25 radar bogor

Bara JP Dukung Semua Pihak Beri Masukan untuk Omnibus Law Cipta Kerja

Ilustrasi demo Buruh
Ilustrasi demo Buruh
Buruh menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling keras menyuarakan penolakan RUU Omnibus Lawa Cipta Kerja, karena dianggap hanya menguntungkan pengusaha. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
Buruh menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling keras menyuarakan penolakan RUU Omnibus Lawa Cipta Kerja, karena dianggap hanya menguntungkan pengusaha. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Viktor S. Sirait mendukung banyak pihak untuk memberikan masukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Saat ini draf omnibus law itu sudah diserahkan pemerintah kepada DPR.

Menurut Viktor, pada dasarnya RUU Cipta Kerja ini adalah niat baik pemerintah untuk membuka lapangan kerja seluas mungkin bagi rakyat Indonesia dengan menciptakan ekosistem investasi yang lebih nyaman dan mudah.

“Inikan masih rancangan undang-undang. Perlu duduk bersama untuk membahas undang-undang tersebut. Tidak baik langsung antipati, lebih baik berikan masukan sehingga undang-undang ini semaksimal mungkin bisa mengakomodir kepentingan semua pihak,” kata Viktor dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com.

Viktor mengingatkan, RUU Omnibus Lawa Cipta Kerja ini tidak bisa dilihat hanya dari sisi kepentingan buruh atau karyawan yang sudah mendapatkan pekerjaan saat ini. Namun yang harus dilihat juga adalah masih ada tujuh juta masyarakat penganggguran yang kini sangat membutuhkan pekerjaan.

“Bagiamanapun pemerintah punya tanggung jawab untuk menyiapkan lapangan pekerjaan bagi mereka yang belum mendapatkan pekerjaan,” katanya.

Untuk itulah, kata Viktor, pemerintah melalui RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini melihat perlu menyederhanakan dan memberikan kepastian hukum sehingga akan tercipta ekosistem investasi yang baik dan nyaman, yang pada akhirnya menciptakan lapangan kerja baru.

Menurutnya, jika tidak ada kebijakan dan paradigma yang sama antara pelaku usaha, buruh dan pemerintah dalam merespons berbagai tantangan ke depan, maka kita akan menghadapi ancaman, investor akan lebih memilih berinvestasi di negara lain.

“Iklimnya tentu sangat lebih kompetitif, dan jangan sampai pemerintah kita gagal menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang belum mendapat pekerjaan saat ini,” paparnya.

Karena itu, lanjutnya, perlu bagi semua pihak untuk duduk bersama, memberikan masukan agar rancangan undang-undang ini mampu menjawab tantangan bangsa ini ke depan, menjawab kepentingan semua pihak secara proporsional.

“Jadi ini semua bukan hanya soal masyarakat yang sudah mendapat pekerjaan saat ini, juga bukan hanya soal pelaku usaha, dan juga bukan hanya soal masyarakat yang belum mendapat pekerjaan. Semuanya harus proporsional,” katanya.

Karena itu, Viktor mengajak semua stake holder dunia usaha dalam dialektika RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini untuk duduk secara proporsional dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional.

Viktor juga merujuk pernyataan Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rahman, yang menyebut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi 5,7-6,0 persen dan menambah SDM berkualitas sebanyak 2,7-3 juta per tahun. Selain itu juga mampu mendukung perubahan struktur ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 5,7-6,0 persen.

Dampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja lainnya adalah peningkatan investasi 6,6-7 persen disertai peningkatan produktifitas yang meningkatkan pendapatan dan daya beli. Serta peningkatan konsumsi 5,4-5,6 persen seluruh rakyat Indonesia.

“Jika benar tujuan pemerintah seperti yang dikatakan Fadjroel, tentu UU Cipta Kerja ini layak didukung karena bisa semakin memberi kesejahteraan bagi rakyat. Pengangguran terakomodir, daya beli naik, dan pertumbuhan ekonomi naik,” katanya.

Kendati demikian Viktor tak memungkiri ada beberapa pasal dalam rancangan undang-undang tersebut yang harus dikritisi, terutama menyangkut nasib buruh ke depan. Karena itu semua pihak yang berkepentingan harus duduk bersama, saling mengkritisi dan memberi masukan.

“Tujuannya agar jangan terlalu dini untuk mengatakan bahwa undang-undang ini membawa Indonesia kembali ke zaman Orde Baru atau meminta agar undang-undang ini jangan dibahas. Saya kira itu terlalu prematur,” pungkasnya. (jwp)