinkan dari seluruh aspek, pengetahuan yang mumpuni (tidak abal-abal, apalagi cuma modal belajar dari si mbah yang populer itu, dan bacanya hanya beda semalam dengan muridnya), cara bicara dan bahasa yang baik, jangan sok-sokan pengen alay mengikuti murid alaynya juga padahal tidak tahu artinya apalagi gurunya sudah lahir pada jaman kolonial, bukan di jaman milenial yang notabene mereka banyak menggunakan bahasa milenial yang konon katanya keren, asik, enak didengar, tapi sorry to say.. enggak banget kalau kata-kata itu harus ada di kamus bahasa Indonesia.

Jauh dari kata sopan, apalagi santun, makanya hati-hati nih para pendidik mengucapkan kata-kata yang katanya asik, sampai viral, dan dijadikan kamus gaul. Waah… kalau saya sih no untuk mengikuti trend kata-kata tersebut (ups maaf saya bukan sedang jadi juri ajang pencarian bakat ya).

Makanya sekarang kata-kata tersebut seolah-olah merupakan kata resmi bahasa Indonesia karena siswa dan gurunya banyak dan sering menggunakan kata tersebut. Jadi dianggaplah kata-kata itu sebagai kata yang pantas diucapkan. Hmm jadi bahas bahasa ya, numpang lewatlah sedikit, bagi ilmu bahasanya.