25 radar bogor

Jangan Lupa! Mulai Tahun 2020 Iuran BPJS hingga Tarif Tol Naik

Ilustrasi-kenaikan-tarif
Ilustrasi Kenaikan Tarif
Ilustrasi-kenaikan-tarif
Ilustrasi Kenaikan Tarif

JAKARTA-RADAR BOGOR, Tahun 2020 sudah di depan mata. Agaknya di tahun baru nanti masyarakat harus mengencangkan ikat pinggangnya.

Bagaimana tidak, beberapa tarif yang diatur pemerintah bakal naik tahun depan. Memang, apa saja tarif yang bakal naik? Berikut ulasannya.

1. Iuran BPJS Kesehatan

Salah satunya adalah iuran BPJS Kesehatan, mulai 1 Januari 2020 Iuran bakal naik. Iuran akan naik di semua jenis kelas.

Kenaikan ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019.

Berikut ini rincian kenaikannya:

a. Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa. Besaran iuran ini juga berlaku bagi Peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan Peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.

b. Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P), yang terdiri dari ASN/TNI/POLRI, semula besaran iuran adalah 5% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, di mana 3% ditanggung oleh Pemerintah dan 2% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan, diubah menjadi 5% dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS Daerah, dengan batas sebesar Rp 12 juta, dimana 4% ditanggung oleh Pemerintah dan 1% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan.

c. Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU), semula 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 8 juta, dimana 4% ditanggung oleh Pemberi Kerja dan 1% ditanggung oleh Pekerja, diubah menjadi 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 12 juta, dimana 4% ditanggung oleh Pemberi Kerja dan 1% ditanggung oleh Pekerja.

d. Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)/Peserta Mandiri:

Kelas 3: naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa
Kelas 2: naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa
Kelas 1: naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa.

2. Tarif Listrik

Tarif listrik juga disebut bakal naik, kenaikannya ini disebabkan oleh rencana dihapuskannya subsidi untuk pelanggan listrik rumah tangga mampu 900 VA mulai tahun depan. Imbasnya, pelanggan tersebut akan kena penyesuaian tarif mulai 2020.

Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Abumanan mengatakan, memang kebijakan pemerintah menginginkan subsidi yang lebih tepat sasaran, untuk pelanggan 900 VA adalah pelanggan yang masuk kategori rumah tangga mampu saja yang dicabut.

“PLN minta itu tepat sasaran, jangan duplikasi. Tapi kan susah selama ini karena yang disubsidi adalah 900 VA dan 450 VA. Maka diputuskan pada 2016, 900 VA dicabut kecuali yang masuk dalam keluarga miskin. 450 VA juga campur ada yang harusnya tak berhak, tapi tetap subsidi. Terpaksa, ini belum dipilah, yang sudah dipadankan baru 900 VA,” ujar Djoko.

Keputusannya adalah mencabut pelanggan 900 VA yang mampu dan tak mampu, yang diperkirakan berjumlah 27 juta pelanggan di 2020.

Berhubung keputusan sudah bulat untuk mencabut subsidi 900 VA, maka PLN bisa masuk ke kebijakan penyesuaian tarif. Sebab, alokasi subsidi ke PLN dipastikan akan turun, sehingga substitusinya adalah penerimaan dari pelanggan yang tidak disubsidi lagi.

3. Tarif Tol

Tarif tol juga bakal naik, setidaknya hingga akhir tahun ada 13 jalan tol yang tarifnya masih menunggu kenaikan. Penyesuaian tarif itu dilakukan karena sudah waktunya sesuai aturan yang ditetapkan.

Beberapa di antaranya sudah naik tarif di penghujung 2019. Seperti tol Jagorawi, Mojokerto-Kertosono, Jakarta-Tangerang dan Tangerang-Merak segmen Simpang Simpang Susun Tomang-Tangerang Barat-Cikupa, Makassar seksi IV, Cipali, dan lainnya.

Dalam daftar antrean, masih ada lagi Tol Dalam Kota Jakarta (JIUT), Belawan-Medan-Tanjung Morawa, Nusa DDua-Ngurah Rai-Benoa, hingga Surabaya- Gempol.

Tarif sejumlah ruas tol lainnya juga dipastikan bakal ada yang naik di 2020. Hal ini mengingat penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali yang dihitung berdasarkan inflasi dari daerah tol berada.

Pengelola tol memang diberikan kesempatan untuk mengajukan penyesuaian tarif setiap dua tahun sekali sesuai dengan ketetapan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Namun, pengelola tol harus memenuhi evaluasi standar pelayanan minimum (SPM) yang ditetapkan Kementerian PUPR. Penetapan SPM sendiri diatur di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2014

Setidaknya ada 8 ruas tol yang terakhir disesuaikan tarifnya pada tahun 2018. Lalu 21 tol lainnya yang baru dioperasikan tahun 2018.

Banyak tarif yang naik pasti akan membebani pengeluaran. Lantas bagaimana cara agar dompet tidak tekor?

Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andy Nugroho menyatakan yang paling mungkin dilakukan agar dompet tidak tumpur alias tekor di tengah naiknya harga-harga tahun depan adalah dengan mengurangi pengeluaran dan menambah pemasukan.

“Kemungkinan besar ya yang bisa kita lakukan adalah mengurangi pengeluaran atau menambah pemasukan,” ungkap Andy kepada detikcom, Sabtu (28/12/2019).

Untuk tarif tol yang naik misalnya, lebih baik menurutnya mengurangi penggunaan tol agar pengeluaran berkurang. Untuk mobilitas, bisa menggunakan transportasi umum.

“Yang bisa dikurangi misalnya, kayak tarif tol naik kan bisa dikurangi pengeluaran untuk itu. Ya kalau memang lebih mahal tarif tolnya beralih ke transportasi umum,” ungkap Andy.

Andy juga menyarankan beberapa pengeluaran direm, khususnya untuk senang-senang. “Yang mesti direm khususnya pengeluaran yang digunakan untuk senang-senang,” tambahnya.

Untuk mengatur uang bulanan, Andy menyatakan alokasikan terlebih dahulu uang untuk pengeluaran utama, untuk mengamankan misalnya pembayaran BPJS Kesehatan dan tarif listrik.

“Lalu pengeluaran utama, apalagi kayak BPJS dan listrik yang naik itu harus jadi prioritas utama untuk dipenuhi dulu. Pastikan kebutuhan primer itu dipenuhi dahulu,” ungkap Andy.

Andy juga menegaskan agar mengurangi pembelian barang yang didasari sesuai keinginan sedangkan tidak dibutuhkan. Barang yang bisa memenuhi kebutuhan hidup harus lebih diutamakan.

“Kurangi pembelian yang sesuai keinginan tapi nggak memenuhi kebutuhan kita. Kayak beli barang luxuries, yang kita pengin doang. Pengeluaran harus diutamakan untuk memenuhi kebutuhan,” kata Andy. (dtk/ysp)