Vaksin Unair Segera Diuji Coba Kepada Kera

Ilustrasi Vaksin

JAKARTA-RADAR BOGOR, Paguyuban tim peneliti Universitas Airlangga (Unair) terus mengembangkan riset vaksin Covid-19. Saat ini riset vaksin merah putih platform Unair telah memasuki critical step (tahap kritis). Setelah itu, calon vaksin tersebut dipersiapkan ke tahap preklinis untuk diuji terhadap hewan.

Koordinator Produk Riset Covid-19 Unair Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih menyatakan, tim peneliti Unair sejatinya melakukan riset vaksin sejak Maret. Bersama para pakar biomolecular engineering, kedokteran spesialis, ahli virologi, Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), RSUD dr Soetomo, dan pusat-pusat riset di Unair, riset vaksin Covid-19 pun dimulai. ”Kami bentuk tim yang lengkap dari semua aspek,” katanya.

Peneliti di Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Unair itu menjelaskan, saat ini timnya telah membuat konstruksi desain vaksin Covid-19. Sebelumnya, Unair juga menemukan whole genome sequencing pada April dan menyumbangkannya ke data pusat internasional.

Jadi, Unair telah memiliki strain atau sequencing dari virus yang menginfeksi di Indonesia. Khususnya di Surabaya dan Jawa Timur. ”Strain itu kami jadikan bagian dari konstruksi calon vaksin, lalu ditambah dengan strain asli dari Wuhan dan subunit,” jelasnya.

Nyoman menyebutkan, dalam riset vaksin Covid-19, ada dua jenis platform. Yaitu, classical platform dan modern platform. Saat ini Unair menggunakan modern platform dengan berbasis virus vector dan DNA.

Dalam penelitian tersebut, Unair juga bekerja sama dengan alumni di Manchester United yang memiliki pengalaman riset vektor virus. ”Jadi, sekarang menyelesaikan konstruksi desain vaksinnya. Kalau ini berhasil, bisa berlanjut ke tahap selanjutnya,” ujar dia.

Wakil rektor I itu mengatakan, konstruksi vaksin yang didesain dimulai dari vektor virus. Saat ini timnya memproduksi virus untuk tahap kritis atau tahap penentu riset vaksin Covid-19. ”Kalau virusnya dapat memproduksi packaging virus, konstruksi vaksin berhasil dan tahap preklinis dapat dilakukan,” jelasnya.

Nyoman menegaskan, setiap riset pembuatan vaksin harus melewati critical step. Itu pun dialami setiap peneliti vaksin di seluruh dunia. Di Indonesia, ada Eijkman dan Unair yang kini meneliti vaksin merah putih.

Ilustrasi Vaksin

Vaksin yang diteliti Eijkman berbasis protein rekombinan. Vaksin merah putih platform Unair berbasis vektor virus. ”Kalau protein rekombinan, pada saat kritis ini dilihat protein rekombinannya terekspresi atau tidak. Kalau vektor virus, kata kuncinya bukan di ekspresi proteinnya, melainkan produksi vektor virusnya,” paparnya.

Jika semua tahap kritis sudah terlewati dan berhasil, akan dilanjutkan ke uji toksisitas dan tantang pada hewan coba yang sudah diberi kandidat virus. ”Kalau sudah berhasil uji tantang, antibodi menunjukkan reaksi yang bagus terhadap paparan uji tantang dengan virusnya, bisa lanjut ke tahap preklinis hingga pada kera atau makaka,” ungkapnya.

Nyoman mengungkapkan, dalam riset vaksin Covid-19 tersebut, Unair bekerja sama dengan berbagai stakeholder. Salah satunya adalah PT Biotis yang juga bergerak di bidang industri produksi vaksin. Selain itu, Unair menggandeng BPOM agar hasil tahap preklinis hingga klinis bisa diketahui bersama. ”Kalau tahap kritisnya sudah diketahui berhasil, selanjutnya riset diteruskan pakar virologi,” ujar dia.

Nyoman menuturkan, riset vaksin Covid-19 ditargetkan dapat diuji coba terhadap hewan pada minggu ketiga November. Jika uji coba preklinis lancar, ditargetkan uji klinis sudah bisa dilakukan pada 2021. ”Kalau lancar, harapan kami bisa di awal 2021,” tandasnya.

Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan bahwa vaksin merah putih dikembangkan menggunakan isolat virus Covid-19 yang bertransmisi di Indonesia.

Saat ini bukan hanya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang mengembangkan vaksin tersebut. Ada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang melakukan penelitian yang sama dengan platform berbeda.

Ilustrasi Vaksin

Bambang mengungkapkan, vaksin merah putih memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan vaksin Sinovac dan Sinopharm. Sinovac dan Sinopharm memakai platform inactivated virus (virus yang dimatikan). Vaksin merah putih menggunakan platform protein rekombinan, DNA, dan RNA.

Selain itu, isolatnya merupakan virus yang bertransmisi di dalam negeri. ”Akhir tahun ini diharapkan pengembangan vaksin merah putih memasuki tahap uji praklinis,” tuturnya. Dengan begitu, pada triwulan I 2021, sudah dilakukan uji klinis tahap pertama.

Belum diketahui secara tepat seberapa lama daya tahan vaksin dalam tubuh. WHO hanya memprediksi vaksin Covid-19 ini bertahan selama 6 bulan hingga 2 tahun. Karena itu, vaksin merah putih dikembangkan sebagai upaya jangka menengah dan panjang untuk bisa memenuhi kebutuhan vaksin Indonesia di kemudian hari. ”Vaksinasi tidak hanya dilakukan untuk 2021. Sebab, vaksin Covid-19 bukan untuk kekebalan seumur hidup,” terangnya.

Masyarakat pun diharapkan dapat menerima vaksin Covid-19, baik yang dikembangkan di luar negeri maupun vaksin merah putih yang dikembangkan di dalam negeri.

Tim Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 juga tengah melakukan penelitian tentang imunomodulator atau suplemen berbasis herbal. Bambang menyatakan bahwa uji klinis tahap I di Wisma Atlet telah rampung.

Pengembangannya turut dibantu Kalbe Farma. Saat ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan dari BPOM. ”Semoga kita bisa mendapatkan setidaknya satu jenis yang secara resmi bisa dikatakan sebagai suplemen Covid-19,” tuturnya.(jpc)