Vaksin Buatan Dalam Negeri Uji Praklinis Tahun Depan

Ilustrasi Vaksin

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pengembangan vaksin Covid-19 tidak hanya mengandalkan kerja sama internasional. Di dalam negeri, penelitian juga dilakukan. Targetnya, vaksin lokal bisa memasuki tahap uji praklinis mulai tahun depan.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menjelaskan, pengembangan vaksin lokal dikerjakan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Saat ini penelitiannya sudah mencapai 30 persen, di tahap amplifikasi protein S dan protein N.

Akhir tahun ini prosesnya diharapkan bisa selesai di tahap uji pada hewan. ”Sehingga tahun depan bisa dimulai dengan uji praklinis dan klinis,” kata Bambang dalam keterangan resmi Selasa (21/7/2020).

Dalam prosesnya, lanjut dia, pengembangan tersebut juga bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Bambang berharap, dengan kolaborasi yang dilakukan sejak awal, uji klinis vaksin Merah Putih itu bisa berhasil pada 2021. ”Mudah-mudahan vaksin ini bisa tersedia 2021, tidak perlu menunggu 2022,” ujarnya.

Bambang menjelaskan, metode pengembangan vaksin yang digunakan Eijkman berbeda dengan Sinovac Biotech–Bio Farma. Eijkman mengembangkan vaksin dengan platform protein rekombinan. Di sisi lain, Sinovac menggunakan metode pelemahan virus.

Pengembangan vaksin tersebut memperhatikan tiga hal. Yakni, cepat, efektif, dan mandiri. Cepat diperlukan karena saat ini semua negara saling berlomba untuk mengembangkan vaksin. Kemudian, harus efektif.

Sebab, vaksin diharapkan cocok untuk Covid-19, terutama yang bertransmisi di Indonesia. ”Lalu, mandiri yang paling penting,” tegas mantan menteri keuangan (Menkeu) tersebut.

Pertimbangannya, Indonesia bukan negara kecil. Jumlah penduduknya mencapai 260 juta jiwa. Melihat fakta tersebut, Indonesia tidak bisa bergantung pada vaksin yang diperoleh dengan membeli dari luar negeri. ”Paling tidak separonya harus bisa diproduksi sendiri,” sambungnya.

Bambang mengungkapkan, pembiayaan pada tahap awal tidak tidak terlalu besar. Eijkman telah mengajukan pendanaan Rp 10 miliar untuk tahap awal, termasuk uji pada hewan. Biaya yang cukup besar justru dibutuhkan pada tahap selanjutnya, yakni uji klinis dan produksi.

Dana untuk uji klinis dan persiapan produksi diperkirakan mencapai Rp 60 miliar. Sementara itu, kebutuhan untuk produksi diprediksi mencapai Rp 20 triliun.

Dengan pembiayaan yang besar itu, pertanyaan berikutnya adalah berapa harga vaksin tersebut jika telah tersedia. Bambang mengaku belum bisa menetapkan harga vaksin yang bakal dijual. ”Karena vaksinnya pun belum ditemukan,” ujarnya.

Namun, sebelumnya dia sempat mendapat informasi dari Bio Farma. Harga pasaran vaksin baru berkisar USD 5–10. ”Standar harganya segitu. Yang dikembangkan Eijkman kan vaksin baru. Mungkin bisa lebih murah, tapi tak bisa jamin saat ini,” paparnya. (jpg)