25 radar bogor

21,4 Persen Anak di Kota Bogor Merokok, Masyarakat Dukung Perda KTR

Walikota Bogor Bima Arya

BOGOR-RADAR BOGOR, Dari hasil Riskesdas tahun 2018 oleh kemenkes, Pevelensi perokok anak usia 10-18 tahun di Indonesia mencapai 9,1 persen, naik yang sebelumnya 7,2 persen pada 2013. Padahal, target RPJMN Pemerintah Pusat ingin menurunkan menjadi 5,4 persen.

PEDAGANG ROKOK MENGGUGAT, WALIKOTA BOGOR BISA APA?

Begitu pula di Kota Bogor, dari hasil survey yang dilakukan Universitas Indonesia, menunjukan sebanyak 21,4 persen anak merokok dan 82 persen menyatakan merokok karena melihat iklan dan display.

Menurut Ketua No Tobacco Community (NOTC), Bambang Priyono, meningkatnya prevalensi perokok ini sejalan dengan gencarnya Iklan, promosi dan sponsor rokok dengan bebas di mana-mana, yang jelas-jelas menargetkan anak-anak dan remaja untuk menjadi perokok.

“Kita melihat Iklan-iklan yang menyesatkan. Promosi dengan jelas memperlihatkan harga rokok sangat murah, yang akan membuat anak-anak  tertarik untuk membelinya,” jelasnya.

Ditambah kegiatan atau event-event yang disponsori produk rokok, yang melibatkan anak-anak dan remaja di dalamnya seperti dalam konser music, olahraga, film dan lain-lain.

Selain itu, tambahnya, industri rokok media iklannya melalui pemajangan penjualan rokok di tempat-tempat penjualan, sehingga pajangan rokok terlihat indah dan bagus dan menarik untuk dibeli.

“Lagi-lagi ini adalah-anak dan remaja yang menjadi targetnya. Padahal sudah jelas-jelas dalam PP 109 tahun 2012 bahwa iklan, promosi dan sponsor rokok tidak boleh melibatkan maupun menargetkan anak-anak dan remaja,” tegasnya.

Lebih lanjut Bambang menyatakan bahwa Pemerintah Kota Bogor memiliki kemauan yang sangat serius dalam melindungi anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus dari akibat buruk mengkonsumsi rokok.

“Saya yakin kita semua tau bahwa mengkonsumsi rokok itu sangat tidak bermanfaat, dilihat dari segi kesehatan sudah jelas dalam bungkusnya pun sudah digambarkan bagaimana akibatnya, belum lagi dari segi ekonomi bagaimana rokok itu sangat merugikan dan salah satu faktor dalam menyumbang kemiskinan,” beber Bambang.

Maka dari itu, dengan adanya Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor adalah salah satu tujuan mencegah perokok pemula.

“Tentunya hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah pusat yang ingin menurunkan prevalensi perokok pada anak, namun ternyata gagal,” ujarnya.

Dalam hal ini, menurut Bambang, Pemkot Bogor mengambil langkah yang tepat dengan adanya Perda nomor 10 tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Peraturan ini adalah dalam rangka pengendalian konsumsi produk tembakau terutama pada anak-anak dan remaja karena Industri Rokok ingin menambah konsumen rokok dari kalangan remaja, sedangkan pemerintah ingin menurunkan perokok pemula yaitu anak-anak dan remaja.

“Perda KTR ini sama sekali tidak menekan hak berusaha pedagang, ingat yang diatur di sini adalah larangan memajang rokok, tidak melarang berjualan rokok. Rokok adalah produk yang tidak normal karena perlu dikendalikan dalam produksi, begitu juga penjualanya agar anak-anak tidak ikut mengkonsumsi rokok yang mempunyai banyak pengaruh buruk dan negatif lainya,” tegasnya.

Pedagang, lanjutnya, masih boleh menjual dan memajang dengan bebas barang-barang dagangan lainya seperti makanan, minuman, sembako dan lain-lain yang lebih bermanfaat lagi.

“Jadi, dari puluhan atau mungkin ratusan dan pokoknya dari macam-macam barang yang didagangkan hanya satu yang diatur dilarang memajangkan dalam perda KTR ini yaitu rokok. Jadi sangat tidak mungkin pedagang ini dirugikan. Saya tegaskan lagi dalam Perda KTR ini, dari 1000 jenis barang dagangan hanya satu yang tidak boleh dipajang, dari 100 jenis barang dagangan hanya satu yang tidak boleh dipajang dan dari 10 jenis barang dagangan hanya satu yang tidak boleh dipajang. Yaitu rokok,” tukasnya.

Apalagi, kata Bambang, sebetulnya dalam Monitoring yang dilakukan NOTC pada ritel-ritel yang diberlakukan Larangan Pemajangan penjualan rokok pada 2017, menunjukan sebanyak 60,2 persen ritel menyatakan penutupan display rokok tidak berpengaruh pada penjualan rokok serta sebanyak 96,3 persen mendukung aturan larangan pemajangan penjualan rokok ini.

“Jadi sebenarnya masyarakat Kota Bogor pun mendukung Peraturan Daerah Kota Bogor, yang melarang iklan dan pemajangan rokok ditempat penjualan rokok,” tutupnya. (*/pia)