25 radar bogor

Travel Warning Terkait Wabah Virus Korona, Begini Penjelasan Kemenlu

Merebaknya wabah virus korona hingga lintas negara, membuat Kota Wuhan, Tiongkok diisolasi (locked down) oleh otoritas setempat. Meski begitu, Indonesia belum akan memberlakukan kebijakan larangan perjalanan (Travel Warning) dari dan ke Tiongkok atau sejumlah negara yang terdampak. Plt Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan aturan pengecekan kesehatan sebagai antisipasi virus korona sudah dilakukan sesuai sistem yang merujuk pada aturan dunia. Sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus Korona masih dalam tahap batas lebih rendah dari virus mirip lainnya seperti SARS. Pengecekan orang masuk dan keluar tetap dilakukan ketat di bandara dan pintu-pintu masuk sebuah negara. “Safe travel disusun dengan jelas. Dari mereka (Tiongkok) ada satu proses medis harus dipenuhi, pintu-pintu keluar dari negara harus dicek. Begitu juga pintu-pintu kami, ada sistem kesehatan. Setahu kami, belum ada negara yang terapkan pembatasan travel dari Tiongkok,” kata Teuku Faizasyah dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Luar Negeri, Senin (27/1). Menurutnya, aturan itulah yang disarankan WHO saat mekanisme pembatasan virus sudah berjalan. Pemeriksaan sebelum berangkat dan di lokasi sudah dilakukan. Sementara itu, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menjelaskan pemeriksaan sebelum terbang dari Tiongkok juga sudah dilakukan. Dan saat tiba di Indonesia juga dilakukan pengecekan berlapis. Jika masih berada dalam kondisi masa inkubasi, tentunya tak akan terdeteksi menggunakan thermal scanner di bandara. Akan tetapi dengan health alert card bisa efektif untuk menyaringnya. “Kalau masa inkubasi tentunya tak bisa terdeteksi. Makanya dilengkapi health alert card. Jika suhu di bawah 38 derajat belum terdeteksi. Lalu setelah sampai di Indonesia beberapa hari kemudian muncul keluhan, maka itu kami lakukan early warning. Ini sudah standar kesepakatan seluruh dunia. Saringan harus berlapis,” tegas Achmad. Pembatasan wisatawan yang datang secara medis sudah ada proses yang tersistem. Begitu wisatawan meninggalkan Tiongkok maka akan melalui pemeriksaan kesehatan. Proses sudah berjalan merujuk WHO. “Sampai saat ini belum ada WNI terkonfirmasi positif. Rilis WHO terakhir, dari sekian banyak pasien yang suspect baru terkonfirmasi positif 846,” jelas Achmad. Achmad menambahkan angka kematian yang diakibatkan oleh SARS mencapai 60 persen. Sedangkan virus korona angka kematiannya kurang dari 4 persen. Bahkan ada beberapa yang sembuh total. “Tak sampai tinggi angka kematiannya. Beberapa faktor besar alasannya adalah promotifnya. Dan yang meninggal sebagian besar punya riwayat sakit kronis sebelumnya. Ada yang sakit jantung, gagal ginjal, dan lainnya. Maka modal imunitas mereka rendah. Maka akan lebih cepat memburuk dan menyebabkan kematian,” ujarnya. Dilihat dari perjalanan dan pengalaman menangani pasien infeksi virus pernapasan seperti ini, Achmad mengklaim Indonesia siap menghadapi segala kemungkinan. Dan semua rumah sakit tipe A siap untuk menampung pasien virus korona. “Semua rumah sakit bisa yang tipe A. Punya ruang isolasi dan alat-alat medis lengkap. Pengalaman kami menghadapi SARS dan flu burung pun siap, ini juga harus siap,” pungkas Achmad.

JAKARTA-RADAR BOGOR,  Merebaknya wabah virus korona hingga lintas negara, membuat Kota Wuhan, Tiongkok diisolasi (locked down) oleh otoritas setempat. Meski begitu, Indonesia belum akan memberlakukan kebijakan larangan perjalanan (Travel Warning) dari dan ke Tiongkok atau sejumlah negara yang terdampak.

Plt Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan aturan pengecekan kesehatan sebagai antisipasi virus korona sudah dilakukan sesuai sistem yang merujuk pada aturan dunia. Sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus Korona masih dalam tahap batas lebih rendah dari virus mirip lainnya seperti SARS. Pengecekan orang masuk dan keluar tetap dilakukan ketat di bandara dan pintu-pintu masuk sebuah negara.

“Safe travel disusun dengan jelas. Dari mereka (Tiongkok) ada satu proses medis harus dipenuhi, pintu-pintu keluar dari negara harus dicek. Begitu juga pintu-pintu kami, ada sistem kesehatan. Setahu kami, belum ada negara yang terapkan pembatasan travel dari Tiongkok,” kata Teuku Faizasyah dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Luar Negeri, Senin (27/1).

Menurutnya, aturan itulah yang disarankan WHO saat mekanisme pembatasan virus sudah berjalan. Pemeriksaan sebelum berangkat dan di lokasi sudah dilakukan.

Sementara itu, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menjelaskan pemeriksaan sebelum terbang dari Tiongkok juga sudah dilakukan. Dan saat tiba di Indonesia juga dilakukan pengecekan berlapis. Jika masih berada dalam kondisi masa inkubasi, tentunya tak akan terdeteksi menggunakan thermal scanner di bandara. Akan tetapi dengan health alert card bisa efektif untuk menyaringnya.

“Kalau masa inkubasi tentunya tak bisa terdeteksi. Makanya dilengkapi health alert card. Jika suhu di bawah 38 derajat belum terdeteksi. Lalu setelah sampai di Indonesia beberapa hari kemudian muncul keluhan, maka itu kami lakukan early warning. Ini sudah standar kesepakatan seluruh dunia. Saringan harus berlapis,” tegas Achmad.

Pembatasan wisatawan yang datang secara medis sudah ada proses yang tersistem. Begitu wisatawan meninggalkan Tiongkok maka akan melalui pemeriksaan kesehatan. Proses sudah berjalan merujuk WHO.

“Sampai saat ini belum ada WNI terkonfirmasi positif. Rilis WHO terakhir, dari sekian banyak pasien yang suspect baru terkonfirmasi positif 846,” jelas Achmad.

Achmad menambahkan angka kematian yang diakibatkan oleh SARS mencapai 60 persen. Sedangkan virus korona angka kematiannya kurang dari 4 persen. Bahkan ada beberapa yang sembuh total.

“Tak sampai tinggi angka kematiannya. Beberapa faktor besar alasannya adalah promotifnya. Dan yang meninggal sebagian besar punya riwayat sakit kronis sebelumnya. Ada yang sakit jantung, gagal ginjal, dan lainnya. Maka modal imunitas mereka rendah. Maka akan lebih cepat memburuk dan menyebabkan kematian,” ujarnya.

Dilihat dari perjalanan dan pengalaman menangani pasien infeksi virus pernapasan seperti ini, Achmad mengklaim Indonesia siap menghadapi segala kemungkinan. Dan semua rumah sakit tipe A siap untuk menampung pasien virus korona.

“Semua rumah sakit bisa yang tipe A. Punya ruang isolasi dan alat-alat medis lengkap. Pengalaman kami menghadapi SARS dan flu burung pun siap, ini juga harus siap,” pungkas Achmad.(jwp)