25 radar bogor

Mantan Dosen IPB Didakwa Terlibat Pembuatan Bom Molotov

Mantan Dosen IPB Abdul Basith

BOGOR – RADAR BOGOR, Kasus dugaan perancang rusuh dengan tersangka mantan dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Abdul Basith (AB) memasuki babak baru.

Kemarin, AB didakwa terlibat pembuatan bom molotov untuk membuat kerusuhan saat aksi demonstrasi mahasiswa di depan gedung DPR pada 24 September 2019.

“Yang melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, yang menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain,” ujar jaksa penuntut umum (JPU) Yogi Budi Aryanto dinukil dari detik.com, Rabu (22/1/2020).

Saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, JPU menyebutkan perbuatan AB dilakukan bersama-sama dengan dokter EA , YF, OS, AH, US, JK, AS, HW dan AN. AB dan kawan-kawan didakwa melanggar Pasal 187 ke-2 atau Pasal 187 ayat 1 juntco Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula, ketika AB, YF, OS dan beberapa orang lainnya menghadiri pertemuan di rumah Mayjen TNI (Purn) Sunarko di Jalan WR Supratman, Ciputat, Tangerang Selatan pada 20 September 2019. Dalam pertemuan itu membahas relawan dalam aksi demonstrasi di DPR/MPR.

Kemudian pada pukul 22.30 WIB, Mayjend TNI (Purn) Sunarko dan Laksda (Purn) Soni Santoso memaparkan mengenai rencana pendomplengan demonstrasi mahasiswa agar terjadi kerusuhan.

“Kemudian hasil kesepakatan pertemuan tersebut bahwa akan menunggangi demonstrasi mahasiswa yang akan digelar tanggal 24 September 2019 supaya terjadi kerusuhan,” papar JPU.

Pada 21 September 2019, JPU menyebut YF mempunyai ide membuat bom molotov untuk dilemparkan saat demonstrasi mahasiswa pada 24 September 2019.

Ide pembuatan bom molotov itu disampaikan kepada AB melalui pesan whatsApp “Pak Prof bagaimana kalau saya buat mainan?’, kemudian dijawab oleh AB ya sudah buat saja, dananya minta dengan ke dokter EA,” ucap JPU menirukan pesan YF ke AB.

Istilah mainan disebut JPU adalah bom molotov yang dipakai dalam pertemuan mereka. Selanjutnya YF meminta uang ke dokter EA untuk membuat bom molotov dan kebutuhan relawan.

Atas permintaan itu, EA meminta bantuan suaminya AH untuk mentransfer uang Rp800 juta ke rekening rekan YF berinisial US

“AH mengirimkan pesan Whatsapp kepada YF yang menyatakan transfer sebesar Rp800.000 telah berhasil, kemudian YF menunjukkan pesan tersebut kepada US. Lalu US memberikan uang sebesar Rp800.000 dari dompetnya kepada YF,” kata JPU.

Pembuatan bom molotov disebut JPU dilakukan YF, US, AS dan JK di rumah HW yang beralamat Jalan Raya Cilangkap No 1 RT 03/RW 06, Jakarta Timur.

HW pun mengizinkan mereka membuat bom molotov. Kemudian YF mencari bahan bom molotov berupa kain, botol dan bensin.

“Bahwa selama pembuatan bom molotov, JK mengambil foto dan merekam video milik handphonenya, kemudian mengirimkannya kepada dokter EA melalui pesan WA. Selanjutnya JK membantu YF membuat bom molotov,” kata JPU.

Pada 24 September 2019, JPU mengatakan YF melempar bom molotov ke arah petugas polisi yang mengamankan demonstrasi mahasiswa di fly over Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Salah satu polisi bernama Jakariah terkena bom molotov yang dilempar YF.

“Bertempat di jembatan fly over Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat Yudi Firdian dengan cara membakar sumbu bom molotov melemparkannya ke arah petugas kepolisian yang berada di atas fly over Pejompongan, Tanah Abang hingga meledak dan terbakar sehingga saksi Jakariah yang sedang bertugas celananya terbakar,” papar JPU.

Usai kejadian itu, JPU menyebut YF, OS, KS, AN dan AS mendatangi rumah Laksda (Purn) Soni Santoso. Sesampainya di sana, Soni memberikan uang Rp3 juta kepada YF.

“Uang tersebut dipergunakan untuk sarapan, diberikan kepada KS Rp200 ribu, AN Rp200 ribu membeli rokok, untuk YF Rp 300 ribu dan Rp 400 ribu untuk OS dan keperluan lain,” tuturnya.

Sementara itu, Pengacara Abdul Basith Gufroni menyebut kliennya tidak terlibat dalam aksi pelemparan dan peledakan bom molotov. Pihaknya pun akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan.

“Justru dalam kasus ini dia (Abdul Basith) tidak terlibat dalam aksi peledakan atau pelemparan bom molotov dan tidak punya rencana tidak menyuruh orang untuk membuat bom molotov, hanya kan berdasarkan percakapan WA,” jelas Gufroni

Dalam persidangan, JPU menyebut YF mempunyai ide membuat bom molotov untuk dilemparkan saat demonstrasi mahasiswa pada 24 September 2019.

Dia menilai kliennya tidak mengetahui maksud YF yang menyampaikan akan membuat mainan. AB disebutnya juga tidak memahami mainan yang dimaksud YF.

“YF seolah-olah dia izin, padahal dia hanya menyampaikan memberi tahu bahwa kami akan membuat mainan. Kan begitu, ya mungkin Pak Basith posisinya tidak paham apa itu mainan, lalu dijawab iya,” tutur Gufroni. (ind/net)