Djoko Tjandra Suap Jaksa Pinangki Rp7 Miliar

ILUSTRASI: Pinangki mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/4). Sidang itu beragenda mendengarkan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa. (FEDRIK TARIGAN/JAWA POS)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Selain didakwa menyuap dua jenderal Polri, Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap sebesar USD 500 ribu atau setara Rp 7 miliar kepada mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari.

Uang suap itu diberikan kepada Pinangki untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan Putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.

“Uang sebesar USD500.000 dari yang dijanjikan sebesar USD 1.000.000 oleh Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra sebagai pemberian kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Pegawai Negeri atau selaku Penyelenggara Negara dalam kedudukannya sebagai Jaksa dengan jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut, berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Wartono membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Senin (2/11).

Pemberian suap terhadap Pinangki dilakukan untuk mengurus fatwa hukum di Mahkamah Agung. Hal itu agar
Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi dalam kasus hak tagih Bank Bali, sehingga bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana penjara.

Perkara ini bermula saat Pinangki bertemu Rahmat dan Anita Kolopaking pada September 2019. Pinangki meminta agar Rahmat dikenalkan kepada Djoko Tjandra. Lantas, Anita Kolopaking menanyakan ke temannya seorang hakim di MA mengenai kemungkinan terbitnya fatwa bagi Djoko Tjandra. Untuk melancarkan aksinya, Djoko Tjandra meminta Pinangki untuk membuat action plan.

“Djoko Tjandra meminta kepada terdakwa mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu. Serta membuat surat ke Kejaksaan Agung menanyakan status hukum Djoko Soegiarto Tjandra, lalu terdakwa menyampaikan akan menindaklanjuti surat tersebut,” ucap Jaksa.

ILUSTRASI: Pinangki mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/4). Sidang itu beragenda mendengarkan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa. (FEDRIK TARIGAN/JAWA POS)

Pada 12 November 2019, Pinangki bersama Rahmat menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai tanda jadi, Djoko Tjandra memberikan USD 500 ribu kepada Pinangki melalui adik iparnya, Herriyadi. Kemudian, Pinangki memberikan USD 50 ribu dari bagian USD 500 ribu yang diterimanya ke Anita.

“Namun dalam action plan tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Joko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD 500 ribu sehingga Joko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan,” pungkas Jaksa.

Atas perbuatannya, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.(jpc)