Suasana Teras Surken yang menyajikan penganan Legendaris.
BOGOR-RADAR BOGOR, Metamorfosa Suryakencana menuai decak kagum. Kawasan yang dulu kumuh di Jalan Bata, Babakan Pasar, Bogor Tengah, disulap menjadi surga pedestrian dan pecinta kuliner di Kota Hujan. Namanya: Teras Surken. Bagian kecil Pecinan itu menjelma menjadi tempat kumpul penganan khas Bogor yang melegend.
Alunan merdu saxophone mengiringi langkah kaki memasuki Jalan Bata, Suryakancana. Banyak yang berbeda di lokasi ini sekarang. Sebelumnya, yang terlintas hanya kesemrawutan lalu lintas dan pedagang. Belum lagi tumpukan sampah. Bau tak sedap hingga becek di jalanan yang berlubang.
Tetapi itu dulu. Sekarang, ada 38 tenda kuliner khas Bogor, siap memanjakan lidah. Sekaligus bernostalgia dengan cita rasa penganan lawas. Sebut saja: Soto Bang Ali; Bir Kotjok (bir kocok,red); Es Pala; juga Toge Goreng. Hmm…. Sungguh menggiurkan.
Anda tertarik? Ada dua akses untuk menuju Teras Surken. Melalui pintu utama di Jalan Suryakancana, atau via Pasar Bogor. Saat masuk dari keduanya, Anda akan disuguhkan tenda-tenda kuliner dengan menu yang beragam.
“Alhamdulillah sekarang di sini menjadi lebih nyaman, tempatnya juga bagus dan lebih bersih. Mudah-mudahan bisa lebih ramai,” tutur Anton, pegawai Soto Bang Ali.
Bicara Soto Bang Ali, pastinya sudah banyak dikenal warga Bogor. Ini salah satu penganan yang melegenda. Sudah beberapa cabang didirikan. Termasuk di Teras Surken. Soal harga, Soto Bang Ali tidak menambah tarif sedikitpun. Alias, masih sama dengan harga di luar Teras Surken.
Ada pula Bir Kotjok. Warga sekitaran Suryakencana pasti hafal dengan jajanan murah meriah ini. Bermodalkan Rp10 ribu saja, pengunjung bisa menikmati kehangatan minuman khas Bogor tersebut. “Harga masih tetap sama, kemasannya kita buat kekinian,” sahut Agus Sugandi, penjual Bir Kotjok.
Sebelumnya, Agus berjualan di jalur pedestrian Surken yang setiap akhir pekan bisa menjual 80 botol bir Kotjok. Klaim Agus, bir kotjoknya memakai rempah-rempah pilihan. Rasanya dijamin tidak berubah meski sudah ada sejak 1965. “Walaupun sekarang dikelola generasi kedua, rasanya tidak berubah sejak 1965,” ujarnya bangga.
Senada diungkapkan Wahyu, pemilik tenda kuliner Laksa. Dia bersyukur direlokasi ke Teras Surken yang bersih. Tempat duduk untuk pengunjung pun nyaman. Memulai usaha di Gang Aut sejak 1955, setiap hari ia menjual 100 porsi laksa. Ini juga istimewa. Ada khas oncom merah di racikannya.
“Harapan saya, penggemar laksa saya tahu tempatnya pindah ke sini dan pengunjung Teras Surken semakin ramai,” kata Wahyu.
Pernyataan Wahyu diamini pemilik kedai Toge Goreng, Maemunah. Teras Surken memang lebih nyaman dibandingkan tempatnya dahulu berjualan. Apalagi ia tidak perlu membayar sewa. Hanya biaya kebersihan dan keamanan saja.
Meski begitu, Maemunah sempat keberatan dengan sistem cashless atau non tunai. Alasannya, lokasi Teras Surken dekat dengan Pasar Tradisional.
“Saya harap ke depannya Teras Surken ramai dan bisa lebih meningkatkan omzet penjualan para pedagang. Kalau weekend kami bisa jual 100 porsi dan toge goreng kami sudah terkenal sampai ke Malaysia dan Amerika,” imbuh dia.
Keberadaan Teras Surken sudah lama menjadi mimpi Pemkot Bogor. Pada peresmian kemarin, Wali Kota Bogor, Bima Arya menekankan Teras Surken akan menjadi ikon baru Kota Bogor.
“Alhamdulillah setelah proses yang cukup lama mereka bersedia berjualan di sini. Insya Allah akan lebih ramai lagi. Karena lebih nyaman, tidak kehujanan, lebih bersih dan lebih sehat,” kata Bima.
Teras Surken hadir dengan strategi penataan wilayah dengan kebijakan relokasi. Bukan sekadar menggusur. Trotoar di sepanjang Suryakancana ditata, dan para pedagang dipindah ke tempat yang lebih layak dan nyaman. Sehingga kuliner yang melegenda di kawasan itu mendapat tempat yang lebih layak.
“Ini baru tahap awal. Berikutnya ada tujuh koridor ke sana kita akan tata juga. Koridor itu diisi oleh para pelaku UMKM jenis kerajinan. Lawang Saketeng dan Pedati juga akan ditata. Sedang berproses. Ada produk dekorasi rumah tangga yang akan kita garap, dengan membangkitkan ekonomi lokal,” terang Bima.
Di masa pandemi, Bima juga menegaskan untuk semua transaksi dilakukan secara cashless atau non tunai. Hal ini merupakan bagian dari literasi digital yang diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. “Ketika pandemi jadi lebih relevan sekarang. Warga dibiasakan nantinya belanja sebagian besar dengan cashless,” tegas dia.
Di tempat yang sama, Dirut Perumda Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor, Muzakkir menerangkan, 90 persen tenant diisi para pedagang Suryakancana. Sejak 2019, ia bersama para kepala dinas terkait atau yang disebut Tim 7, diberi tugas untuk menata Kawasan Suryakancana. “Rata-rata para pedagang sudah berjualan lebih dari 20 tahun,” beber Muzakkir.
Bagi wisatawan yang ingin mencoba kuliner legendaris Kota Bogor tidak perlu mencari di tempat lain. Cukup datang ke Teras Surken yang beroperasi mulai pukul 08.00 WIB – pukul 21.00 WIB. “Di sini uang tunai tidak berlaku, jika menggunakan uang cash maka para pedagang akan menolak,” kata Muzakkir.
Pelayanan mandiri menjadi keunikan lain. Konsumen diarahkan untuk datang ke tenant, memilih menu kemudian lakukan pembayaran secara digital. Selain itu tidak disediakan piring atau gelas. Selesai menyantap makanan, para konsumen diedukasi untuk membuang sampah langsung ke tempat sampah secara mandiri.
Peresmian Teras Surken kemarin sekaligus soft launching e-Kujang atau aplikasi dompet elektronik yang dimiliki Perumda Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor bekerja sama dengan Finnet salah satu anak perusahaan Telkom.(dka/d)