Tata Kelola Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19 belum Jelas

DARING : Ngopi bertema “Pendidikan dan Adaptasi Kebiasaan Baru” yang menghadirkan para narasumber steakholder Kabupaten Bogor, Rabu (8/7/2020) siang.

BOGOR – RADAR BOGOR, Yayasan Visi Nusantara Maju, kembali berada di garis terdepan terdepan dalam berbagai isu di tengah pandemi Covid-19. Kali ini, menyelenggarakan diskusi produktif bertajuk Ngopi (Ngobrol Penuh Inspirasi dan Aksi) dengan tema “Pendidikan dan Adaptasi Kebiasaan Baru” yang menghadirkan para narasumber steakholder Kabupaten Bogor, Rabu (8/7/2020) siang.

Diskusi dipandu Sekretaris PKG-P3A Visi Nusantara, Asep Saepudin berkolaborasi dengan Praktisi Pendidikan dan Pengamat Anak, Heny Rustiani. Dialog berjalan aktif dari para peserta.

Terlebih, tema yang diangkat pas menjelang dibukanya tahun ajaran baru 2020/2021. Tak dapat dimungkiri, kondisi saat ini bukan hanya menjadi kekhawatiran dan kegamangan para orang tua siswa.

Namun, juga menjadi permasalahan serius bagi para penyelenggara pendidikan. Tentu, kehadiran para pemangku kebijakan di Kabupaten Bogor ini sangat penting untuk menjawab permasalahan tersebut.

Mengawali diskusi, Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi yang bertindak sebagai Keynote Speaker menyampaikan, belum adanya kejelasan tata kelola pendidikan di tengah Pandemi Covid-19.

Selain itu, kata dia, tidak adanya instrument pembelajaran di rumah yang jelas yang bisa dijadikan acuan oleh pendidik maupun peserta didik dan orang tua. Sehingga, hak belajar anak terabaikan dan ini menjadi permasalahan baru di kemudian hari.

Termasuk, dengan proses adaptasi menuju kenormalan baru yang diistilahkan oleh Pemprov Jabar dengan nama Adaptasi Kebiasaan Baru yang minim riset.

“Seberapa efektif pembelajaran daring di tengah Covid-19 ? di Kabupaten Bogor tidak ada riset yang dirilis oleh Dinas Pendidikan maupun Kementerian Agama. Sejauh mana peran Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor dalam melakukan pengawasan? Jangan-jangan hal ini pun ikut luput juga dari perhatian dewan ?,”  ujar pria yang biasa disapa kang Yoes itu.

Lebih lanjut ia menyoal, tentang skema tata kelola pendidikan pasca Covid-19 dalam menjaga nilai dan mempertahankan prestasi siswa ke depannya. “Jangan sampai, prestasi siswa anjlok karena kelalaian pihak penyelenggara pendidikan dan pemangku kebijakan. Tentu hal ini pun harus menjadi perhatian dan prioritas urama juga,” ungkapnya.

Menanggapi permasalahan tersebut, pihak Kementerian Agama Kabupaten Bogor yang diwakili Kasi Pendidikan Madrasah Ujang Ruhiat menyampaikan, Kementerian Agama sebagai Lembaga Vertikal pun akan menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah daerah dalam hal Protokoler dan panduan penyelenggaraan pendidikan di tengah Covid-19 ini.

Menurut dia, jumlah madrasah di Kabupaten Bogor sebanyak 1.535 lembaga mulai dari Raudlatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah sampai Madrasah Aliyah negeri dan swasta. “Sejumlah madrasah tersebut didominasi oleh lembaga swasta yang tentu permasalahannya sangat komplek dan beragam,” ucapnya.

Ia menambahkan, ada empat hal yang sudah dipersiapkan oleh Kakemenag Kabupaten Bogor dalam menyiasati pembelajaran Tahun Ajaran Baru 2020/2021. Pertama, sambung dia, tata kelola pendidikan di masa pandemi sudah selesai dirumuskan.

Kedua, penerimaan peserta didik baru dilakukan secara online maupun offline. Ketiga, kata dia, ketentuan masa Ta’aruf Masdrasah. Terakhir, kurikulum darurat masa pandemi.

Lebih lanjut ia mengungkakpkan, ada beberapa kebijakan dalam penggunaan dana BOS madrasah dalam menjawab kegelisahan guru di masa pandemi, yaitu dibolehkannya dana BOS dipergunakan untuk membayar pembiayaan guru honorer.

“Namun, ini pun menjadi permasalahan karena jangankan untuk pembiayaan, untuk membayar honor pokok guru saja pas-pasan bahkan sangat minim. Mengingat lembaga swasta yang mayoritasnya guru honorer semua. Mungkin akan berbeda jika dibandingkan dengan madrasah negeri maupun madrasah swasta yang berada di perkotaan,” paparnya.

Sementara itu, Kasi Kurikulum SMP pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Roni Kusmaya mengakui, pembelajaran daring di masa Pandemi Covid-19 tidak efektif karena mengingat berbagai faktor penghambat yang sangat rumit yang dihadapi saat ini.

Ia memaparkan, ada 1844 SD dan 718 SMP negeri dan swasta. Dia tidak menyampaikan jumlah SMA dan SMK yang kewenangannya berada di Pemerintahan Provinsi.

Berdasarkan kalender pendidikan, bahwa jadwal masuk sekolah terhitung mulai tanggal 13 Juli 2020 dengan terlebih dahulu menyusun Kurikulum Pendidikan di masa Pandemi Covid-19 yang telah disesuaikan yang bekerja sama dengan PGRI, BMPS dan Kakemenag Kabupaten Bogor.

“Saat ini Kadisdik Kabupaten Bogor dengan menggandeng Dinas Kesehatan dan Kemenag sedang meyusun instrumen rencana aksi yang akan segera diedarkan ke sekolah-sekolah,” katanya.

Ia memaparkan, kesehatan guru dan siswa sangat utama yang wajib menjadi prioritas perhatian dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sehingga, program pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu upaya dalam meminimalisir penularan Covid-19 di lingkungan pendidikan.

Untuk itu, perlu adanya pedoman yang terancang secara sistematis yang tentunya juga ditunjang dengan sarana-prasarana dan SDM yang yang kuat.

“Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah yang dikurangi durasi waktunya yang bisa dilaksanakan secara daring maupun tatap muka melalui penayangan video dokumenter sekolah yang itupun hanya boleh dihadiri maksimal 50 persen jumlah siswa per kelasnya,” paparnya.

Dari sudut pandang lain, anggota Dewan Pendidikan  Kabupaten Bogor yang juga sekarang sebagai Komisioner KPU, Asep Saeful Hidayat menyampaikan, sangat penting adanya insentif tunjangan khusus guru honorer yang terdampak di masa pandemi.

Dalam hal ini, sambung dia, tentunya pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus lebih peka terhadap nasib guru honorer yang keberadaannya sangat berperan besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sementara, kata Asep, dari masing-masing lembaga sekolah selalu berbeda-beda dalam kebijakan penghonorannya. “Ada yang menggunakan jam mati, yang artinya ngajar atau tidak, libur atau tidak, tetap dihonor penuh. Ada juga yang menggunakan jam hidup atau istilah lainnya jam berdiri, yang artinya, jika masuk dibayat dan jika tidak masuk berarti tidak ada honor,” paparnya.

Tentu, hal ini sangat dilematis di masa pandemi seperti sekarang ini. Menurutnya, hal itu luput dari perhatian pemerintah. “Jangankan insentif, tunjangan sertifikasi dan inpassing juga yang sudah menjadi kewajiban pemerintah sering ditunggak dan tidak dibayarkan tiap bulan sekali seperti halnya guru negeri yang selalu lancer dibayar tiap awal bulan,” ungkapnya.

Tentu, hal ini semakin menambah penderitaan guru honorer yang sejatinya diperlakukan sama, karena sama-sama mengabdi mencerdaskan anak bangsa yang pengabdiannya pun tidak kalah hebatnya dari guru negeri.

Menurut analisanya, terdapat empat permasalahan serius yang harus disikapi secara serius pula di masa ini. Pertama, ada ketakutan dan kecemasan yang dirasakan oleh orang tua maupun penyelenggara pendidikan.

Kedua, adanya ketidakpastian nasib yang dirasakan guru honorer. Ketiga, terdapat banyak keterbatasan yang dihadapi dan menjadi problem semua pihak, seperti sekolah dan guru maupun orang tua dan siswa.

Keempat, adanya kejenuhan yang dirasakan siswa, orang tua dan guru. Faktor-faktor permasalahan tersebut tentu menambah panjang dan lengkap kompleknya permasalahan di dunia pendidikan saat ini.

Ia menjelaskan, pendidikan di masa pandemi ini tidak berjalan efektif berdasarkan keempat faktor tersebut. Maka, nasib pendidikan pun terancam lumpuh, jika permasalahan itu tidak segera diatasi secara seksama.

Untuk itu, dia menyarankan adanya insentif guru honorer selama pandemi, mematuhi protokoler kesehatan, jam tatap muka dikurangi, jumlah siswa maksimal 50 persen per kelas, lakukan sistem sift, mengurangi jam mata pelajaran dan anak difasilitasi buku modul atau lembar kerja siswa.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Ridwan Muhibi nenyampaikan, berdasarkan hasil kunjungan turun ke lapangannya, masih banyak didapati gedung sekolah dan sarana penunjang pendidikan yang sangat memprihatinkan dan masih belum bisa mencerminkan pendidikan yang ideal.

Apalagi, sambung dia, di masa pandemi ini semakin memperburuk proses KBM karena sarana penunjangnya tidak memadai, belum lagi banyak proses pembangunan yang terhambat akinat Covid-19.

Sehingga menurut kang Bibih (sapaan akrab,red), akan sulit mengejar target tiga tahun tuntas pembenahan sarpras pendidikan. Tidak jarang, kata dia, pada saat reses ke bawah, para kordik dan pengawas sekolah/madrasah tidak hadir, sehingga sulit untuk mengkomunikasikan dalam menyerap aspirasi masalah pendidikan.

Peneliti Senior Lembaga Studi Visi Nusantara, Arsyad mengemukakan, terdapat dua faktor yang wajib jadi perhatian serius dalam penyelenggaraan pendidikan di masa Covid-19 ini.

Pertama, Faktor Kesehatan guru dan siswa beserta perangkat belajar lainnya yang harus steril dan yang kedua adalah faktor proses pembelajaran yang harus yang sistemis dan efisien.

Sehingga, perlu adanya rumusan strategis sesuai protokoler kesehatan di lembaga pendidikan. Terakhir, ia mengungkapkan, sangat penting adanya riset sebagai gambaran dan pemetaan daerah mana saja yang memadai jaringan dan daerah mana yang rendah jaringan internetnya.

Sehingga, kata dia, pemerintah dapat segera mengambil langkah praktis dan strategis dalam upaya pemerataan dan terpenuhinya keadilan pendidikan. (*/cr2)