JAKARTA-RADAR BOGOR, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat selama tiga pekan terakhir, wilayah selatan Pulau Jawa mengalami peningkatan aktivitas gempa bumi yang signifikan. Sehingga, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan menguatkan upaya mitigasi.
”Dengan meningkatnya aktivitas kegempaan di selatan Jawa akhir-akhir ini, kami mengimbau kepada para pemangku kepentingan di bidang kebencanaan dan masyarakat luas untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terkait gempa bumi dan tsunami,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono seperti dilansir dari Antara pada Jumat (17/7).
Dia mengatakan, wilayah selatan Pulau Jawa memang rawan gempa. Gempa kuat dapat terjadi kapan saja dan belum dapat diprediksi secara akurat.
BMKG telah mencatat setidaknya telah terjadi sembilan kali peristiwa gempa dirasakan di wilayah Pulau Jawa. Yakni gempa di selatan Pacitan M 5,0 pada 22 Juni akibat deformasi di zona Benioff. Kemudian gempa di selatan Blitar M 5,3 pada 5 Juli akibat deformasi di zona Benioff.
Selain itu, gempa dalam Laut Jawa M 6,1 pada 7 Juli akibat deformasi di zona transisi mantel. Selanjutnya, kata dia, gempa di Banten Selatan M 5,1 pada 7 Juli akibat deformasi di zona Benioff dan gempa di selatan Garut M 5,0 pada 7 Juli akibat deformasi di zona megathrust. Gempa juga terjadi di selatan Selat Sunda M 5,2 pada 7 Juli akibat deformasi di zona megathrust
”Gempa di selatan Sukabumi M 4,8 pada 10 Juli akibat aktivitas sesar aktif di dasar laut serta gempa di selatan Kulonprogo M 5,1 pada 13 Juli akibat deformasi di zona megathrust dan gempa di selatan Pangandaran M 3,7 pada 17 Juli akibat aktivitas sesar aktif di dasar laut,” terang Daryono.
Sebelumnya, pada Jumat (17/7) pukul 11.08.48 WIB wilayah Samudra Hindia barat daya Pangandaran diguncang gempa tektonik bermagnitudo 3,7. Episenter terletak pada koordinat 8,18 LS dan 107,85 BT, tepatnya berlokasi di laut pada jarak 89 km arah barat daya Kabupaten Pangandaran di kedalaman 18 kilometer. Daryono menjelaskan, gempa tersebut jenis dangkal akibat aktivitas sesar aktif di dasar laut.
Meski gempa tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi, dia mengharapkan masyarakat dapat melakukan upaya mitigasi bila suatu waktu terjadi gempa dan tsunami. ”Masyarakat perlu memahami cara selamat saat terjadi gempa, dengan cara segera mencari perlindungan diri,” ujar Daryono.
Selain itu, menurut Daroyo, masyarakat perlu menyiapkan bangunan tahan gempa dan membuat tata ruang pantai berbasis risiko bencana tsunami, termasuk memahami konsep evakuasi mandiri.(JPC)