25 radar bogor

Perubahan Hagia Sophia Menjadi Masjid, Kita Harus Hormati Kedaulatan Turki

Fadli Zon
Fadli Zon

Pada 10 Juli 2020 lalu, Dewan Negara (The Council of State), yang merupakan pengadilan administratif tertinggi Turki, telah mengetuk palu pengembalian fungsi Hagia Sophia dari museum kembali menjadi masjid.

Dengan keputusan itu, maka keputusan presiden pertama Republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk, yang pada 1934 telah mengubah status Hagia Sophia dari masjid menjadi museum, dinyatakan tak lagi berlaku.

Dunia Barat umumnya mengecam keputusan tersebut. Perubahan status itu dianggap telah dan akan menyinggung perasaan umat Kristiani dunia, khususnya golongan Kristen Ortodoks. Ketika pertama kali dibangun oleh Kaisar Bizantium, Justinian I, pada tahun 532 hingga 537, Hagia Sophia semula dimaksudkan sebagai gereja katedral.

Meski demikian, sesudah Konstantinopel ditaklukkan oleh Sultan Mehmed II dari Kekhalifahan Usmani pada 1453, fungsi bangunan itu kemudian diubah menjadi masjid.

Sultan Mehmed II, yang oleh bangsa Turki dijuluki sebagai “Al Fatih”, alias “Sang Penakluk”, bukan hanya mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, namun juga mengganti nama Konstantinopel menjadi Istanbul. Sultan Mehmed II adalah “Sang Penakluk” termuda dalam sejarah dunia yaitu berusia 21 tahun.

Di tengah kritik dan kontroversi mengenai perubahan status tersebut, kita berharap semua pihak berpijak pada sikap saling menghormati, terutama menghormati kedaulatan Turki.