25 radar bogor

Wajib Karantina

Dengan demikian, data siapa saja yang punya penyakit comorbid itu sebenarnya  sudah ada. Hanya saja tidak disatukan dalam data base di satu kota/kabupaten. Atau satu provinsi. Atau satu negara. Data itu masih tercecer di keluarga masing-masing.

Mereka inilah yang mestinya mutlak tidak boleh dekat-dekat dengan penderita Covid-19. Sayangnya kita tidak bisa tahu apakah orang yang di dekat kita itu lagi membawa virus atau tidak.

Maka orang seperti saya –sebagai salah satu penderita penyakit comorbid itu– mau saja kalau pemerintah ”mengkhususkan” kami. Misalnya kami-kami ini diberi gelang elektronik. Warnanya yang mencolok.

Gelang itu akan mengingatkan diri sendiri bahwa ”saya adalah orang rentan”. Juga mengingatkan orang lain agar jangan terlalu mendekati kami. Saya tidak bisa memperkirakan berapa persen penderita comorbid itu. Tapi tidak sampai 30 persen jumlah penduduk kan?

Berarti sebenarnya masih ada 70 persen penduduk yang bisa ditugaskan untuk memajukan roda ekonomi. Tentu dengan protokol kesehatan. Mungkin mereka yang 70 persen itu masih akan tertular Covid. Atau saling menulari. Tapi karena tidak punya comorbid mestinya mereka lebih mampu mengatasi sendiri. Seperti terbukti begitu banyak yang tertular tapi tidak memiliki gejala. Mereka sehat-sehat saja.

Lihat juga begitu besar angka kesembuhan selama ini. Itu adalah dari golongan yang 70 persen itu.  Tapi siapa yang harus punya inisiatif untuk melakukan pendataan penderita comorbid di masing-masing kota? Tentu kasus seperti Prof Budi Warsono agak berbeda –yang istrinya akhirnya juga meninggal dunia Sabtu dini hari lalu.